Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
treasure bay bintang, lagoi

Little Singapore Mulai Melirik Turis Indonesia

Kiri-kanan: Pemandu tur ATV di Treasure Bay; Dua turis menyusuri pantai di Lagoi, kawasan wisata di barat laut Bintan.

Oleh Yohanes Sandy
Foto oleh Muhammad Fadli

Sebelum ada jalan baru,” kata sopir saya, “waktu tempuh dari bandara ke Lagoi bisa dua jam lebih.” Meninggalkan Bandara Raja Haji Fisabilillah di belahan tenggara Bintan, saya membelah pulau secara diagonal menuju Lagoi di sisi barat laut. Di bawah langit mendung akhir tahun, mobil melesat di jalan sepi. “Hampir setiap hari hujan. Bapak datang di bulan yang salah,” ujar sopir saya lagi.

Barangkali bukan cuma bulannya yang salah, tapi juga caranya. Lagoi lebih mudah didatangi dari Singapura. Menaiki feri cepat dari Terminal Tanah Merah, kita bisa menggapai Dermaga Bandar Bentan Telani, gerbang Lagoi, dalam waktu hanya 50 menit. Dengan cara itu pula turis asing memasuki Lagoi.

Setelah 90 menit menyusuri jalan lengang, mobil saya mendarat di Lagoi. Hari ini saya menginap di Cassia, hotel yang diresmikan pada akhir 2017. Hotel waralaba ini membawa konsep yang baru di Lagoi: apartemen bergaya muda. Lobinya dibalut mural warna-warni karya seniman Adi Dharma. Tiap kamarnya dilengkapi living room, area makan, serta dapur.

Batu besar bertaburan di pesisir—panorama alam khas Bintan.

Lagoi mulai dikembangkan sebagai tujuan wisata pada 1991. Idenya sederhana, tapi cukup jitu. Bintan, bersama pulau-pulau tetangganya di Kepulauan Riau, merupakan destinasi island holiday terdekat dari Singapura. Tapi pulau saja tentu tak memadai untuk memikat warga tetangga itu. Infrastruktur harus dibangun, juga beragam atraksi wisata. Lagoi didesain sebagai destinasi satu atap yang menyediakan semuanya.

Pada 2007, megaproyek Lagoi diluncurkan. Pengelolanya, Bintan Resorts, merupakan anak usaha perusahaan Singapura Gallant Venture. Luas Lagoi sekitar 18.000 hektare, kira-kira setara Jakarta Timur, mencakup hampir semua lahan di sisi utara Bintan, walau sementara ini hanya sebagian yang telah dikembangkan. Lahan pesisirnya telah ditaburi banyak resor, contohnya Angsana, Banyan Tree, Club Med, hingga yang terbaru, Cassia. Secara kolektif, Lagoi mengoleksi sekitar 7.000 kamar.

Didesain untuk menjala turis Singapura, Lagoi pun merekah jadi semacam “Little Singapore.” Datang di akhir pekan, warga asal Singapura mendominasi. Singlish bagaikan bahasa nasional kedua di sini. Dulu, saking banyaknya pelancong asal Singapura, dolar Singapura bahkan diterima luas sebagai alat tukar, termasuk untuk membayar panti pijat dan membeli es kelapa muda—praktik yang kemudian dilarang pada 2013.

Kiri-kanan: Pos penjaga pantai di Lagoi; Koki resor Angsana Bintan.

Tapi Lagoi kini perlahan mulai melebarkan fokusnya. Turis Indonesia kian mendapatkan perhatian lebih. Bintan Resorts telah menerbitkan buku panduan wisata berbahasa Indonesia, serta meluncurkan situs tuntunan wisata halal melalui kerja sama dengan HalalTrip. Arah baru itu kemudian ditularkan pula ke pihak hotel, termasuk ke Cassia Bintan. Hotel ini mengundang sejumlah awak media nasional untuk merayakan pembukaannya—keputusan yang langka dalam sejarah Lagoi.

