You searched for sriwijaya air - DestinAsian Indonesia https://destinasian.co.id/ Majalah travel premium berbahasa Indonesia pertama Mon, 25 Jan 2021 03:20:55 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.4 Virus Corona Ancam Jadwal Penerbangan https://destinasian.co.id/virus-corona-ancam-jadwal-penerbangan/ https://destinasian.co.id/virus-corona-ancam-jadwal-penerbangan/#respond Fri, 24 Jan 2020 08:03:20 +0000 https://destinasian.co.id/?p=53068 Sejumlah maskapai menunda atau bahkan membatalkan jadwal penerbangannya menuju Wuhan, Tiongkok.

The post Virus Corona Ancam Jadwal Penerbangan appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Sejumlah maskapai berencana untuk menunda atau bahkan membatalkan jadwal penerbangannya dari dan menuju Wuhan, Tiongkok akibat ancaman virus corona. Pemerintah Tiongkok menyatakan bahwa virus ini muncul di Wuhan pada Desember 2019 silam, namun virus tersebut tersebar kian cepat dan telah menginfeksi kurang lebih 830 orang dan menyebabkan 25 orang meninggal.

Dilansir dari The Straits Times, penyebabnya berasal dari Huanan Seafood Market yang terletak di pusat kota Wuhan. Pasalnya, pasar tersebut menjual berbagai jenis daging, mulai dari anak serigala, kelelawar, rubah, buaya, ular, tikus, hingga musang. Menurut peneliti, manusia bisa terpapar virus corona apabila mengonsumsi daging hewan liar yang telah terinfeksi.

Untuk mencegah penyebaran virus tersebut, beberapa maskapai akhirnya resmi menghentikan sementara penerbangan dari dan menuju Wuhan. Salah satunya adalah AirAsia. Rencananya, maskapai ini akan membekukan operasionalnya hingga 28 Januari 2020. AirAsia mengatakan pembatalan penerbangan tersebut dilakukan untuk mematuhi saran dan peraturan dari otoritas kesehatan global dan lokal, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Ada beberapa opsi yang diberikan AirAsia untuk penumpang yang ingin mengubah rencana perjalanan dari dan ke Wuhan. Mulai dari mengubah rute penerbangan tanpa dikenakan biaya tambahan, menukarkan kredit senilai harga tiket pada akun AirAsia BIG Loyalty, hingga pengembalian dana secara penuh sesuai dengan metode pembayaran yang digunakan.

Baca juga: Bandara Narita Tokyo Punya Galeri Seni Digital Baru; Promo Awal Tahun dari Emirates

Maskapai lainnya, seperti Korean Air, Scoot, China Airlines, dan ANA juga mengambil langkah serupa. Mereka mengumumkan bahwa telah membatalkan penerbangan masuk dan keluar dari Wuhan setelah pihak berwenang mengumumkan karantina.

Sementara itu, pemerintah Indonesia resmi melarang Sriwijaya Air dan Lion Air—dua maskapai lokal yang melayani rute menuju Wuhan—untuk melakukan penerbangan ke Wuhan. Sampai saat ini, seluruh bandara dunia juga telah melakukan pemeriksaan ketat bagi setiap penumpang dari Tiongkok yang baru saja mendarat.

The post Virus Corona Ancam Jadwal Penerbangan appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/virus-corona-ancam-jadwal-penerbangan/feed/ 0
Prestasi Gemilang Indonesia Convention Exhibition https://destinasian.co.id/prestasi-gemilang-indonesia-convention-exhibition/ https://destinasian.co.id/prestasi-gemilang-indonesia-convention-exhibition/#respond Mon, 28 Oct 2019 08:00:37 +0000 https://destinasian.co.id/?p=50048 Di usianya yang masih sangat muda, Indonesia Convention Exhibition berhasil menjadi salah satu tempat pagelaran MICE terbaik di Indonesia.

The post Prestasi Gemilang Indonesia Convention Exhibition appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Indonesia Convention Exhibition atau kerap disebut ICE mulai beroperasi sejak Agustus 2015. Di usianya yang masih sangat muda, arena pameran, konvensi, dan rapat ini telah berhasil menorehkan prestasi gemilang di belantika industri MICE di Indonesia sebagai salah satu yang terbaik.

Hanya dalam kurun waktu empat tahun, ICE yang terletak di kawasan BSD City, Tangerang tersebut telah sukses menggelar acara-acara besar berskala nasional dan internasional, seperti GAIKINDO International Auto Show (GIIAS) yang berlangsung berkala setiap tahun hingga konser-konser musisi dunia seperti Katy Perry dan Westlife.

Kami berbincang dengan Ryan Adrian, Presiden Direktur PT Indonesia International Expo tentang perjalanan ICE sebagai salah satu tempat penyelenggara pameran populer di kawasan Jabodetabek dan juga rencana pengembangan ICE ke depan.

ICE BSD, indonesia convention exhibition
Ryan Adrian, Presiden Direktur PT Indonesia International Expo, perusahaan yang membawahi ICE.

Memasuki tahun kelima, apa kontribusi terpenting ICE bagi dunia MICE Indonesia? Kami memberikan suplai fasilitas tempat MICE yang sangat memadai bagi Indonesia. Karena tanpa fasilitas tempat yang memadai, Indonesia tak bisa berkompetisi dengan negara-negara lain sebagai destinasi MICE. Kedua, kami menunjang dan menstimulasi sektor MICE, khususnya secara nasional. Kami juga menggerakkan perekonomian lokal lewat acara-acara yang berlangsung di ICE. Contohnya, jika ada acara besar di ICE, maka imbasnya juga terasa di perekonomian sekitar, mulai dari membanjirnya pengunjung di tempat-tempat makan hingga mendongkrak tingkat hunian hotel di sekitar dan juga penerimaan pajak daerah.

ICE merupakan kompleks pameran dan konvensi terbesar di Indonesia. Apa saja keunggulannya dalam hal fasilitas, layanan, dan sumber daya manusia? ICE didesain secara komprehensif sebagai tempat MICE oleh arsitek dan firma desain yang biasa membangun arena pameran dan konvensi kelas dunia. Dengan demikian, secara desain ICE telah teruji kualitasnya. Dari sisi pengunjung, kami juga senantiasa memberikan kenyamanan yang prima, umpamanya lewat ketersediaan toilet yang banyak, area parkir luas, serta infrastruktur sinyal ponsel dan internet yang memadai. Dari sisi sumber daya manusia, kami juga terus mengembangkan kemampuan para staf agar dapat mendukung kebutuhan penyelenggara dan pengunjung, termasuk menyediakan Client Service Officer yang memastikan kebutuhan klien saat menggelar acara di ICE terpenuhi.

Untuk meyakinkan penyelenggara konvensi dan pameran agar mau membawa acara mereka ke ICE, sebutkan tiga nilai jual ICE yang akan Anda tawarkan? Tata ruang di ICE sangat nyaman untuk acara dengan beragam skala. Partisi antar hall bisa dibuka guna menciptakan area pameran yang luas. Untuk acara yang masif seperti pameran otomotif, 10 hall yang tersedia bisa terkoneksi dengan area konvensi. Dengan luas total area pameran mencapai 50.000 meter persegi, ICE dapat menampung 60 ribu orang sekaligus. Kemudian, sistem loading barang yang memang dirancang fleksibel. Pintunya cukup lebar. Pesawat taktis juga bisa masuk. Dengan keunggulan ini kami membuka kesempatan bagi penyelenggara untuk bertindak sekreatif mungkin dalam membuat acara yang kolosal. Sebagai contoh, kami akan menghadirkan ICE Fest akhir tahun ini dengan tema Journey to The Winter Village lengkap dengan area salju. Kami ingin membuktikan bahwa kami bisa membantu mewujudkan ide kreatif klien atau penyelenggara acara. Faktor penunjang lain yang kami tawarkan adalah akses ke lokasi yang cukup mudah dan keamanan yang solid.

ICE BSD, indonesia convention exhibition
Lobi Nusantara Hall, salah satu ruang konvensi di ICE.

Berapa jumlah acara dan pengunjung di ICE dari Agustus 2015 hingga Agustus 2019? Kami telah memfasilitasi lebih dari 1.000 acara dari berbagai skala. Dengan jumlah tersebut, kami merekam jumlah pengunjung lebih dari 10 juta orang.

Mengevaluasi statistik acara dan pengunjung itu, ICE masih punya potensi untuk diperluas? Secara fisik, saat ini kami masih dalam fase satu. Kami belum berencana memasuki fase kedua dalam waktu dekat. Pekerjaan rumah kami adalah memaksimalkan fasilitas yang ada saat ini dan memastikan bahwa seluruh ruang yang ada terisi secara reguler. Jika misi tersebut sudah tercapai, kami mungkin akan masuk ke pengembangan tahap kedua. Namun, tahun ini kami telah menambahkan produk hybrid yang merupakan perpaduan antara exhibition hall dan convention hall bernama Sriwijaya Hall untuk merespons permintaan konvensi dengan peserta ribuan.

Bagaimana ICE merespons perkembangan teknologi? Perkembangan teknologi digital tidak bisa dihindari. Kami juga berusaha untuk mengikuti perkembangan. Namun kami tak ingin latah dan gegabah memasang teknologi terkini. Kami cermati apa yang dibutuhkan, lalu mengaplikasikannya. Saat ini sudah menggunakan sistem Gigabit Passive Optical Network yang terintegrasi dengan sistem AV, internet, paging system, dan CCTV. Selain itu, kami juga memaksimalkan penggunaan media sosial untuk menyampaikan informasi yang akurat dan cepat. Tak ketinggalan, situs informasi yang mudah diakses dan informatif.

