Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ratusan Hotel di Bali Dijual—Benar atau Hoaks? 

Dalam iklan hoaks di dua web penjualan properti, resor Mulia Bali dilego Rp9,4 triliun. (Foto: Robert Fairer/Mulia Bali)

Mengetik kalimat pencarian “hotel dijual di Bali” pada situs web OLX.co.id, terdapat 592 iklan yang dipasang sejak 1 Januari-28 Agustus 2020. Dengan kata kunci serupa, muncul 2.147 iklan di Rumah.com.

Sebagian kecil dari reklame daring itu berisi lahan kosong dan vila privat. Segelintir lainnya menampilkan rumah pribadi, indekos, bahkan mebel. Bali memiliki 507 hotel, jadi memang mustahil hotel yang dijual mencapai 592 unit.

Khusus mayoritas iklan yang jelas-jelas menjual hotel, nyaris semuanya dilengkapi spesifikasi luas lahan, jumlah kamar, hingga jenis sertifikatnya. Beberapa iklan juga disertai bumbu rayuan seperti “harga turun,” “butuh uang,” atau “harga Covid.”

Dalam iklan yang dipasang di Agustus di OLX, hotel Indigo Seminyak dijual seharga Rp4 triliun. (Foto: Indigo Seminyak)

Tak semua iklan itu sahih. Misalnya untuk kasus Mulia Bali. Di OLX, resor di Nusa Dua ini dilego $650 juta (sekitar Rp9,4 triliun) lewat makelar bernama Muliadi Sumardi. Di web Rumahdijual.com, resor ini dijajakan dengan harga serupa, tapi oleh makelar berbeda.

Ketika dikonfirmasi, pihak Mulia Bali menyatakan iklan tersebut hoaks. Resor ini tidak dijual. “Kami sudah pernah menayangkan pengumuman resmi di koran nasional beberapa waktu lalu,” tambah Daniel Aswin, Deputy Director of Communications Mulia Bali. Pengumuman bantahan itu dipasang oleh tim legal Mulia di surat kabar Bisnis Indonesia dan Bali Post.

Baca Juga: Pesan Staf Hotel ke Rumah—Servis Unik di Bali

Di antara iklan hoaks, terselip iklan hotel fiktif. Umpamanya iklan Max One Seminyak. Di OLX, hotel ini dipasarkan Rp50 miliar, “turun harga” dari Rp80 miliar. Padahal, Grup Max One tidak memiliki hotel di Seminyak.

Peredaran iklan-iklan itu membuat gerah komunitas hotelier. Beberapa staf hotel dan perwakilan asosiasi hotel sempat melontarkan bantahan di media. Walau begitu, sebenarnya tidak semua iklan berisi tipu muslihat.  

Kelimun penginapan dan restoran di Uluwatu. Bali memiliki 507 hotel berbintang dan 3.912 penginapan non-bintang. (Foto: Jeremy Bishop/Unsplash)

Ambil contoh Rofa Kuta Hotel. Di Rumah.com, hotel kecil di Jalan Nakula ini “dijual cepat” dengan harga Rp147 miliar. “Itu baru harga pembukaan,” jelas staf hotel yang mengangkat telepon, usai mengonfirmasi hotel ini memang sedang dipasarkan. 

Iklan sahih juga terbukti untuk Casa Kayu Aya. Properti di Seminyak ini dibanderol Rp22 miliar di OLX. “Dijual sejak Mei,” jelas staf operasional yang masih menjaga telepon, setelah hotelnya stop beroperasi. “Pemiliknya orang Bali,” tambahnya. “Saya bisa kasih nomor teleponnya jika berminat.” 

Baca Juga: 3 Toko Online Khusus Voucher Hotel

Menelusuri iklan-iklan daring, hotel yang dijual umumnya tergolong bintang dua dan tiga. Banyak dari mereka tak lagi mengangkat telepon ketika dikontak berulang kali di Agustus, saat penginapan telah diizinkan kembali beroperasi. Beberapa contohnya ialah Losari Legian, Santosa City Denpasar, Edelweiss Kuta, serta The Salak Denpasar.

Alaya Ubud, salah satu hotel yang sempat tutup temporer akibat pandemi. (Foto: Alaya Ubud)

Tak hanya hotel independen, web properti memasang pula iklan hotel waralaba, baik dari jaringan regional maupun internasional. Contohnya Swiss-Belhotel Rainforest. Hotel di Jalan Sunset Road ini ditawarkan seharga Rp250 miliar. Saudaranya yang berukuran lebih kecil, Swiss-Belexpress Kuta, dipatok Rp105 miliar.

Ketika dihubungi, pihak Swiss-Belhotel tak bisa mengonfirmasi kebenaran iklan itu, lantaran keputusan penjualan berada di tangan pemilik. “Kami telah memberi info ke perusahaan pemilik hotel, dan mereka akan mengambil langkah yang diperlukan,” tambah Harshanty Kaloko, Regional Director of PR & Promotion Swiss-Belhotel.