Mudah ditebak, semua kebijakan itu dilandasi motif finansial. Bukan sesuatu yang bijak memang bagi sebuah destinasi wisata untuk bergantung pada satu sumur uang. Lagi pula, segala yang ditawarkan Lagoi tidak eksklusif untuk turis Singapura. Banyak resornya melayani segmen keluarga. Atraksi wisatanya ramah bagi siapa saja.

Kawasan hutan bakau di Treasure Bay.

Lihat misalnya Treasure Bay. Kompleks rekreasi ini menampung Crystal Lagoon, laguna artifisial terbesar di Asia Tenggara. Luasnya 6,3 hektare, setara 50 kolam renang berstandar Olimpiade. Dari ujung ke ujung, panjangnya mencapai 800 meter. “Ada cable ski, seluncur air, kayak, taman bermain air, dan masih banyak lagi,” tambah Nasron Ibrahim, Recreation Manager, tentang aktivitas di Crystal Lagoon. Satu tawaran tempat ini yang langka adalah jetovator, mesin bertenaga air yang mampu menerbangkan kita beberapa meter ke udara.

Treasure Bay, kata Nasron lagi, memiliki banyak penggemar di kalangan turis lokal, terutama di musim libur panjang. “Bisa ada ribuan pengunjung. Yang paling ramai, kita pernah mencatat rekor tiga hingga empat ribu pengunjung,” ujar pria asli Bintan ini.

Selain wahana buatan, Treasure Bay menawarkan petualangan alam: tur hutan bakau. Bukan hal baru di Indonesia memang. Akan tetapi, berhubung terbiasa melayani turis Singapura yang terkenal teliti dan waswas, standar pelayanan dan keamanannya sangat bisa diandalkan. Tur ini mengajak kita menyusuri Sungai Sebung dan mengintip satwa penghuninya. Untuk paket malam hari, magnet utamanya ialah kerumunan kunang-kunang yang berpendar di tengah gulita.

Kiri-kanan: Lampion berwujud satwa di Lagoi Bay Lantern Park; Turis melewati kompleks The Canopi.

Sekitar 10 menit berkendara dari Treasure Bay, saya singgah di Safari Lagoi Bintan, atraksi lain yang sepertinya mudah diterima pasar domestik. Tempat yang dibuka pada 2016 ini menampung lebih dari 100 ekor satwa, termasuk orangutan dan komodo. Menurut salah seorang stafnya, Safari Lagoi juga menjalankan fungsi pengembangbiakan. Hampir semua satwa hadir berpasangan. “Minimal sepasang. Tujuannya agak mereka dapat berkembang biak,” ujarnya.

Safari Lagoi juga memiliki kebun organic yang menawarkan wisata edukatif, terutama untuk anak-anak. Mereka bisa menyusuri kebun sawi dan buah naga, lalu mempelajari pembuatan pupuk di zona Kids Compost Factory. Sejalan dengan keinginan menjala turis lokal, tempat ini mematok tarif terjangkau, Rp30.000, sudah termasuk bonus sepiring rujak buah di pintu keluar. “Dulu buah-buah hasil perkebunan dijual, tapi sekarang dikonsumsi sendiri untuk pengunjung,” ujar seorang wanita lokal peracik rujak.

Gajah Sumatera di Safari Lagoi, objek wisata yang dibuka pada 2016.

Di luar atraksi-atraksi wisata baru, Lagoi masih mempertahankan daya tarik klasiknya: golf. Kawasan ini menampung empat padang golf yang dirancang oleh para selebriti sekaliber Jack Nicklaus dan Greg Norman. Cabang olahraga lain yang mulai populer di Lagoi ialah triatlon. Ajang utamanya, Ironman 70.3 Bintan, menantang peserta berenang di Teluk Lagoi, lalu mengayuh sepeda mengitari belahan timur pulau, kemudian beradu lari di kawasan resor Lagoi.

Kehadiran Lagoi telah memberi Bintan aset yang mumpuni untuk memikat turis. Dalam daftar jumlah turis asing berdasarkan pintu masuk jalur laut, pelabuhan di Bintan bertengger di peringkat kedua nasional setelah Batam pada 2017. Jika kini wisatawan domestik masih terlihat minim di Lagoi, itu mungkin karena tempat ini masih di tahap “pemula” dalam memahami selera lokal.