Terkait isu lingkungan (sustainability), inisiatif atau praktik apa yang ditempuh ICE untuk mengurangi konsumsi energi dan emisi karbon? Pada 2017 ICE menerima penghargaan World Gold Winner dari FIABCI atau federasi real estate internasional dalam kategori Purpose to Build. Salah satu faktor penilaiannya adalah desain yang tepat dengan penggunaan serta pemakaian freon yang ramah lingkungan. Desain atap ICE sendiri mampu memaksimalkan penetrasi cahaya natural sehingga dapat mengurangi penggunaan lampu. Kami juga memiliki sistem pengolahan sampah serta daur ulang air yang digunakan kembali untuk menyiram taman dan suplai air toilet.

Acara di ICE sangat variatif, mulai dari bursa buku, konser, hingga pameran otomotif. Dalam rencana kerja tahun berikutnya, apakah ICE akan fokus pada segmen acara atau sektor industri tertentu? Secara teknis, ruang pameran kita lebih luas dibanding konvensi dan meeting. Namun secara jumlah, ruang meeting kita juga banyak. Belum lagi area konvensi hybrid yang baru kami luncurkan. Melihat data fasilitas yang tersedia, pameran tetap jadi fokus utama kami, akan tetapi kami tak segan mengundang para penyelenggara menggelar berbagai macam acara, mulai dari rapat, wisuda, hingga mungkin kampanye politik di ICE mengingat kami memiliki fasilitas yang bersifat fleksibel.

Apakah akan membuka restoran baru, mengingat kini hanya ada satu restoran? Dalam waktu dekat kami akan mengembangkan konsep food and beverage baru. Cendana Lounge di lantai Mezzanine akan diubah menjadi sebuah kafe sementara lounge-nya akan digeser ke lokasi lain. Lounge tersebut dapat digunakan untuk meeting, bersantai, main biliar di antara jeda acara pameran atau konvensi. Selain itu, kami juga tengah menjajaki rencana untuk bermitra dengan pihak ketiga dalam membuat restoran. Untuk saat ini, ketika ada acara besar berlangsung di ICE, kami juga rajin membuat restoran temporer yang digarap oleh tim kami guna mengakomodasi kebutuhan perut penyelenggara acara maupun pengunjung.

ICE BSD, indonesia convention exhibition
Interior Nusantara Hall, ruang konvensi yang sanggup mengakomodasi sekitar 3.000 delegasi.

Merujuk ICCA Statistics Report 2018, Indonesia berada di posisi 36, kembali berada di bawah Thailand, Malaysia, dan Singapura. Adakah agenda dari ICE untuk meningkatkan peringkat Indonesia? Sebagai salah satu penyedia fasilitas MICE, kami juga menggandeng pihak-pihak lain untuk menarik lebih banyak penyelenggara acara ke ICE. Baru-baru ini kami resmi bermitra dengan Kementerian Pariwisata sebagai penyedia salah satu tempat pameran dan konvensi internasional yang dibawa oleh kementerian. Langkah lain yang kami tempuh adalah rajin mengikuti trade show di luar negeri untuk menggaet klien-klien internasional baru.

Informasi lebih lanjut, kunjungi Indonesia Convention Exhibition

Artikel ini merupakan kerja sama dengan Indonesia Convention Exhibition.

The post Prestasi Gemilang Indonesia Convention Exhibition appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/prestasi-gemilang-indonesia-convention-exhibition/feed/ 0
Sriwijaya Air Tutup 6 Rute Domestik https://destinasian.co.id/sriwijaya-air-tutup-6-rute-domestik/ https://destinasian.co.id/sriwijaya-air-tutup-6-rute-domestik/#respond Wed, 17 Jul 2019 04:09:34 +0000 http://destinasian.co.id/?p=47964 Alami kerugian hingga Rp1,2 triliun, maskapai ini tutup enam rute domestik mereka.

The post Sriwijaya Air Tutup 6 Rute Domestik appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Tahun 2019 mungkin bukan tahun yang baik bagi industri penerbangan di Tanah Air. Setelah beberapa waktu lalu masyarakat sempat gempar karena harga tiket rute domestik yang kelewat mahal, kali ini banyak maskapai menutup rute domestiknya demi alasan efisiensi.

Salah satunya adalah Sriwijaya Air. Tak hanya satu rute, namun maskapai yang menjalin kerja sama operasional dengan Garuda Indonesia ini dikabarkan bakal menutup enam rute domestik mereka. Pasalnya, pada 2018 lalu disebutkan bahwa Sriwijaya Air telah mengalami kerugian hingga Rp1,2 triliun.

Maskapai yang berkantor pusat di Tangerang tersebut akan membekukan sejumlah rute yang tidak bisa bersaing dengan maskapai lainnya, yaitu Jakarta-Banyuwangi, serta beberapa penerbangan ke wilayah Indonesia Timur, seperti Sulawesi dan Papua, salah satunya adalah Merauke-Nabire.

Baca juga: Garuda Tambah Frekuensi Jakarta-Samarinda; Turkish Airlines Buka Rute ke Bali

Namun, dari upaya penutupan rute tersebut, Sriwijaya Air juga berencana meminimalisir perjanjian kerja sama yang tidak menguntungkan, hingga membuka empat rute baru yang dianggap lebih menguntungkan untuk memperbaiki kinerja keuangan. Tahun ini, Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Sriwijaya Air menargetkan dapat mencetak laba hingga Rp300 miliar.

Joseph Dajoe K Tendean selaku Direktur Komersial Sriwijaya Air menyebutkan bahwa mereka sedang menjajaki rute-rute ramai peminat seperti Jakarta-Manado-Sorong dan Surabaya-Samarinda.

Informasi selengkapnya, kunjungi Sriwijaya Air.

The post Sriwijaya Air Tutup 6 Rute Domestik appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/sriwijaya-air-tutup-6-rute-domestik/feed/ 0
Little Singapore Mulai Melirik Turis Indonesia https://destinasian.co.id/lagoi-kian-ramah-turis-domestik/ https://destinasian.co.id/lagoi-kian-ramah-turis-domestik/#respond Wed, 20 Feb 2019 06:36:00 +0000 http://destinasian.co.id/?p=45422 Lama fokus ke pasar Singapura, Lagoi kini agresif merayu turis domestik.

The post Little Singapore Mulai Melirik Turis Indonesia appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Kiri-kanan: Pemandu tur ATV di Treasure Bay; Dua turis menyusuri pantai di Lagoi, kawasan wisata di barat laut Bintan.

Oleh Yohanes Sandy
Foto oleh Muhammad Fadli

Sebelum ada jalan baru,” kata sopir saya, “waktu tempuh dari bandara ke Lagoi bisa dua jam lebih.” Meninggalkan Bandara Raja Haji Fisabilillah di belahan tenggara Bintan, saya membelah pulau secara diagonal menuju Lagoi di sisi barat laut. Di bawah langit mendung akhir tahun, mobil melesat di jalan sepi. “Hampir setiap hari hujan. Bapak datang di bulan yang salah,” ujar sopir saya lagi.

Barangkali bukan cuma bulannya yang salah, tapi juga caranya. Lagoi lebih mudah didatangi dari Singapura. Menaiki feri cepat dari Terminal Tanah Merah, kita bisa menggapai Dermaga Bandar Bentan Telani, gerbang Lagoi, dalam waktu hanya 50 menit. Dengan cara itu pula turis asing memasuki Lagoi.

Setelah 90 menit menyusuri jalan lengang, mobil saya mendarat di Lagoi. Hari ini saya menginap di Cassia, hotel yang diresmikan pada akhir 2017. Hotel waralaba ini membawa konsep yang baru di Lagoi: apartemen bergaya muda. Lobinya dibalut mural warna-warni karya seniman Adi Dharma. Tiap kamarnya dilengkapi living room, area makan, serta dapur.

Batu besar bertaburan di pesisir—panorama alam khas Bintan.

Lagoi mulai dikembangkan sebagai tujuan wisata pada 1991. Idenya sederhana, tapi cukup jitu. Bintan, bersama pulau-pulau tetangganya di Kepulauan Riau, merupakan destinasi island holiday terdekat dari Singapura. Tapi pulau saja tentu tak memadai untuk memikat warga tetangga itu. Infrastruktur harus dibangun, juga beragam atraksi wisata. Lagoi didesain sebagai destinasi satu atap yang menyediakan semuanya.

Pada 2007, megaproyek Lagoi diluncurkan. Pengelolanya, Bintan Resorts, merupakan anak usaha perusahaan Singapura Gallant Venture. Luas Lagoi sekitar 18.000 hektare, kira-kira setara Jakarta Timur, mencakup hampir semua lahan di sisi utara Bintan, walau sementara ini hanya sebagian yang telah dikembangkan. Lahan pesisirnya telah ditaburi banyak resor, contohnya Angsana, Banyan Tree, Club Med, hingga yang terbaru, Cassia. Secara kolektif, Lagoi mengoleksi sekitar 7.000 kamar.

Didesain untuk menjala turis Singapura, Lagoi pun merekah jadi semacam “Little Singapore.” Datang di akhir pekan, warga asal Singapura mendominasi. Singlish bagaikan bahasa nasional kedua di sini. Dulu, saking banyaknya pelancong asal Singapura, dolar Singapura bahkan diterima luas sebagai alat tukar, termasuk untuk membayar panti pijat dan membeli es kelapa muda—praktik yang kemudian dilarang pada 2013.

Kiri-kanan: Pos penjaga pantai di Lagoi; Koki resor Angsana Bintan.

Tapi Lagoi kini perlahan mulai melebarkan fokusnya. Turis Indonesia kian mendapatkan perhatian lebih. Bintan Resorts telah menerbitkan buku panduan wisata berbahasa Indonesia, serta meluncurkan situs tuntunan wisata halal melalui kerja sama dengan HalalTrip. Arah baru itu kemudian ditularkan pula ke pihak hotel, termasuk ke Cassia Bintan. Hotel ini mengundang sejumlah awak media nasional untuk merayakan pembukaannya—keputusan yang langka dalam sejarah Lagoi.

