by Cristian Rahadiansyah 07 September, 2020
Resto Baru di Bali; Pendiri & Semua Stafnya Korban Pandemi
Bangunannya berbentuk joglo. Interiornya ditaburi mebel kayu. Plazanya dibelah kolam renang. Horeka Bistro tampil trendi sekaligus guyub, tapi bukan ini yang membuatnya spesial.
“Horeka singkatan dari hotel, restoran, dan kafe,” jelas sang pemilik, Danielle Woro Prabandari, wanita asal Yogyakarta yang merantau ke Bali. “Isinya memang orang-orang yang pernah bekerja di hotel, restoran, dan kafe.”
Di antara orang-orang itu, ada Adit, mantan karyawan Anvaya Kuta; Indra, mantan Potato Head Beach Club; juga Teguh dari Wanaku Restaurant Kuta. Beralih ke dapur, ada Dale Darryl yang sebelumnya bekerja untuk Finns Recreation Club. Satu-satunya kru dengan latar berbeda ialah Wulan, alumni Dojo Coworking Canggu.
Semuanya berlabuh di Horeka usai dirumahkan atau diberhentikan dari tempat kerja masing-masing, buah pahit pandemi Covid-19. Tak hanya staf, pemiliknya pun menderita nasib miris. Danielle berhenti kerja pada 31 Juli, usai beberapa bulan dirumahkan. Jabatan terakhirnya, Marketing Communications Manager The Westin Ubud.
Baca Juga: Ratusan Hotel di Bali Dijual—Benar atau Hoaks?
“Dari CV yang kami terima, banyak pelamar pernah bekerja di luxury property,” Danielle mengenang periode rekrutmen karyawan. “Pandemi tidak pilih-pilih. Semua bernasib sama, semua dalam survival mode. Bahkan sekarang ada bekas general manager berjualan tahu.”
Di Bali, pandemi mengakibatkan banyak orang kehilangan pekerjaan, terutama di sektor pariwisata. Desember 2019, hotel-hotel yang membidik pasar Tiongkok mulai merasakan dampaknya. Januari-Februari 2020, giliran hotel yang menyasar pasar Eropa dan Australia terkena imbas. Setelah gerbang wisata ditutup, seluruh bisnis terpukul dan gelombang PHK pun menerjang.
Horeka adalah siasat hidup yang lahir di tengah bencana itu. Wujudnya memang restoran, tapi ia bukan sekadar tempat bersantap. Ini juga rumah kaum penyintas.
Baca Juga: Terobosan Kreatif Resto Dunia Melawan Pandemi
Restoran ini beroperasi sejak 9 Agustus. Tanggal pembukaannya dipilih atas pertimbangan momentum: setelah Bali sambut kembali turis domestik, sebulan menjelang masuknya turis asing. Agenda yang terakhir ini kemudian memang dianulir, memaksa Horeka bersandar sepenuhnya pada segmen lokal. Beruntung, lokasinya mendukung fokus itu.
Horeka beralamat di Canggu. Ia terselip di Jalan Raya Semat, di mana kafe, vila, salon, dan sanggar tato berjejer saling bersinggungan siku. Di kawasan sesak ini ada banyak pendatang dari luar pulau, juga ekspatriat. Ceruk inilah yang digarap Horeka.
Buku menunya mencantumkan antara lain ayam goreng, nasi goreng rendang, plus varian impor seperti mayo rice dan laugen sandwich. Dale, koki berdarah Manado, menyelipkan pula beberapa kuliner leluhurnya, contohnya tinoransak, sup brenebon, dan sayur daun pepaya. “Saya pilih masakan yang bahannya gampang dicari,” jelasnya.
Baca Juga: Hotel Mewah di Bali Tawarkan Kirim Staf ke Rumah
Horeka juga membidik kaum digital nomad, pasar gemuk lain di Canggu. Untuk itulah tersedia area kerja komunal yang dilengkapi koneksi internet, plus bonus kopi gratis. Menyesuaikan kantong buruh jagat maya, harga menu cukup bersahabat, kisaran Rp25.000-110.000.
Merunut riwayatnya, Horeka adalah pengembangan dari Horeka Heroes, platform penyalur tenaga kerja korban PHK, yang dirintis di Februari. Konsepnya mirip GoLife: menyediakan tenaga terampil untuk kebutuhan rumah tangga. Tapi servisnya lebih variatif, mulai dari bersih-bersih rumah, pasang CCTV, hingga desain grafis. “Tarif kompetitif tapi kualitas bintang lima. Orang-orangnya pernah bekerja di luxury hotel,” tambah Danielle, yang sudah 13 tahun berkarier di bidang perhotelan.
Ide membuka restoran lalu muncul di Mei, ketika virus mengganas dan angka pengangguran melonjak. Bersama mitranya, Tommy Domingus Siregar, mantan Resort Manager Bagus Pelaga Resort, Danielle menyurvei daerah Canggu dan menemukan sebuah hostel yang sudah lama paceklik tamu. Memakai uang tabungan, dia menyewanya, lalu mengubahnya jadi restoran sederhana dengan moto bergelora: “Karena kami pantang menyerah.”
Baca Juga: Kurva Virus di Bali Usai Wisata Dibuka
“Kami diuntungkan oleh keadaan juga sebenarnya,” ingat Danielle, yang pernah mengelola restoran di Legian. “Harga kontrak bangunan terjangkau. Alat-alat dapur dibeli dari banyak restoran yang bangkrut.”
Setelah memiliki gerai fisik, “Grup Horeka” tak cuma menyalurkan korban PHK, tapi juga menampung mereka. Sejak restoran dibuka, rata-rata lima sampai 10 meja terisi per harinya. Seluruh karyawannya, kata Danielle, digaji sesuai standar UMK Badung. Untuk menambah pendapatan, Horeka membuka lapak di GoFood dan GrabFood.
Tentu saja, membuka restoran di zaman susah amat menantang. Tapi Danielle mengaku terbantu oleh promosi dari mulut ke mulut, terutama oleh orang-orang yang titip-jual makanan. Terlebih, dia melihat ekspat Canggu merespons positif konsep Horeka. “Di sini mereka merasa tak cuma makan, tapi juga membantu komunitas,” kata Danielle. —Cristian Rahadiansyah