Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

8 Perpustakaan yang Membuat Anda Betah Membaca

Awalnya menyimpan arsip dan manuskrip kerajaan, perpustakaan merekah jadi pranata publik, ruang kreatif, kadang objek wisata. Di penjuru dunia, kian banyak bibliotek didesain oleh firma arsitektur ternama, serta dilengkapi fasilitas rekreasi seperti kafe, studio musik, hingga aula konser. 

Seiring perkembangan teknologi digital, banyak pihak meragukan prospek perpustakaan, walau di saat yang sama polarisasi masyarakat mendorong orang menyuarakan pentingnya menjaga infrastruktur sosial ini. Menurut Eric Klinenberg, penulis buku Palaces for the People, perpustakaan memiliki sifat inklusif dan memicu dialog, karena itulah vital untuk melawan populisme. Memperingati Hari Buku pada 23 April, kami mengulas delapan perpustakaan yang menjalankan tugas tersebut.

Kiri-Kanan: Salah satu sudut eksterior New Central Library rancangan firma Dialog dan Snøhetta. (Foto: Michael Grimm/Calgary Public Library); tangga utama di interior perpustakaan. (Foto: Chris Amat/Travel Alberta)

New Central Library, Kanada  
Di Calgary, perpustakaan bukan cuma berperan sebagai lembaga penyedia buku, tapi juga ruang publik yang sejati. Dari 1,3 juta populasinya, separuhnya memiliki kartu perpustakaan dan aktif memakainya. Tak heran jika kota kecil di Kanada ini sudi menginvestasikan Rp3,3 triliun untuk mendirikan New Central Library (NCL). Bibliotek ini terdiri dari empat lantai. Lantai dasarnya sedikit diangkat untuk menaungi terowongan kereta. Sosoknya yang mentereng merupakan buah karya dari biro arsitektur Dialog dan Snøhetta. Yang terakhir ini pernah terlibat dalam proyek Oslo Opera House dan sayap baru San Francisco Museum of Modern Art. calgarylibrary.ca

Interior bergaya rumah lokal di Library of Muyinga, perpustakaan khusus anak tunarungu. (Foto: BC Architects & Studies)

Library of Muyinga, Burundi
Di Burundi, seperti juga di banyak negara, anak-anak tunarungu sulit memiliki tempat di masyarakat, bahkan kerap hidup terisolasi. Library of Muyinga diresmikan pada 2014 demi mengatasi problem tersebut. Sesuai namanya, perpustakaan ini berlokasi di Provinsi Muyinga di utara Burundi. Bagian dari sekolah inklusif khusus anak tunarungu, kompleks ini menyediakan ruang belajar dan berinteraksi. Yang juga menarik ialah arsitekturnya. Di bawah komando BC Architects, Library of Muyinga dibuat dari bahan tanah liat lokal, dirakit memakai teknik lokal, dengan desain yang terinspirasi rumah setempat. architects.bc-as.org

Auditorium berbentuk iris mata, alasan Binhai New Area Library dijuluki “The Eye.” (Foto: Ossip van Duivenbode/MVRDV)

Binhai New Area Library, Tiongkok
Firma arsitektur MVRDV punya spesialisasi dalam menciptakan gedung fotogenik. Kreasinya antara lain Market Hall di Belanda, Museum Ragnarock di Denmark, serta Binhai New Area Library di Tiongkok. Pada minggu pertama pembukaannya pada Oktober 2017, perpustakaan futuristik ini disatroni sekitar 10.000 orang, hingga menciptakan antrean panjang di muka pintunya—pemandangan langka di negeri yang mempraktikkan sensor buku ketat. Bangunan lima lantai ini menampung 1,2 juta buku pada rak yang menjulang dari lantai hingga plafon. Di jantungnya teronggok sebuah auditorium berbentuk iris mata—alasan kenapa tempat ini dijuluki “The Eye.” bhwhzx.cn

Pada malam hari, Stadtbibliothek Stuttgart terlihat seperti kubus magis—kreasi apik Yi Architects. (Foto: Stuttgart Tourist)