Mudah ditebak, semua kebijakan itu dilandasi motif finansial. Bukan sesuatu yang bijak memang bagi sebuah destinasi wisata untuk bergantung pada satu sumur uang. Lagi pula, segala yang ditawarkan Lagoi tidak eksklusif untuk turis Singapura. Banyak resornya melayani segmen keluarga. Atraksi wisatanya ramah bagi siapa saja.

Kawasan hutan bakau di Treasure Bay.

Lihat misalnya Treasure Bay. Kompleks rekreasi ini menampung Crystal Lagoon, laguna artifisial terbesar di Asia Tenggara. Luasnya 6,3 hektare, setara 50 kolam renang berstandar Olimpiade. Dari ujung ke ujung, panjangnya mencapai 800 meter. “Ada cable ski, seluncur air, kayak, taman bermain air, dan masih banyak lagi,” tambah Nasron Ibrahim, Recreation Manager, tentang aktivitas di Crystal Lagoon. Satu tawaran tempat ini yang langka adalah jetovator, mesin bertenaga air yang mampu menerbangkan kita beberapa meter ke udara.

Treasure Bay, kata Nasron lagi, memiliki banyak penggemar di kalangan turis lokal, terutama di musim libur panjang. “Bisa ada ribuan pengunjung. Yang paling ramai, kita pernah mencatat rekor tiga hingga empat ribu pengunjung,” ujar pria asli Bintan ini.

Selain wahana buatan, Treasure Bay menawarkan petualangan alam: tur hutan bakau. Bukan hal baru di Indonesia memang. Akan tetapi, berhubung terbiasa melayani turis Singapura yang terkenal teliti dan waswas, standar pelayanan dan keamanannya sangat bisa diandalkan. Tur ini mengajak kita menyusuri Sungai Sebung dan mengintip satwa penghuninya. Untuk paket malam hari, magnet utamanya ialah kerumunan kunang-kunang yang berpendar di tengah gulita.

Kiri-kanan: Lampion berwujud satwa di Lagoi Bay Lantern Park; Turis melewati kompleks The Canopi.

Sekitar 10 menit berkendara dari Treasure Bay, saya singgah di Safari Lagoi Bintan, atraksi lain yang sepertinya mudah diterima pasar domestik. Tempat yang dibuka pada 2016 ini menampung lebih dari 100 ekor satwa, termasuk orangutan dan komodo. Menurut salah seorang stafnya, Safari Lagoi juga menjalankan fungsi pengembangbiakan. Hampir semua satwa hadir berpasangan. “Minimal sepasang. Tujuannya agak mereka dapat berkembang biak,” ujarnya.

Safari Lagoi juga memiliki kebun organic yang menawarkan wisata edukatif, terutama untuk anak-anak. Mereka bisa menyusuri kebun sawi dan buah naga, lalu mempelajari pembuatan pupuk di zona Kids Compost Factory. Sejalan dengan keinginan menjala turis lokal, tempat ini mematok tarif terjangkau, Rp30.000, sudah termasuk bonus sepiring rujak buah di pintu keluar. “Dulu buah-buah hasil perkebunan dijual, tapi sekarang dikonsumsi sendiri untuk pengunjung,” ujar seorang wanita lokal peracik rujak.

Gajah Sumatera di Safari Lagoi, objek wisata yang dibuka pada 2016.

Di luar atraksi-atraksi wisata baru, Lagoi masih mempertahankan daya tarik klasiknya: golf. Kawasan ini menampung empat padang golf yang dirancang oleh para selebriti sekaliber Jack Nicklaus dan Greg Norman. Cabang olahraga lain yang mulai populer di Lagoi ialah triatlon. Ajang utamanya, Ironman 70.3 Bintan, menantang peserta berenang di Teluk Lagoi, lalu mengayuh sepeda mengitari belahan timur pulau, kemudian beradu lari di kawasan resor Lagoi.

Kehadiran Lagoi telah memberi Bintan aset yang mumpuni untuk memikat turis. Dalam daftar jumlah turis asing berdasarkan pintu masuk jalur laut, pelabuhan di Bintan bertengger di peringkat kedua nasional setelah Batam pada 2017. Jika kini wisatawan domestik masih terlihat minim di Lagoi, itu mungkin karena tempat ini masih di tahap “pemula” dalam memahami selera lokal.

Kiri-kanan: Tur menyusuri hutan bakau di Treasure Bay; Interior kamar Cassia Bintan, hotel yang menyasar segmen milenial.

Variasi tempat hiburan dan belanja masih terbatas. Beach club pertamanya baru diluncurkan akhir 2017, sementara pusat perbelanjaannya didominasi factory outlet yang jamak ditemukan di Bogor atau Bandung. Dalam hal akses, penerbangan ke Bintan telah dilayani tiga maskapai nasional, tapi jarak bandara yang jauh dan mahalnya biaya transportasi masih menjadi kendala. Seperti saya singgung di awal, Lagoi lebih mudah disambangi via Singapura, tapi tentu janggal rasanya jika kita mesti membawa paspor ketika berlibur di dalam negeri.

Masih butuh waktu bagi Bintan Resorts untuk melihat hasil dari inisiatifnya dalam memikat turis Indonesia. Sembari menanti, tempat ini terus membangun. Alila Bintan sudah sudah menawarkan vila-vilanya, sementara Holiday Inn Resort dan Hotel Indigo mulai menerima tamu pada 2019. Di kawasan barat Indonesia, Lagoi merupakan destinasi dengan pertumbuhan resor terpesat. Sementara untuk menjawab problem akses, Bintan membangun New Bintan Airport dengan target operasi 2020. Berlokasi di barat pulau, bandara ini akan menyunat durasi perjalanan ke Lagoi menjadi 50 menit. Terminalnya akan mengusung desain tropis, langgam yang sudah diaplikasikan di sejumlah tempat, misalnya Koh Samui, tapi terbilang baru untuk Indonesia.

Kiri-kanan: Staf resor Banyan Tree Bintan; Crystal Lagoon, laguna artifisial terbesar di Asia Tenggara.

PANDUAN
Rute
Penerbangan ke Bandara Raja Haji Fisabilillah dilayani antara lain oleh Garuda Indonesia (garuda-indonesia.com) dan Sriwijaya Air (sriwijayaair.co.id). Dari bandara, Lagoi berjarak sekitar 90 menit. Opsi lain ke Lagoi ialah lewat Singapura dengan menaiki feri Bintan Resort Ferries (brf.com.sg) selama 50 menit dari Terminal Tanah Merah menuju Dermaga Bandar Bentan Telani.Untuk menjelajahi Lagoi, gunakan mobil sewaan yang bisa ditemukan antara lain di Pujasera Lagoi dan Bandar Bentan Telani.

Penginapan
Selain properti senior semacam Banyan Tree dan Club Med, ada dua pendatang baru dengan konsep yang unik. The Canopi (thecanopi.commulai dari Rp1.700.000) menawarkan glamping di tepi Crystal Lagoon, sementara Cassia Bintan (cassia.com; mulai dariRp1.100.000) menaungi 180 unit akomodasi berkonsep apartemen. Jika mendambakan vila dengan kolam renang privat, salah satu opsinya ialah Holiday Villa Pantai Indah (holidayvillahotels.com; mulai dari Rp3.900.000).

Aktivitas
Di jantung Lagoi terdapat kompleks Treasure Bay (treasurebaybintan.com) yang menampung Crystal Lagoon, laguna artifisial terbesar di Asia Tenggara. Di tempat ini Anda juga bisa menikmati tur hutan bakau yang digelar siang dan malam hari. Sekitar 10menit berkendara dari Treasure Bay, Safari Lagoi Bintan menampung lebih dari 100 ekor satwa dan kebun yang menawarkan wisata edukatif untuk anak. Untuk pengalaman kuliner khas lokal, Kelong Dining (banyantree.com) mengajak tamu mencicipi hidangan laut di kelong, istilah untuk rumah panggung tempat nelayan rehat dan memancing. Bagi mereka yang ingin mengisi malam, Xana Beach Club (angsana.com) menawarkan pentas DJ dan makan malam di tepi pantai.

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Januari/Maret 2019 (“Arah Baru”).

The post Little Singapore Mulai Melirik Turis Indonesia appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/lagoi-kian-ramah-turis-domestik/feed/ 0
Garuda Tawarkan Koneksi WiFi Gratis https://destinasian.co.id/garuda-tawarkan-koneksi-wifi-gratis/ https://destinasian.co.id/garuda-tawarkan-koneksi-wifi-gratis/#respond Mon, 31 Dec 2018 07:38:20 +0000 http://destinasian.co.id/?p=44514 Sebanyak 203 maskapai perusahaan Garuda Indonesia bakal dilengkapi internet gratis.

The post Garuda Tawarkan Koneksi WiFi Gratis appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Koneksi internet di dalam pesawat kini menjadi kebutuhan krusial. Kian banyak maskapai yang memasang koneksi internet nirkabel gratis di kabin pesawatnya. Namun, belum semua maskapai—terutama maskapai Tanah Air yang dilengkapi dengan koneksi WiFi cuma-cuma. Sampai saat ini, baru Garuda Indonesia yang menyediakan fasilitas tersebut untuk penumpang Kelas Utama.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kenyamanan penumpang, mulai 2019, sebanyak 203 armada milik perusahaan Garuda Indonesia akan dilengkapi layanan WiFi gratis. Fasilitas tersebut bakal ditanamkan pada 50 unit pesawat Citilink, 103 unit pesawat Garuda Indonesia dan 50 unit pesawat Sriwijaya Air.

Baca juga: 4 Layanan In-Flight WiFi8 Maskapai Sediakan WiFi Gratis

Terhitung mulai 28 Desember 2018 silam, maskapai Citilink resmi menjadi maskapai pertama di Indonesia yang menyediakan akses WiFi gratis untuk seluruh penumpangnya.  Anak perusahaan Garuda tersebut bekerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) untuk memasang GX Aviation System. Sistem tersebut memungkinkan penumpang untuk menjelajah internet dan berselancar di media sosial selama penerbangan. Penumpang cukup melakukan proses koneksi WiFi seperti biasanya, kemudian login dengan aplikasi yang telah tersedia.