Kiri-kanan: Tur menyusuri hutan bakau di Treasure Bay; Interior kamar Cassia Bintan, hotel yang menyasar segmen milenial.

Variasi tempat hiburan dan belanja masih terbatas. Beach club pertamanya baru diluncurkan akhir 2017, sementara pusat perbelanjaannya didominasi factory outlet yang jamak ditemukan di Bogor atau Bandung. Dalam hal akses, penerbangan ke Bintan telah dilayani tiga maskapai nasional, tapi jarak bandara yang jauh dan mahalnya biaya transportasi masih menjadi kendala. Seperti saya singgung di awal, Lagoi lebih mudah disambangi via Singapura, tapi tentu janggal rasanya jika kita mesti membawa paspor ketika berlibur di dalam negeri.

Masih butuh waktu bagi Bintan Resorts untuk melihat hasil dari inisiatifnya dalam memikat turis Indonesia. Sembari menanti, tempat ini terus membangun. Alila Bintan sudah sudah menawarkan vila-vilanya, sementara Holiday Inn Resort dan Hotel Indigo mulai menerima tamu pada 2019. Di kawasan barat Indonesia, Lagoi merupakan destinasi dengan pertumbuhan resor terpesat. Sementara untuk menjawab problem akses, Bintan membangun New Bintan Airport dengan target operasi 2020. Berlokasi di barat pulau, bandara ini akan menyunat durasi perjalanan ke Lagoi menjadi 50 menit. Terminalnya akan mengusung desain tropis, langgam yang sudah diaplikasikan di sejumlah tempat, misalnya Koh Samui, tapi terbilang baru untuk Indonesia.

Kiri-kanan: Staf resor Banyan Tree Bintan; Crystal Lagoon, laguna artifisial terbesar di Asia Tenggara.

PANDUAN
Rute
Penerbangan ke Bandara Raja Haji Fisabilillah dilayani antara lain oleh Garuda Indonesia (garuda-indonesia.com) dan Sriwijaya Air (sriwijayaair.co.id). Dari bandara, Lagoi berjarak sekitar 90 menit. Opsi lain ke Lagoi ialah lewat Singapura dengan menaiki feri Bintan Resort Ferries (brf.com.sg) selama 50 menit dari Terminal Tanah Merah menuju Dermaga Bandar Bentan Telani.Untuk menjelajahi Lagoi, gunakan mobil sewaan yang bisa ditemukan antara lain di Pujasera Lagoi dan Bandar Bentan Telani.

Penginapan
Selain properti senior semacam Banyan Tree dan Club Med, ada dua pendatang baru dengan konsep yang unik. The Canopi (thecanopi.commulai dari Rp1.700.000) menawarkan glamping di tepi Crystal Lagoon, sementara Cassia Bintan (cassia.com; mulai dariRp1.100.000) menaungi 180 unit akomodasi berkonsep apartemen. Jika mendambakan vila dengan kolam renang privat, salah satu opsinya ialah Holiday Villa Pantai Indah (holidayvillahotels.com; mulai dari Rp3.900.000).

Aktivitas
Di jantung Lagoi terdapat kompleks Treasure Bay (treasurebaybintan.com) yang menampung Crystal Lagoon, laguna artifisial terbesar di Asia Tenggara. Di tempat ini Anda juga bisa menikmati tur hutan bakau yang digelar siang dan malam hari. Sekitar 10menit berkendara dari Treasure Bay, Safari Lagoi Bintan menampung lebih dari 100 ekor satwa dan kebun yang menawarkan wisata edukatif untuk anak. Untuk pengalaman kuliner khas lokal, Kelong Dining (banyantree.com) mengajak tamu mencicipi hidangan laut di kelong, istilah untuk rumah panggung tempat nelayan rehat dan memancing. Bagi mereka yang ingin mengisi malam, Xana Beach Club (angsana.com) menawarkan pentas DJ dan makan malam di tepi pantai.

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Januari/Maret 2019 (“Arah Baru”).

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5