Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

5 Ruang Seni di Jakarta

Oleh Karina Anandya

Kini ruang seni bukan cuma gelanggang untuk seniman. Publik diundang untuk menikmati aliran seni dan kreativitas yang beragam. Berikut lima ruang seni yang telah kami ulas untuk Anda:

DestinAsian Indonesia
Ada beragam ekshibisi yang dipamerkan di GSE milik ruangrupa. (Foto: Sadam Dwi Satria)

Gudang Sarinah Ekosistem
Namanya sudah cukup menjelaskan wujudnya: gudang milik pusat perbelanjaan Sarinah yang disulap menjadi ekosistem seni. Dan layaknya ekosistem seni, “makhluk” penghuninya beragam. Di sini, pengunjung bisa menonton film di bioskop alternatif Forum Sinema, membaca buku-buku seni di perpustakaan, atau membeli suvenir. Di hari-hari tertentu, ada presentasi oleh 69 Performance Club, festival video musik MuVi Party, bazar bulanan Tumpah Ruah, juga konser beragam artis dari beragam aliran. Musisi yang pernah mengisi panggungnya antara lain Efek Rumah Kaca, Shaggydog, serta grup kasidah Nasida Ria. GSE dimotori sekaligus dimandori oleh ruangrupa, organisasi seni yang aktif menggelar pameran, festival, lokakarya, dan penelitian. Jl. Pancoran Timur II No.4, Jakarta Selatan; 0856-9217-0155; gudangsarinah.com.

DestinAsian Indonesia
Relief karya Entang Wiharso di Ruang Seni Anak Museum Macan. (Foto: Sadam Dwi Satria)

Museum Macan
Kehadiran Museum Macan (Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara) turut menggairahkan demam wisata ke museum di Jakarta. Saban akhir pekan, sekitar 4.000 orang mengarungi interiornya yang didesain oleh MET Studio London. Museum garapan pengusaha Haryanto Adikoesoemo ini diresmikan pada 4 November 2017. Dari total 800 karya yang dimilikinya, 90 di antaranya telah dipajang di pameran perdana yang berakhir pada 18 Maret 2018. Seniman-seniman pembuatnya datang dari beragam mazhab dan era, sebut saja Raden Saleh, Trubus Soedarsono, Wang Guangyi, dan Damien Hirst. Tapi Museum Macan tak akan menampilkan koleksi dari gudangnya semata. Mei tahun ini, tur pameran Yayoi Kusama akan singgah di sini. AKR Tower Level MM, Jl. Panjang 5, Kebon Jeruk, Jakarta Barat; 021/2212-1888; museummacan.org.

DestinAsian Indonesia
Kiri-kanan: Beberapa karya seni yang dipajang di ruang galeri Dia.Lo.Gue; toko yang menjual beragam suvenir. (Foto: Rahmad Hidayatullah)

Dia.Lo.Gue
Namanya lahir dari permainan leksikon yang cerdik: sebuah wadah untuk dia, lo, dan gue berdialog. Memasuki tempat ini, tamu pertama-tama akan singgah di toko yang menjajakan barang-barang artistik seperti kaus buatan Daging Tumbuh dan radio kayu merek Magno. Setelahnya, ada galeri yang memajang belasan karya. Berpindah ke area tengah dan belakang, ada restoran lapang yang ditaburi meja dan kursi kayu. Berbeda dari ruang seni yang terkesan intimidatif terhadap publik yang awam seni, Dia.Lo.Gue merangkul beragam segmen. Tempat yang berlokasi di kawasan elite Kemang ini rutin dijadikan wadah kongko bagi grup ekspatriat, kelompok arisan, serta remaja. Jl. Kemang Selatan 99A, Jakarta Selatan; 021/7199-671; dialogue-artspace.com.

DestinAsian Indonesia
Ruang terbuka Salihara yang dikepung pepohonan rindang. (Foto: Muhammad Aryo Nugroho)

Komunitas Salihara
Kantong seni budaya Indonesia yang berdiri sejak 8 Agustus 2008 ini merupakan pusat kesenian multidisiplin milik swasta pertama di Indonesia yang didirikan oleh Goenawan Mohamad. Memiliki teater Black Box pertama di Indonesia dengan dinding kedap suara dan posisi panggung yang bisa diatur sesuai kebutuhan. Dari segi rancang bangun, kompleks Komunitas Salihara dapat dipandang sebagai sebuah objek arsitektural yang menarik. Karya tiga arsitek besar Indonesia dengan ciri khas masing-masing; gedung teater dirancang oleh Adi Purnomo, gedung galeri oleh Marco Kusumawijaya, dan desain gedung perkantoran oleh Isandra Matin Ahmad. Ketiganya mampu memadukan rancangan ke dalam visi yang sama: membangun rumah baru bagi kesenian dan pemikiran yang ramah lingkungan dan hemat energi. Jl. Salihara No.16, Jakarta Selatan; 021/7891-202; salihara.org.

DestinAsian Indonesia
Beberapa koleksi yang dipajang di Museum Toeti Heraty. (Foto: Yusni Aziz)

Museum Toeti Heraty
Museum ini mengoleksi banyak karya seniman besar Indonesia. Tapi bukan itu yang membuatnya spesial sebenarnya. Berbeda dari museum umumnya, karya-karya di sini tidak diperoleh dari perburuan di bursa atau balai lelang. Alih-alih, berkat kedekatan dengan banyak seniman, Profesor Toeti Heraty, sang pemilik museum, bisa memesan karya secara langsung dari pembuatnya, kadang mendapatkannya secara cuma-cuma. Berbeda pula dari museum umumnya, Museum Toeti Heraty menempati sebuah rumah yang hingga kini masih berfungsi sebagai rumah. Banyak lukisan dan patung berkelindan dengan barang pribadi dan bertaburan di area privat seperti kamar tidur dan ruang tamu. Harta lain museum ini adalah perpustakaan berisi ribuan literatur bertema rancang bangun dan perempuan. Ayahanda Toeti, Roosseno Soerjohadikoesoemo, adalah seorang pakar beton yang pernah terlibat dalam proyek kolosal seperti Monumen Nasional dan Jembatan Semanggi. Sementara Toeti, selain memimpin beragam organisasi seni, merupakan seorang feminis yang turut mendirikan Suara Ibu Peduli dan menerbitkan Jurnal Perempuan. Jl. HOS. Cokroaminoto 9-11, Menteng, Jakarta Pusat; 021/3911-823; cemara6galeri.wordpress.com.