Proses pemasangan WiFi pada seluruh armada milik Grup Garuda Indonesia bakal dilakukan secara bertahap hingga 2020 mendatang. Menariknya lagi, meski memberikan fasilitas WiFi gratis dalam layanan penerbangannya, hal itu tidak akan memengaruhi kenaikan tarif pesawat.

Informasi selengkapnya, kunjungi Garuda Indonesia.

The post Garuda Tawarkan Koneksi WiFi Gratis appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/garuda-tawarkan-koneksi-wifi-gratis/feed/ 0
Tur Kopi di Yogyakarta https://destinasian.co.id/tur-kopi-di-jogja/ https://destinasian.co.id/tur-kopi-di-jogja/#respond Mon, 26 Nov 2018 04:50:04 +0000 http://destinasian.co.id/?p=43985 Selain mengoleksi lebih dari 1.000 kedai, Yogya giat menggelar ajang kopi dan mempromosikan biji lokal.

The post Tur Kopi di Yogyakarta appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Suasana kompetisi menyeduh kopi dengan teknik Aeropress di Kemari Coffee & Space.

Oleh Wiwik Mahdayani
Foto oleh Kurniadi Widodo

Melacak kedai Pak Rohmat yang menyempil di kawasan Menoreh, mobil saya terpaksa berhenti akibat terhadang proyek perbaikan jalan. Saya pun menelepon Pak Rohmat, dan beliau langsung menawarkan diri untuk menjemput saya menaiki sepeda motor, tanpa bertanya saya siapa, dari mana, dan mau beli kopi berapa cangkir. Orang ini mungkin layak diberi gelar barista paling baik hati. Walau kedainya sudah laris manis, dia tak segan memberi layanan ekstra kepada kliennya. Kehangatan sikapnya mendahului kehangatan kopinya.

Namanya Kedai Kopi Menoreh Pak Rohmat, tapi sang pemilik lebih suka menyebutnya “warung.” Alamatnya di Dusun Madigondo, sekitar 40 kilometer dari Bandara Adisutjipto. Perjalanan ke sini membawa saya menyusuri jalan berkelok di pinggang perbukitan dan menembus udara sejuk Kabupaten Kulon Progo.

“Warung saya buka setiap hari. Akhir pekan biasanya ramai. Kalau tidak pesan, kadang tidak dapat tempat,” kata Pak Rohmat. Lelaki paruh baya ini memperlakukan saya dengan santun layaknya kerabat yang sedang bertamu. Saya melihat sekeliling. Interior kedainya dibelah-belah sekat. Sebagian meja menyuguhkan pemandangan hutan dan kebun di sekitar. Tempat ngopi yang nyaman dan fotogenik.

“Ini kebetulan ada grup dari Madiun,” sambung Pak Rohmat seraya menunjuk sekelompok orang yang sedang mengobrol sambil menikmati camilan. “Banyak orang datang ke sini karena media sosial. Termasuk grup itu.”

Kedai sederhana ini lahir dari gagasan yang juga sederhana. Pak Rohmat semata ingin menyediakan wadah ngopi. Cara pandangnya itu baru bergeser usai mendapat bantuan modal dan pendampingan dari seorang pengusaha restoran di Kota Yogyakarta. Pak Rohmat perlahan sadar bahwa yang aset terpenting kedainya bukanlah cairan kafein, melainkan atmosfer pedesaan. “Sejak mendapat pendampingan, mulai dikunjungi oleh komunitas sepeda, rombongan motor gede, dan pengunjung situs religi yang terletak dekat sini,” jelasnya.

Kiri-kanan: Le Mindoni,kedai dengan fasad bergaya Eropa; susunan stoples berisi berbagai biji kopi di meja racik
Wikikopi, institusi pendidikan kopi yang berlokasi di lantai dua Pasar Kranggan.

Konsep menjual suasana guyub juga ditawarkan oleh Warung Kopi Merapi. Lokasinya, sesuai namanya, di kaki Gunung Merapi. Bak penghangat di tengah udara dingin, warung ini populer di kalangan turis. Kendati singgah di hari kerja, saya sulit mendapatkan meja.

Warung ini dirintis pada 2010, tapi bangunannya sempat hancur akibat erupsi hingga peresmiannya tertunda hingga 2012. Jaraknya dari kepundan memang hanya tujuh kilometer, menjadikannya salah satu warung dengan alamat paling berisiko di dunia. Warung Kopi Merapi juga tidak bergerak solo, melainkan bagian dari Desa Wisata Petung. Tur di sini dimulai dengan trekking di lereng, jalan-jalan di kebun kopi, kemudian ngopi di warung. Setidaknya begitu konsepnya. Belakangan, Warung Kopi Merapi justru lebih bersinar ketimbang desa wisatanya. Kecuali saat Gunung Merapi batuk-batuk, warung ini rutin disinggahi turis.

Warung Kopi Merapi dikelola oleh Pak Sumijo, aktor penting dalam bisnis kopi di lereng Merapi. Dia menjabat Ketua Koperasi Kebun Makmur, lembaga yang menaungi sekitar 800 petani dengan lahan tanam seluas 300 hektare. Sejarah tanaman kopi yang mereka budidayakan berakar pada zaman kolonial, tapi baru digarap intensif pada 1984, dimulai dengan varietas robusta, kemudian arabika.

Pak Sumijo dan Pak Rohmat adalah dua sampel sukses dari merekahnya bisnis kopi di Yogyakarta. Lama terkenal akan kampus dan senimannya, provinsi ini perlahan mulai tertera dalam peta kopi nasional. Kedai kopinya makin marak dan variatif. Sejumlah baristanya, sebut saja Qiqie Biant dan Firmansyah, mulai menapaki status selebriti. Iklim bisnis juga kian kondusif seiring meningkatnya apresiasi publik. Oktober tahun lalu misalnya, ajang Malioboro Coffee Night sukses memikat ribuan orang.

Seiring perkembangan itu, biji-biji lokal makin dikenal dan diminati. Selain memikat pelancong lewat warungnya yang fotogenik, Pak Sumijo dan Pak Rohmat rutin memasok kopi ke aneka kedai di kota melalui konsorsium petani. Yogyakarta memang sudah terjangkit demam third wave coffee movement, di mana salah satu cirinya adalah keberpihakan kepada petani lokal. Cobalah kunjungi sembarang kedai, maka hampir pasti kita akan menemukan kopi lokal dalam daftar menunya.

Kiri-kanan: Proses pembuatan kopi joss di Angkringan Lik Man, di mana arang dicemplungkan langsung ke cairan
kopi panas; Kasno, petani di lereng Merapi yang memproduksi kopi bubuk dan memasok banyak kedai di kota Yogyakarta.

Pak Kasno adalah figur sukses lain dari merekahnya budaya ngopi di sini. Petani di lereng Merapi ini sekarang kewalahan memenuhi permintaan pasar, baik dari kedai-kedai di kota maupun pembeli yang datang langsung ke rumahnya. “Saya tidak mau gara-gara orang mau beli, saya ambil dari orang lain,” jelas Pak Kasno tentang prinsip usahanya. “Kalau bukan kopi saya, tidak bisa saya jamin kualitasnya.”

Pak Kasno menanam kopi dengan sistem tumpang sari, praktik yang lumrah di Indonesia sebenarnya. Di tengah gerimis, dia mengajak saya blusukan di kebunnya, menerangkan perbedaan pohon robusta dan arabika, kemudian memasuki sebuah gudang yang dirakit dari bambu. “Ini full washed, itu honey,” katanya sembari menunjuk biji-biji olahan yang terserak di atas tepas.

Baca juga: Jogja Lautan Wayang

Petani kopi di Yogyakarta memiliki skala produksi yang kecil, itu sebabnya mereka acap kesulitan memenuhi permintaan pasar. Berbeda dari Toraja atau Gayo yang mengoleksi perkebunan lapang dengan pasar ekspor yang gemuk, mayoritas kebun di Yogyakarta hanya berbentuk kaveling yang menyebar sporadis dan melayani segmen domestik. Menyiasati kondisi tersebut, setiap habis panen, Pak Kasno menyimpan persediaan kopi untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya. “Seperti ini saya sudah bahagia. Sudah cukup untuk keluarga.”

Akan tetapi, meski pasokannya terbatas, kualitas kopi Yogyakarta cukup kompetitif. Banyak petani telah memahami proses produksi modern untuk meningkatkan nilai tambah komoditasnya. Beberapa dari mereka tidak lagi menjual biji semata, tapi juga bubuk kemasan siap seduh, termasuk Pak Kasno yang menjajakan bubuk bermerek Kopi Merapi Pak Kasno. “Dulu kopi dihargai murah karena dijual tanpa diproses,” kenangnya. “Sekarang harganya lebih baik karena sudah diolah menjadi siap minum.”

Kiri-kanan: Sisa-sisa panen padi di kaki Perbukitan Menoreh, kawasan yang mulai marak ditanami pohon kopi; Pak Rohmat, petani sekaligus pemilik Kedai Kopi Menoreh, tempat yang populer di daerah Kulon Progo.

Progres di tingkat hulu itu tidak lepas dari campur tangan para pelaku di hilir. Banyak pengusaha kedai menjalin koneksi langsung dengan produsen, bukan pemasok. Mereka mengutus grader untuk menemui para petani dan memesan biji olahan dengan standar yang spesifik. Dari proses itulah berlangsung transfer pengetahuan tentang proses pengolahan kopi.

Andry Mahardhika adalah contoh pelaku hilir yang menjalin kerja sama dengan para petani, termasuk Pak Kasno. Dia seorang roaster yang mengasuh Barista & Koffie Lovers (BKVR), komunitas penikmat kopi di Yogyakarta. “Tujuannya memajukan kopi di Jogja,” jelasnya tentang alasannya bermitra dengan petani.