Baca Juga: GM Perempuan Pertama Grup Hyatt di Indonesia

Properti waralaba lain yang turut diiklankan ialah Pop Hotel Teuku Umar, Denpasar, dengan banderol Rp90 miliar. Pihak operator, Tauzia, belum bisa membenarkan atau membantahnya. “Sepanjang pengetahuan kami, tidak ada niat untuk menjualnya,” jelas Irene Janti, Corporate Director of Marketing Tauzia.

Beberapa hotel waralaba lain yang turut dijual di web properti ialah Indigo Seminyak, Aston Denpasar, serta Favehotel Sunset Seminyak. Hingga artikel ini ditayangkan, perwakilan hotel-hotel itu tidak menanggapi permintaan klarifikasi dari DestinAsian Indonesia.  

Info jual massal hotel awalnya beredar di media sosial pada akhir Maret 2020. Sempat muncul simpang siur seputar kabar itu, lantaran sukar bagi publik mendeteksi akurasi reklame di internet. Makelar bisa leluasa memasang iklan hotel mana pun. Untuk foto dan spesifikasi bangunan, mereka bisa mencomotnya dari brosur atau web tiap hotel.

Sebenarnya, hotel punya saluran untuk menghapus iklan hoaks. OLX.co.id misalnya, menyediakan laman pelaporan iklan. Sementara di Rumah.com ada laman untuk masukan dan tanya jawab. Akan tetapi, proses memburu iklan jenis ini menguras kesabaran, dan iklan palsu dengan mudah tayang kembali.

Pada 6 April 2020, Kementerian Komunikasi & Informatika memvonis info penjualan massal hotel itu sebagai “disinformasi.” Klaim pemerintah didasari pada sanggahan dari Ricky Putra, Chairman BHA (Bali Hotels Association), organisasi berisi general manager dari sekitar sepertiga hotel di Bali. Kata Ricky, mayoritas hotel sebenarnya tidak dijual, melainkan hanya tutup temporer, demi mengikuti imbauan pemerintah terkait pandemi.

Sanggahan itu tak sepenuhnya keliru. Pada bulan-bulan awal pandemi, banyak hotel memang hiatus, baik atas dalih mematuhi imbauan ataupun paceklik tamu. Hingga akhir Mei 2020, Grup Santika menutup temporer 12 propertinya di Bali. Hotel yang juga dibekukan sementara ialah Le Méridien Jimbaran, Alaya Ubud, U Paasha Seminyak, serta Sudamala Sanur.

Baca Juga: 10 Hotel Baru yang Dibuka Saat Pandemi

Kendati begitu, selepas April, sanggahan pemerintah dan BHA mulai kehilangan justifikasinya. Iklan jual hotel kian marak di Mei-Agustus, ketika dana cadangan hotel kian menipis, sementara prospek okupansi kian suram akibat jumlah kasus Covid-19 ajek melonjak. Di industri perhotelan, uang darurat umumnya dipersiapkan untuk jangka tiga hingga enam bulan.  

Kabar hangat itu lalu memanas setelah diberitakan media massa, termasuk media asing seperti Bloomberg dan The West Australian. Walau penting dicatat, beberapa media tak mengklarifikasi info ke pihak hotel. Salah satunya bahkan bersandar semata pada pernyataan Tung Desem Waringin, seorang motivator, yang mengaku menerima “laporan” penjualan sekitar 40 hotel di Bali.

Di tengah pandemi, Raffles Bali membuka perdana pintunya pada 4 Juli. (Foto: Dewandra Djelantik/Raffles Bali)

Tingginya atensi pada info penjualan hotel tak lepas dari fakta Bali merupakan provinsi dengan penginapan terbanyak di Indonesia. Pada 2019, merujuk Badan Pusat Statistik (BPS), Pulau Dewata mengoleksi 507 hotel berbintang, plus 3.912 akomodasi non-bintang. Sebagai perbandingan, Jakarta memiliki hanya 397 hotel.

Hingga kini, belum ada pendataan resmi tentang hotel yang dijual, baik oleh Pemprov Bali, BHA, maupun PHRI (Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia). Di sisi lain, makelar properti masih bergerilya mencari peminat, sebagian menunggu didamprat oleh hotel korban hoaks.   

Tapi sektor perhotelan Bali sebenarnya tak cuma dilanda kisah muram. Di tengah wabah, properti baru masih bermunculan. Raffles Bali membuka perdana pintunya pada 4 Juli. Awal 2021, Sanur akan meresmikan Hotel Andaz pertama di Indonesia. Dan jika Donald Trump terpilih kembali di November, Trump Resort di Tabanan mungkin akan lekas terwujud. –Cristian Rahadiansyah

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5