Stadtbibliothek Stuttgart, Jerman
Pada siang hari, bentuknya mirip kubus dingin warisan Perang Dingin. Tapi pada malam hari, perpustakaan kota Stuttgart ini menampilkan paras terbaiknya: bongkahan biru yang menerangi kota. Memasuki interiornya, pengunjung akan menemukan pengalaman yang juga berbeda: desain yang menyerupai Hogwarts versi futuristik. Stadtbibliothek Stuttgart, kompleks yang diresmikan pada 2011, dirancang oleh Yi Architects. www1.stuttgart.de

Kiri-Kanan: Eksterior Central Library Oodi mengadopsi arsitektur jembatan kayu; Area baca yang dinaungi plafon iglo. (Foto: Tuomas Uusheimo/Helsinki Marketing)

Central Library Oodi, Finlandia 
Kata “library” mungkin kurang pas disematkan pada bangunan ini. Oodi, kompleks artistik bernilai Rp1,4 triliun, sebenarnya lebih tepat disebut “creative center.” Lantai dasarnya berisi bioskop, restoran, dan ruang diskusi, sementara lantai duanya menampung studio musik, dapur, hingga mesin jahit dan printer tiga dimensi. Berpindah ke lantai tiga, barulah pengunjung menemukan ribuan buku yang disebar di bawah plafon berbentuk iglo. Datang di jam pulang kantor atau akhir pekan, kompleks rancangan biro ALA Architects ini riuh oleh manusia dari beragam usia, sebagian datang semata untuk kongko di deknya sembari menatap lanskap kota Helsinki. oodihelsinki.fi

Qatar National Library, perpustakaan rancangan Rem Koolhaas yang diresmikan pada 2018. (Foto: Qatar National Library/Qatar National Tourism Council)

Qatar National Library
Qatar, negara liberal di Timur Tengah, terus memperkuat reputasinya sebagai gerbang pengetahuan bagi kawasan ini—dan Sang Emir melakukannya dengan pendekatan yang mahal. Selain Museum of Islamic Art rancangan I.M. Pei dan National Museum of Qatar oleh Jean Nouvel, Qatar memiliki Qatar National Library (QNL) yang didesain oleh Rem Koolhaas, otak di balik Fondazione Prada. Perpustakaan ini mengoleksi lebih dari satu juta buku dan sekitar 500.000 e-book, baik dalam format fiksi maupun non-fiksi, ditambah beragam majalah, koran, dan jurnal. qnl.qa

Interior perpaduan gaya bungker dan ryokan di Towada City Library, kompleks rancangan Tadao Ando. (Foto: Fransisca Angela)

Towada City Library, Jepang
Towada, sebagaimana banyak kota lain di Jepang, mengalami problem penurunan populasi. Untuk mengatasinya, pihak pemkot menempuh cara yang unik: menyewa arsitek kondang untuk mendesain fasilitas publik yang membuat warga nyaman dan kerasan. Ada ruang seni rancangan Ryue Nishizawa, balai warga kreasi Kengo Kuma, hingga perpustakaan garapan Tadao Ando. Towada City Library dilansir pada 2015. Desainnya mirip hasil kawin silang antara bungker dan ryokan. Tubuhnya berbahan beton, sementara ornamennya didominasi kayu. Tempat ini terbuka untuk turis, tapi mungkin tidak untuk membaca. Semua koleksi bukunya berbahasa Jepang. towada-lib.jp

Nama Black Diamond terinspirasi oleh geometris dan granit hitam pada tubuhnya. (Foto: Cees van Roeden/Copenhagen Media Center)

Black Diamond, Denmark
Nama proyek orisinalnya: “Extension to the Royal Library.” Mungkin karena kurang keren, Menteri Kebudayaan Denmark Jytte Hilden menamainya Black Diamond, terinspirasi dari bentuk bangunan dan granit hitam pada tubuhnya. Struktur yang diresmikan pada 1999 ini didesain oleh Schmidt Hammer Lassen. Fasilitasnya meliputi auditorium, galeri, kafe, ruang konferensi, serta aula konser. Selain itu, Black Diamond menampung museum fotografi dan museum khusus seni kartun. Salah satu program andalan perpustakaan ini ialah kuliah umum oleh pembicara terkenal, contohnya Kofi Annan, Salman Rushdie, dan Ben Okri. www5.kb.dk

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5