Andry sudah 13 tahun menetap di Yogyakarta. Dia primbon yang cukup tebal untuk menggali dunia perkopian lokal. Katanya, per Maret 2017, Provinsi Yogyakarta mengoleksi 1.054 kedai kopi. Kendati demikian, lanjutnya, skena kopi di sini masih terbilang muda. Kedai baru menjamur dalam beberapa tahun terakhir. Sebelumnya, Yogyakarta praktis didominasi budaya minum teh dan wedang.

Sebagaimana yang berlangsung di daerah lain, pertumbuhan kedai kopi di Yogyakarta merupakan buah dari peningkatan daya beli, serta pertumbuhan populasi kaum kaya dan generasi muda yang melek tren. Data ekonomi memang memperlihatkan tingkat konsumsi di sini tumbuh signifikan. Bahkan, menurut BPS, ketimpangan pengeluaran warga Yogyakarta merupakan yang tertinggi di Indonesia pada 2017. Statistik itu pula yang menjelaskan kenapa Starbucks membuka cabangnya di sini. Di tempat di mana kita bisa makan enak bermodalkan Rp20.000, pemilik kedai harus yakin publik punya jatah jajan cukup royal untuk membeli kopi seharga Rp30.000 per cangkir.

Selain peningkatan daya beli, infiltrasi kultur kopi ke Yogyakarta juga diuntungkan oleh lanskap sosial yang kondusif. Kedai-kedai tak menghadapi resistensi. Budaya kongko sambil minum sudah lama dipraktikkan di angkringan atau lesehan. Setidaknya itulah yang saya pahami saat menyambangi SUA Coffee, salah satu tempat ngopi terpopuler di kota. Mengisi bekas garasi, SUA terasa intim. Sela antar-meja sedemikian sempit, sehingga saya bisa dengan mudah berinteraksi dengan tamulainnya. “SUA mengambil konsep dari kata ‘bersua.’ Ini meeting point. Kami ingin tak ada jarak antar-pengunjung,” jelas Woro Agustin, salah seorang pemiliknya.

SUA menyajikan kopi dari beragam daerah, termasuk bubuk asal Jakarta. Kedai ini berhasil menjala banyak pelanggan loyal. Berbagi ruang dengan sebuah distro, SUA juga tampil sebagai ruang kreatif yang atraktif. Bagi Woro, tantangan bisnis berikutnya adalah mengedukasi publik tentang tradisi ngopi yang cerdas. “Sekarang kopi banyak yang bagus dan berkarakter,” jelas Woro yang juga seorang jurnalis.

Kiri-kanan: Kopi lanang dan jajanan pasar, menu andalan Kedai Kopi Menoreh yang berlokasi di Dusun Madigondo, sekitar 40 kilometer dari Bandara Adisutjipto; Firmansyah alias Pepeng, pemilik Klinik Kopi, di depan kedainya yang rimbun dan pernah dijadikan lokasi syuting Ada Apa Dengan Cinta? 2.

Kedai lain yang juga punya banyak penggemar adalah Klinik Kopi. Pamornya melambung usai dijadikan lokasi syuting Ada Apa Dengan Cinta? 2. Bangunannya didesain semiterbuka, didominasi materi bambu dan kayu, serta dikepung pohon rimbun. Cocok untuk syuting film memang.

Klinik Kopi dipimpin oleh Firmansyah alias Pepeng. Kisahnya dimulai saat dia mendapat kopi asal Australia, di mana kemasannya mencantumkan informasi seputar rasa, aroma dan kisah di baliknya. Terpikir untuk menggarap konsep sejenis di Indonesia, Pepeng kemudian mengunjungi kebun-kebun kopi di Sumatera Barat, tapi yang didapatnya di sana ternyata bukanlah cerita, melainkan drama. “Dari petani dapat banyak informasi, bahkan cerita di luar kopi. Cara mereka mempertahankan tanah, cara supaya anak bisa sekolah dari kopi,” kenangnya.

Usai perjumpaan itu, Pepeng memodifikasi agendanya. Dia tak cuma ingin menyajikan kopi yang sarat cerita, tapi juga mengusung misi sosial. “Kami lebih selektif dalam memilih kopi. Kami beli dengan harga mahal karena kami ingin petani merdeka di tanah sendiri. Sehingga mereka rutin supply ke kami,” ujarnya.

Baca juga: Secangkir Cerita Kopi Bali

Di tengah obrolan, Pepeng beranjak ke meja kerjanya yang dipenuhi stoples, kemudian meracik salah satu kopi “pro petani” versinya: segelas Padusi yang disandingkan dengan earl grey chiffon cake buatan istrinya. Kopinya disangrai dengan kadar light roast. Tujuannya, katanya, demi mengapresiasi kerja keras para petani. “Profil light roast mempertahankan rasa kopi. Orang selama ini tahunya kopi pahit, padahal rasanya kompleks.”

Klinik Kopi menganut konsep third wave puritan. Di sini, kopi dipandang sama sakralnya dengan wine, karena itu disajikan tanpa gula ataupun susu. Menikmatinya pun dengan cara lesehan, tanpa meja, juga tanpa WiFi. Walaucukup nekat untuk standar Yogyakarta, konsep itu disambut pasar. Di jam-jam sibuk, tamu mesti antre demi mendapatkan kopi seduhan Pepeng, juga menyimak kisah-kisah pertemuannya dengan para petani.

Angkringan Lik Man, salah satu sarang nokturnal paling terkenal di Yogyakarta.

Meninggalkan Pepeng, saya mengunjungi Wikikopi, sebuah institusi yang berniat membawa misi edukasi kopi ke level yang berbeda. Jika Klinik Kopi menyuguhkan kopi sembari mendidik publik, Wikikopi berniat mendidik para pendidik kopi.

Lokasinya di lantai dua Pasar Kranggan, beberapa langkah dari Tugu Jogja. Dibandingkan kedai lain di kota, interiornya relatif banal, mungkin karena fungsinya bukanlah tempat kongko. “Kami menyebutnya Sekolah Wikikopi. Fokus kami pendidikan. Kopi hanya alat untuk belajar,” jelas Tauhid Aminulloh, Strategic Communication Specialist Wikikopi.

Duduk di “kampus kopi” mungil ini, saya disuguhi secangkir Java Gunung Halu yang bersumber dari ketinggian 1.300 meter. Peraciknya tidak berstatus karyawan, melainkan peserta residensi. Program mondok ini sudah memasuki angkatan ke-13. Tujuannya mencetak kader yang tak cuma mampu membedakan antara Aeropress dan V60, tapi juga memahami aspek bisnis kopi secara komprehensif, termasuk struktur industrinya dan mata rantai pemasarannya. “Kami ingin produsen mampu mengidentifikasi value yang ada di konsumen. Pemberi rasa pada kopi adalah petani. Peran barista sekitar 10 persen,” tambah Tauhid.

Skena kopi Yogyakarta memang masih muda, tapi ekosistemnya lumayan lengkap. Ada sentra produsen kopi, kedai hipster, barista nasionalis, lembaga pelatihan, serta sejumlah ajang dan tur kopi. Mosaik perkopian yang tadinya berserakan di benak saya, kini mulai menyatu sebagai gambaran utuh. Tapi sebenarnya masih ada satu keping mosaik yang tersisa dari perjalanan saya. Memahami budaya kopi di Yogyakarta rasanya tak lengkap tanpa melawat kedai kopi paling legendaris di sini.

Suatu malam, saya singgah di Angkringan Lik Man. Tempat ini berada di kawasan Stasiun Tugu, menghuni badan trotoar. Lampu jalan memberi tambahan cahaya pada gerobak pikul suram yang tidak kentara lagi warna aslinya. Layaknya angkringan, pemiliknya memang lebih peduli pada hidangan ketimbang desain.

Kiri-kanan: Antologi Collaboractive Space, ruang kerja komunal merangkap kedai kopi yang berafiliasi dengan Wikikopi; proses menyeduh kopi yang dilakukan dengan saksama.

Angkringan Lik Man lahir di periode second wave, dan sepertinya tak pernah beranjak dari masa itu. Sejak 1960-an, sajian utamanya tetaplah kopi joss, sebuah inovasi revolusioner dari pedagang asal Klaten. Kopi ini diracik dengan metode janggal yang tidak tercantum dalam kurikulum resmi barista: mencemplungkan arang ke cairan kopi yang baru diseduh. Entah terminologi apa yang pas untuk menggambarkan karakter rasanya. Earthy, carbony, smoky? Kopi pesanan saya datang. Saya menyesapnya seraya mencoba meraba rasanya. Di sekitar saya, orang-orang dari berbagai kelas sosial duduk santai mengelilingi pikulan. Saya

tak tahu apakah mereka acuh dengan rasa kopi joss, tapi yang pasti Lik Man sukses mengembalikan khitah kopi sebagai lubrikan sosial. Tempat ini sekaligus menyadarkan saya apa yang membuat skena kopi Yogyakarta terasa berbeda: kehangatan orang-orangnya.

PANDUAN
Rute
Penerbangan ke Yogyakarta dilayani oleh semua maskapai nasional, termasuk Garuda Indonesia (garuda-indonesia.com), Citilink (citilink.co.id), dan Sriwijaya Air (sriwijayaair. co.id). Bandara baru Yogyakarta berlokasi di Kulon Progo dan ditargetkan beroperasi mulai pertengahan 2019.

Tur Kopi
Kawasan Demangan Baru mengoleksi banyak kedai populer, contohnya SUA Coffee (0274/292-1350) dan Kopi Ketjil (kopiketjil.com). Mengusung misi edukasi, Wikikopi (0812- 1515-2141) rutin membuka kelas residensi bagi barista. Kedai edukatif lainnya, Klinik Kopi (0813-9278- 4240; klinikkopi.com), tersohor usai dijadikan lokasi syuting Ada Apa Dengan Cinta? 2. Jika ingin ngopi sembari bernostalgia, kunjungi Angkringan Lik Man (Jl. Wongsodirjan). Berpindah ke belahan barat Yogyakarta, pengalaman ngopi di tengah udara sejuk ditawarkan oleh Kedai Kopi Menoreh Pak Rohmat (0878-4319- 6105). Di sisi utara, sensasi serupa bisa dinikmati di Warung Kopi Merapi (0812- 1567-8442). Selagi di sini, kunjungi pula Kebun Kopi Pak Kasno (0823-24487- 994) yang terhampar di belakang area parkir wisata Lava Tour.

