Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Video: Kampung Terakhir Singapura

Untuk Mui Hong dan warga lainnya, mereka sudah berhenti bertanya-tanya kapan akan digusur. Namun pertanyaan yang lebih memenuhi kepala mereka adalah kapan mereka bisa hidup normal kembali. Selama empat tahun, mereka telah dihantui oleh penggusuran tanpa adanya kejelasan mengenai masa depan mereka. Selama empat tahun pula kampung ini sudah masuk dalam peta budaya Singapura dan tiap harinya ada saja yang mengunjungi tempat ini.

Bin Ludin tengah bersantai di teras rumahnya.

Ketika hari sudah mulai siang, kami memutuskan untuk kembali ke rumah Bin Ludin. Seperti Mui Hong, tatapan Bin Ludin menyimpan banyak cerita namun enggan untuk diungkapkan. Namun siang ini, dia melunak dan mulai membuka diri pada kami. Dia mengaku sudah lelah dijadikan obyek tontonan turis maupun jurnalis asing yang datang ke kampungnya tanpa memberikan solusi apa-apa. Kali ini bukan saya yang mencoba memasuki hidupnya, tapi dia yang mengajak saya untuk merasakan deritanya.

Dia juga bersedia diabadikan dengan senyumnya yang berwibawa. Keluguan dan kecintaannya pada keluarga yang membuat saya mampu merasakan hidupnya. Dia juga mengundang saya untuk merayakan Idul Fitri dengan keluarganya, namun saya dengan sopan menolaknya. Sebelum kami menerbitkan artikel ini, kami menghubungi nomor telepon Sabri namun tak ada jawaban. Surat elektronik yang kami kirimkan pun mendapat perlakuan serupa. Kami telah mencoba beberapa cara, tapi kampung tersebut seperti hilang ditelan tanah. Meskipun kini status Kampung Buangkok masih belum jelas, mungkin hal yang terbaik bagi komunitas tersebut untuk tetap tak tersentuh dari luar.