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Oktober/Desember 2018 (“Kultur Kopi Kordial”)

The post Tur Kopi di Yogyakarta appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/tur-kopi-di-jogja/feed/ 0
48 Jam di Malang https://destinasian.co.id/48-jam-di-malang/ https://destinasian.co.id/48-jam-di-malang/#respond Fri, 16 Nov 2018 03:58:42 +0000 http://destinasian.co.id/?p=43825 Memetakan tempat favorit warga lokal, mulai dari warung soto legendaris hingga sanggar tari.

The post 48 Jam di Malang appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
wisata malang
Mencicipi kuliner legendaris di Depot Soto Rampal.

Teks & foto oleh Debbzie Leksono

SABTU

08:00 Depot Soto Rampal
Selain nasi bhuk dan pecel, soto merupakan sarapan favorit bagi warga Malang, dan Depot Soto Rampal (Jl. Panglima Sudirman 71A) adalah salah satu tempat terpopuler untuk menikmatinya. Soto di sini berkuah bening, tapi dengan cita rasa kaldu yang kuat, apalagi jika ditambahkan kucuran sari jeruk nipis, sambal, serta kecap manis. Lauknya meliputi empal dan aneka jeroan sapi seperti babat rawis, paru, dan otak. Kata “kolesterol” tabu rasanya diucapkan di sini.

Kelenteng Eng An Kiong menjadi penanda eksistensi budaya dan masyarakat Tionghoa di Malang sejak ratusan tahun silam.

10:00 Kelenteng Eng An Kiong
Rumah ibadah ini merangkap sentra jajan. Area parkir bawah tanahnya menampung beragam kedai yang menjajakan kuliner khas Malang, contohnya rujak cingur, es kolak, cwie mie, dan kudapan lawas semacam pluntiran dan ote-ote. Kelenteng Eng An Kiong (Jl. Martadinata) konon dikonstruksi pada 1825 atas prakarsa Letnan Kwee Sam Hway, keturunan ketujuh seorang jenderal dari Dinasti Ming. Setiap Imlek, tempat ini menggelar pertunjukan wayang potehi yang terbuka gratis untuk umum—alasan lain untuk mengunjunginya.

wisata malang
Meskipun lokasi Warung Tangkilsari ini cukup jauh dari pusat kota, tempat makan ini tidak pernah sepi pengunjung.

13:00 Warung Tangkilsari
Meski letaknya di pelosok desa, sekitar 20 menit dari pusat kota, Warung Tangkilsari (Desa Tangkilsari, Kecamatan Tajinan) senantiasa dibanjiri penggemar masakan pedas. Tamu diberikan pilihan nasi putih, nasi jagung, atau kombinasi keduanya yang kemudian disandingkan dengan urap. Bintang utamanya tentu saja lauk-pauknya: ayam, bebek, menthog, lele, cumi-cumi, kerang, kepala ikan, serta udang. Semuanya berkubang dalam kuah santan merah sarat rempah dan irisan cabai. Jangan lupa mencicipi menjes goreng, kudapan berbahan dasar kedelai bersalut tepung renyah yang lazim ditemui di Jawa Timur.

wisata malang
Java Dancer Coffee merupakan depot kopi lokal pertama di Malang yang dibuka pada Desember 2008.

16:00 Java Dancer Coffee
Desainnya bergaya Jawa. Tiap tamunya disapa dalam bahasa Jawa. Satu hal lagi yang membuatnya spesial ialah biji kopinya yang dibeli dari pelosok Indonesia. Java Dancer Coffee (Jl. Jakarta 59; javadancer.com), salah satu pelopor depot kopi lokal di Malang, kini telah memiliki beberapa cabang di penjuru kota. Selain kopi, tempat ini menawarkan beragam hidangan Barat dan Indonesia.

wisata malang
Di bagian tengah alun-alun terdapat sebuah tugu yang dikelilingi kolam teratai.

18:00 Alun-Alun Tugu
Lazimnya di kota-kota di Jawa, alun-alun merupakan ruang komunal yang menawarkan kesempatan bertemu warga lokal. Alun-Alun Tugu (Jl. Tugu) terhampar persis di depan Balai Kota Malang. Di sini warga umumnya berkerumun sejak sore hingga malam hari untuk bersantai di bangku-bangku taman seraya menikmati permainan lampu dan air mancur di kolam teratai. Saat lapar kembali mengusik, kunjungi Sentra Kuliner Sriwijaya (Jl. Sriwijaya 3) di sisi timur Alun-Alun Tugu untuk mencicipi nasi campur urap dan ayam panggang di Warung Mbak Sri.

Baca juga: Destinasi Paling Bersinar di Jawa Timur48 Jam di Banyuwangi

wisata malang
Sejak berdiri, Pasar Oro-Oro Dowo sudah menjadi pusat belanja kebutuhan pokok masyarakat sekitar.

MINGGU

07:00 Pasar Oro-Oro Dowo
Dibangun pada 1932, Pasar Oro-Oro Dowo (Jl. Guntur 20) merupakan pasar rakyat pertama di Malang. Usai direvitalisasi, ia menjadi pasar modern yang nyaman. Fasilitas keranjang belanja dorong tersedia, begitu pula monitor yang menampilkan pergerakan harian harga bahan-bahan pokok. Layaknya pasar, tempat ini mengoleksi banyak penganan tradisional, sebut saja nasi bhuk, bubur Madura, dan kue lumpur. Sekitar 500 meter dari sini terbentang Jalan Ijen yang selalu ramai saat Car Free Day bergulir tiap hari Minggu.

wisata malang
Padepokan Topeng Malangan Asmoro Bangun merupakan satu-satunya padepokan Topeng Malangan yang masih giat mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan Malang.

09:00 Padepokan Seni Topeng Asmoro Bangun
Seni Topeng Malangan berakar pada masa Kerajaan Majapahit. Sayang, eksistensinya kini terancam dan pelakunya hanya tersisa segelintir. Untuk mempelajarinya, kunjungi Padepokan Seni Topeng Asmoro Bangun (Jl. Prajurit Slamet, Dusun Kedungmonggo) yang kini dikelola oleh Tri Handoyo, cucu dari almarhum maestro seni topeng Mbah Karimun. Selain melihat proses pembuatan topeng, tamu bisa mengikuti kursus gratis Tari Topeng Malangan tiap Minggu pagi, serta menonton pentas Wayang Topeng saban Senin Legi.

wisata malang
Kelezatan Sego Sambel Cak Uut bikin orang rela antre bahkan sebelum warung dibuka.

12:00 Sego Sambel Cak Uut
Kesabaran dibutuhkan untuk menikmati hidangannya. Antrean tamu sudah mengular bahkan sebelum warung dibuka pada pukul sembilan pagi. Dalam interior berkonsep tradisional, Sego Sambel Cak Uut (Jl. Simpang Raya Langsep 41) menyajikan antara lain ayam goreng, lele, ikan asin, udang, dadar jagung, hingga jengkol dan petai. Tomat ranti dan cabainya khusus didatangkan dari Banyuwangi demi menjaga autentisitas rasa sambal tempong yang menjadi magnet utama warung ini. Guna meredakan pedas, pesanlah es dawet beras dengan potongan tape dan nangka yang legit.

wisata malang
Beragam jajanan pasar yang ada di Lai Lai Market.

15:00 Lai Lai Market
Sebenarnya ini toko swalayan yang menjajakan aneka buah dan produk impor. Namun, berkat koleksi jajanannya yang sangat lengkap, ia lebih dikenal sebagai sentra oleh-oleh. Lai Lai Market (Jl. Arjuno 36) menawarkan lebih dari 100 macam hidangan, mulai dari makanan ringan hingga pencuci mulut. Usai memborong, pengunjung bisa rehat sejenak di Illy Café sambil menyesap kopi dengan ditemani panekuk atau pasta panggang.

wisata malang
Inggil Museum Resto merupakan salah satu rumah makan terkenal di Malang yang menggabungkan konsep resto dan museum.

19:00 Inggil Museum Resto
Interiornya seperti mesin waktu yang melemparkan kita ke zaman penjajahan. Di sekitar meja-meja makan terpajang beragam artefak masa silam seperti telepon, mesin ketik, serta kaset kuno. Sensasi lawas kian lengkap berkat alunan musik keroncong dan karawitan yang membuai pengunjung selagi menyantap nasi jagung, pecel terung, trancam, sambal pencit (mangga muda), atau rawon buntut. Pada hari-hari tertentu, Inggil Museum Resto (Jl. Gajahmada 4) menanggap pentas ketoprak, wayang, dan tari topeng.

The post 48 Jam di Malang appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/48-jam-di-malang/feed/ 0
Garuda Siap Buka Lagi Rute Jakarta-London https://destinasian.co.id/garuda-siap-buka-lagi-rute-jakarta-london/ https://destinasian.co.id/garuda-siap-buka-lagi-rute-jakarta-london/#respond Mon, 12 Nov 2018 05:41:36 +0000 http://destinasian.co.id/?p=43758 Rute akan kembali beroperasi setelah dibekukan sejenak untuk keperluan evaluasi.

The post Garuda Siap Buka Lagi Rute Jakarta-London appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Garuda Indonesia membawa berita bagus bagi para wisatawan Indonesia yang berniat untuk berkunjung ke Inggris. Mulai 15 November 2018, maskapai pelat merah tersebut akan kembali mengoperasikan rute langsung Jakarta-London pp.

Garuda mulai melayani rute Jakarta-London pada 2014 dengan skema satu kali transit di Singapura. Pada 31 Oktober 2017, rute tersebut dioperasikan secara nonstop alias tanpa transit. Namun, akibat minimnya penumpang, rute yang dilayani tiga kali per pekan tersebut dibekukan pada akhir Oktober 2018.

Baca juga: 2 Rute Jawa-Sumatera Terbaru Garuda; Garuda Gandeng Sriwijaya Air

Dikutip dari situs penerbangan tersebut, penerbangan langsung ini akan dilayani sebanyak tiga kali per pekan yakni Selasa, Kamis, Sabtu dengan jadwal keberangkatan dari Jakarta pada pukul 12:05 dan tiba di London pada pukul 20. Sebaliknya, pesawat akan meninggalkan Bandara Heathrow, London pada pukul 21:55 dan mendarat di Jakarta pada 19:10 keesokan harinya.

Seperti dilansir dari Antara, menurut Direktur Utama Garuda Indonesia, I Gusti Ngurah Akshara Danadiputra, penerbangan ini “dihidupkan” kembali usai melihat pasar yang terus berkembang. Selain itu, Garuda juga akan melakukan peninjauan ulang struktur biaya dengan mengganti armada Boeing 777 dengan Airbus 330-300 untuk rute ini. (Meskipun di situs Garuda, keterangan pesawat yang digunakan masih Boeing 777).

Informasi lebih lanjut, kunjungi Garuda Indonesia.

The post Garuda Siap Buka Lagi Rute Jakarta-London appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/garuda-siap-buka-lagi-rute-jakarta-london/feed/ 0
Road Trip di Jawa Timur https://destinasian.co.id/road-trip-di-jawa-timur/ https://destinasian.co.id/road-trip-di-jawa-timur/#comments Mon, 24 Sep 2018 03:00:08 +0000 http://destinasian.co.id/?p=42784 Ekspedisi mengarungi tempat-tempat paling fotogenik, dari sabana tua, rimba keramat, hingga pantai terpencil.

The post Road Trip di Jawa Timur appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Oleh Cristian Rahadiansyah
Foto oleh Johannes P. Christo

Sabana Bekol dengan latar Gunung Baluran—lanskap yang membuat Taman Nasional Baluran dijuluki “Afrika mini.”

Meniti jalan tanah di Alas Purwo, dahan dan daun saling sengkarut, malang melintang, membentuk kanopi dan membendung sinar mentari. Mengintip lewat celah di antara pohon, hanya ada bayangan yang bertindihan. Di rimba purba yang tak tepermanai ini, siang memang tak bersinonim dengan terang.

“Ada orang yang sudah 16 tahun menetap di hutan ini. Saya pernah melihatnya sekali,” ujar Gosia, wanita asal Polandia yang duduk mengenakan bikini di jok belakang mobil. Bersama pasangannya, dia sudah lebih dari seminggu berlibur di Alas Purwo, mengisi hari-harinya dengan berselancar di tepian hutan. “Bayangkan, selama itu, orang itu hanya bermeditasi,” katanya lagi dengan raut terkesima.

“Benar itu, Mas. Orang itu cuma bertapa,” timpal Heru, sopir kami. Gosia memakai kata meditasi, Heru menyebutnya bertapa. Dua laku zuhud yang sama-sama menuntut ketenangan batin, tapi dengan niat berbeda. “Kapan orang itu akan keluar hutan, Pak?” tanya saya. “Ya.. kalau sudah dapat ‘perintah’ keluar,” jawabnya.

Kiri-Kanan: Peselancar Australia memantau ombak Pantai Plengkung, sentra selancar di tenggara Banyuwangi; Mobil membelah rimba Taman Nasional Alas Purwo.

Mobil merandai rute sarat gelombang dan kubangan. Tubuh saya naik turun layaknya peselancar mengendarai ombak. Mobil saya, Daihatsu Hiline renta hasil karoseri, berada di perbatasan antara kendaraan safari dan rongsokan. Tidak pakai jendela. Tidak pakai dashboard. Dan mungkin juga tidak pakai suspensi. Rasanya seperti berada dalam cocktail shaker.

Ini hari kedua saya di Alas Purwo. Taman nasional ini berada di tenggara Banyuwangi. Di peta, bentuknya mirip kepala hiu yang menjulur jauh ke laut, menusuk Selat Bali, persis di bawah Jembrana. Jam di telepon genggam saya kadang berpindah zona dari WIB ke WITA.

Gosia dan pria misterius yang ditemuinya mewakili dua tamu reguler Alas Purwo: peselancar dan petapa. Yang pertama datang untuk mencicipi ombak-ombak tinggi yang mengempas Teluk Grajagan, pesisir bulan sabit yang populer dengan nama G-Land. Sementara yang kedua datang lantaran percaya Alas Purwo adalah petilasan keramat yang membuka sesi konsultasi dengan alam gaib. Tak banyak tempat di dunia di mana pemburu ombak dan pencinta kemenyan rukun berdampingan.

Mobil melintasi persawahan di Desa Kluncing, salah satu lokasi transit bagi pendaki Gunung Ijen.

Tiba di area parkir, saya berpindah mobil. Alas Purwo merupakan pemberhentian pertama saya dalam ekspedisi darat selama enam hari menjelajahi tepian timur Jawa, kawasan tapal kuda yang dulu dikuasai Kerajaan Blambangan dan kini dihuni Kabupaten Banyuwangi dan Situbondo. Di etape berikutnya, saya akan menyisir pesisir selatan yang berujung di taman nasional lainnya, Meru Betiri.

Mobil saya, kali ini dilengkapi suspensi senyaman pegas King Koil, melahap tangkas jalan-jalan langsing yang membelah perkampungan. Di balik jendela, kampung-kampung berkelebat dengan paras senada: guyub dan bersahaja. Banyuwangi dulu tersohor sebagai produsen pisang, tapi predikat ini sepertinya telah bergeser. Banyak orang kini keranjingan buah naga. Pohonnya berbaris di banyak pekarangan, kebun, dan pelataran perkantoran. Saya bahkan melihat sebuah tugu buah naga di pinggir jalan.

Ini lawatan kedua saya ke Banyuwangi. Dalam kunjungan pertama, awal 2017, saya hanya menetap dua hari di sebuah desa tak jauh dari Pelabuhan Ketapang. Semenjak itu, Banyuwangi memperlihatkan progres yang signifikan di sektor pariwisata. Dalam aspek inisiatif untuk memikat turis, ia merupakan yang paling aktif di Indonesia setelah Bali dan Bintan.

Kiri-Kanan: De Djawatan, kebun fotogenik di Banyuwangi; Sucipto, Ketua Sanggar Barong Sapu Jagad.

Selain giat mempromosikan objek wisatanya, Banyuwangi menciptakan lebih dari 70 festival, kira-kira enam festival per bulan. Kabupaten ini ingin memastikan kita selalu punya alasan baru untuk kembali datang. Situs resmi pariwisatanya juga rapi dan informatif—sesuatu yang luar biasa untuk standar Indonesia. Setidaknya wajah bupati tidak dipajang di laman pertama. Tipe huruf yang dipakai juga ramah mata, sebuah pertanda perancangnya memahami beda antara situs dan spanduk.

Setelah 90 menit, saya memasuki Pantai Lampon. Mobil melewati pos Marinir dan parkir di bibir pantai. Lampon bukan objek wisata dalam definisi umum. Pantai ini sebenarnya sentra latihan batalion Intai Amfibi. Tapi panoramanya mengagumkan. Pantai pasir hitam ini membentang panjang. Sudut kirinya dikangkangi kubah batu. Sudut kanannya dipenuhi perahu. Maskulin dan fotogenik.

Berhubung bukan objek wisata, Lampon pun steril turis. Saya keluyuran sembari sesekali memantau sekitar demi memastikan saya tak diusir aparat. Coba mendekati barisan perahu nelayan, jalan ditutup portal. Seorang kakek menuntun sepeda motornya saat melewati pos tentara, lalu menstarter mesin setelah lewat kira-kira dua meter. Sudah lama saya tak melihat rasa segan dan hormat semacam itu. Saya ingat, sewaktu kecil, semua pengendara wajib berhenti tatkala pasukan ABRI sedang menggelar upacara. Jika nekat menerobos, siap-siap ditampar atau disuruh push-up.

Pantai Wedi Ireng yang berair tenang di selatan Banyuwangi.

Atmosfer hening Lampon berbalik drastis ketika berpindah ke Pantai Pulau Merah, 15 kilometer ke arah barat. Ibarat Kuta versi Banyuwangi, tempat ini ramai oleh turis dan peselancar. Pantainya landai, panjang, melengkung sempurna seperti Oreo yang digigit separuh. Saya meletakkan tas di penginapan, lalu kembali ke pantai untuk menikmati senja. Belasan pelancong asing memunguti sampah. Puluhan turis lokal berfoto, bernyanyi, mengukir kalimat picisan di pasir. Di pangkal pantai, para anggota penyelamat wisata tirta—terjemahan resmi “lifeguard”—bermain voli.

Matahari kian miring dan laut kian surut. Pantai melebar hingga sekitar 300 meter. Pulau Merah, ikon tempat ini, sekarang bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Pulau ini sebenarnya tidak berwarna merah. Tubuhnya dibalut pepohonan lebat. “Yang merah itu tanahnya. Nanti di musim kemarau kelihatan,” jelas seorang nelayan yang sedang memasang lampu di perahunya, bersiap berburu lobster di malam hari.

Dibandingkan G-Land, Pantai Pulau Merah lebih mudah diakses dan lebih jinak ombaknya. Popularitasnya melambung usai beberapa kali dijadikan tuan rumah ajang selancar. Satu kekurangan tempat ini barangkali variasi penginapannya. Meski air dan listrik mengalir lancar, di sini cuma ada motel dan homestay. “Susah mau bikin resor,” ujar Yuli, salah seorang pemilik penginapan. “Tanahnya milik Perhutani.”

Kiri-Kanan: Joyo’s Surf Camp, satu dari empat resor di Alas Purwo; Pengunjung berjalan-jalan sore di dekat Pulau Merah, kubah yang menjadi ikon Pantai Pulau Merah.

Magrib menjelang dan surya menembakkan jingga. Atmosfer pantai kian melankolis. Tak ada pasangan, saya mengisi waktu dengan iseng membaca nama-nama perahu. Bahtera laut galibnya menyandang nama yang berwibawa atau romantis, sebut saja Dewaruci dan Felicia. Tapi nelayan di sini agaknya punya referensi nomenklatur yang berbeda. Saya coba menebaknya. Lorena? Mungkin dari bus malam. Sri Maju Jaya? Toko bangunan. Dua Saudara? Warung Padang. FC Barcelona? Selera yang buruk.

Pagi-pagi sekali, saya menyusuri Pantai Pulau Merah yang berujung di Desa Pancer. Menyewa perahu bermesin tempel, saya mengitari sebuah tanjung, memasuki teluk mungil, lalu merapat ke Wedi Ireng, pantai terpencil yang baru dua tahun terakhir tertulis di peta wisata.

Dalam liga pantai tercantik, Wedi Ireng memenuhi semua syarat untuk bertengger di klasemen atas. Pasirnya seputih bedak. Di lepas pantainya bertaburan kubah batu. Berbeda dari pantai selatan yang konstan diterjang gelombang galak, perairan Wedi Ireng datar seperti cermin. Ombaknya bergulung pelan, lalu mendarat lesu di pasir laksana perenang yang kelelahan. Tipikal pantai seduktif yang membuat kita tak tahan untuk segera menanggalkan baju.

Berenang di Wedi Ireng, saya mengira-ngira kapan pantai ini akan dilirik grup resor sekelas Aman atau Plataran. Apa pun mereknya, info di brosur hotel mungkin akan sedikit membingungkan. Wedi Ireng sebenarnya berarti “Pasir Hitam.” Kontradiksi ini konon disebabkan oleh tsunami 1994. Selepas bencana, pasir pantai secara misterius bersalin warna dari hitam menjadi putih. “Sebenarnya pasir hitamnya masih ada,” ujar Nyoman, juru mudi perahu. “Digali sejengkal saja pasti ketemu.”

Pecel pitik, uyah asem, dan pelasan—beberapa menu khas warga Osing di Warung Sapu Jagad, Desa Kemiren.

Naiknya popularitas Wedi Ireng memberi alternatif pendapatan baru bagi Desa Pancer. Sejumlah perahu nelayan kini difungsikan sebagai pengangkut turis. Pernah, Wedi Ireng bahkan menyelamatkan hidup warga. Kata Nyoman, pada 2015, di sinilah penduduk Pancer bersembunyi dari razia aparat terkait protes mereka menentang tambang emas di Gunung Tumpangpitu. “Memayu hayuning bawono [merawat keindahan jagat],” jelas Nyoman tentang alasan filosofis warga menolak tambang.

Gunung sengketa itu tampak jelas dalam perjalanan kembali ke Pancer. Atapnya botak, terpotong. Sesuai namanya, Tumpangpitu memiliki tujuh puncak, tapi kini hanya dua yang tersisa, entah sampai kapan. Esok siang perusahaan tambang PT. Bumi Suksesindo berencana menggelar peledakan.

Trip berlanjut ke Meru Betiri. Rute kali ini lebih berat. Jalan sempit dan berliku. Aspal kadang tiba-tiba raib dan berganti makadam. Saya memanfaatkan momen ini untuk mencoba fitur-fitur di mobil saya, Land Rover Discovery generasi kelima, terutama fitur untuk menyesuaikan setelan ban dengan tekstur medan.

Kiri-Kanan: Dua peselancar bersiap melacak ombak di pesisir Alas Purwo; Panorama sawah dan pegunungan dari kolam renang Ijen Resort.

Setelah 30 kilometer, saya memasuki kebun-kebun Perhutani yang ditata apik dalam sistem zonasi. Ada kebun sengon, karet, jagung, cokelat, tebu. Tanah Banyuwangi begitu subur. Tambang emas mungkin hanyalah jalan pintas yang dipicu oleh tipisnya rasa syukur dan sabar.

Saya akhirnya menggapai Meru Betiri. Sebagaimana banyak taman nasional di Indonesia, Meru Betiri bermula sebagai cagar alam warisan Belanda, dengan misi utama melindungi harimau Jawa. Fakta ini kadang sukar saya cerna. Penjajah yang rakus mengisap hasil bumi itu ternyata cukup peduli pada lingkungan. Setidaknya ada hal baik lain yang diwariskan Belanda di luar rijsttafel dan katedral.

Parkir di selatan Meru Betiri, calo perahu langsung menghampiri untuk menawarkan tur ke Teluk Hijau. Merek internasionalnya Green Bay, walau nelayan menuliskannya Green Bae. Seraya menanti perahu, saya memesan secangkir kopi di warung. Selang beberapa menit, dari rahim hutan muncul seorang ibu yang berdagang sayur menaiki sepeda motor. Ini mungkin profesi paling berisiko sejagat. Butuh nyali tebal untuk nekat berdagang keliling di sarang harimau Jawa.

Mobil menyusuri jalan kerikil menuju Meru Betiri, taman nasional di perbatasan Banyuwangi dan Jember.

Menaiki perahu bercadik, saya mengarungi laut temperamental menuju Teluk Hijau. Pantainya melengkung anggun. Pasirnya putih. Tapi ombaknya menerjang keras dan deras, lalu surut dengan mengisap dan menggulung pasir. Di ujung pantai sedang berlangsung sesi foto pranikah. Di ujung lainnya, sekelompok remaja berswafoto. Teluk Hijau memang lebih nyaman dipotret ketimbang direnangi.

Teluk Hijau menjadi penutup etape pesisir selatan. Dari sini, saya memotong Banyuwangi secara diagonal, menuju jantung kabupaten yang ditaburi gunung. Sebelum jauh mendaki, saya mampir di Desa Kemiren, sebuah permukiman yang dilabeli Desa Adat Osing. Awalnya saya membayangkannya sebagai desa asketik yang gigih menampik modernisasi, kira-kira mirip Kampung Badui. Tapi Kemiren rupanya cukup modern. Ia berstatus desa adat lantaran warganya giat melestarikan tradisi Osing. Di sini terdapat sejumlah sanggar seni, rumah budaya, serta kedai pesantogan (“persinggahan”).

The post Road Trip di Jawa Timur appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/road-trip-di-jawa-timur/feed/ 1
Garuda Tutup Rute Nonstop Jakarta-London https://destinasian.co.id/garuda-tutup-rute-nonstop-jakarta-london/ https://destinasian.co.id/garuda-tutup-rute-nonstop-jakarta-london/#respond Fri, 31 Aug 2018 05:51:02 +0000 http://destinasian.co.id/?p=42226 Kelak, maskapai nasional Indonesia tersebut hanya akan melayani satu destinasi di Eropa.

The post Garuda Tutup Rute Nonstop Jakarta-London appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
Garuda Indonesia memastikan akan menghentikan operasional rute Jakarta-London per 28 Oktober 2018. Dilansir dari akun Twitter resmi maskapai tersebut, Garuda akan mengalihkan rutenya menjadi Jakarta-Amsterdam-London dengan rute Amsterdam-London menggandeng maskapai anggota SkyTeam.

Dilansir dari Tempo.co, Pahala Mansyuri, Direktur Utama Garuda Indonesia, mengatakan bahwa alasan utama penutupan rute ini adalah pendapatan yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Dia mengungkapkan, Garuda selama ini hanya diperbolehkan untuk mengisi 75 persen dari kapasitas pesawat Boeing 777-300ER yang digunakan untuk melayani rute tersebut. Pembatasan kapasitas itu ditetapkan oleh Bandara Soekarno-Hatta sehubungan dengan kapasitas landasan yang kurang memadai.

Baca juga: Garuda Indonesia Rilis Lima Rute Baru, Garuda Gandeng Sriwijaya Air

Sebagai gantinya, Garuda akan melebur rute nonstop ini dengan rute Jakarta-Amsterdam. Ini artinya, penumpang yang bepergian dari Jakarta ke London dan sebaliknya akan transit dulu di Amsterdam. Rute itu rencananya akan dilayani sebanyak enam kali per pekan. Sebelumnya, rute Jakarta-Amsterdam hanya beroperasi sebanyak tiga kali per pekan.

Rute nonstop Jakarta-London pp diluncurkan pada 2014. Namun ini bukan pertama kalinya Garuda melayani penerbangan ke Ibu Kota Inggris tersebut. Maskapai tersebut mulai melayani pasar Inggris pada medio 1980-an dengan menggandeng maskapai lain. Rute perdana Jakarta-London diluncurkan pada Oktober 1992 dengan satu kali transit di Abu Dhabi. Selanjutnya Garuda juga melayani rute dari Denpasar ke London via Denpasar. Pada Oktober 1997, semua operasional ke London dihentikan selama dua tahun sebelum kembali melayani rute Denpasar-Bangkok-London pada November 1999 sebelum akhirnya diubah menjadi Denpasar-Singapura-London. Rute ini kemudian dibekukan pada Mei 2003 sebelum kembali beroperasi pada 2014 lalu.

Menurut Pahala, untuk menggantikan rute nonstop Jakarta-London, Garuda tengah menggodok tiga destinasi baru di luar negeri yang akan dilayani oleh Garuda, yakni Paris, Manila, dan Ho Chi Minh.

Informasi lebih lanjut, kunjungi Garuda Indonesia.

The post Garuda Tutup Rute Nonstop Jakarta-London appeared first on DestinAsian Indonesia.

]]>
https://destinasian.co.id/garuda-tutup-rute-nonstop-jakarta-london/feed/ 0