Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Wisata Kuliner di Bangkok

Sajian wagyu striploin tartare di Eat Me.

Oleh Degan Septoadji

Rencana ambisius Thaksin Shinawatra sepertinya berhasil. Keinginan mencetak ribuan restoran Thailand di pojok-pojok bumi tak lantas membuat daya pikat negeri ini sebagai destinasi kuliner menyusut, melainkan justru menguat. Fenomena itu terlihat gamblang di ibu kotanya, di mana wisata lidah kian populer, menyaingi wisata malam dan belanja.

Bangkok, poros kuliner Asia Tenggara, menyuguhkan kombinasi apik antara hidangan tradisional yang tak lekang oleh waktu dan menu-menu modern yang diracik oleh koki-koki genius. Berikut beberapa tempat yang menawarkan petualangan gastronomi di Krung Thep, “Kota Para Malaikat.”

Molekuler India
Di Bangkok, surga-surga kuliner tak melulu terletak di mal atau gedung beton. Gaggan, kata Hindi yang berarti “langit,” justru menempati rumah sepuh berusia 70 tahun yang teronggok di sebuah jalan buntu di kawasan Lang Suan. Interiornya putih dalam bungkus gaya kolonial yang romantis. Di salah satu sudutnya terdapat celah yang menghubungkan ruang makan dan dapur, sehingga tamu bisa menikmati hidangan seraya menonton para koki berjibaku dengan kompor.

Kiri-kanan: Gaggan, koki yang berhasil mendobrak pakem masakan India yang konvesional; hidangan di Gaggan disajikan dengan gaya gastronomi molekular.

Gaggan (68/1 Soi Langsuan, Ploenchit Road, Lumpini; 66-2/652-1700; eatatgaggan.com) hanya menyuguhkan tiga pilihan chef ’s tasting menu. Restoran ini mengusung tema Indian progressive fusion yang sarat kejutan dengan presentasi khas gastronomi molekuler. Bermodalkan ilmu yang ditimba langsung dari tim peneliti di laboratorium elBulli pimpinan Ferran Adrià, koki Gaggan Anand berusaha merombak persepsi umum seputar kuliner India yang konvensional.

Dengan imajinasi kuliner yang tanpa batas, dia menampilkan hidangan autentik India dengan inspirasi global. Anand mendekonstruksi pakem-pakem baku untuk menciptakan hidangan mahakarya yang meleleh atau meletus di mulut. Salah satu kekuatannya terletak pada kreativitas mengeksplorasi bahan yang jarang digunakan, mulai dari edible flower, mentimun termungil di dunia, hingga mango blossom dan es krim beraroma asap tembakau. Lewat ikhtiarnya, Anand seolah melecut kita untuk melupakan definisi klasik kuliner India.

Fasad restoran Gaggan yang terlihat chic.

Dalam ketiga pilihan tasting menu yang terdiri dari lima, tujuh, hingga 10 urutan makanan, penikmat kuliner diajak membebaskan indra bertualang dalam rasa yang imajinatif. Mula-mula, tersaji welcome drink berupa moktail jus jeruk dan lemon dengan busa semangka, ditambah caviar berbahan raspberi dan stroberi. Tahap berikutnya, hadir amuse bouche yoghurt explosion shot dengan cokelat putih, kacang, dan samosa potato mousse. Usai kejutan-kejutan itu, barulah kita memasuki hidangan pertama.

Dekonstruksi Thai
Invasi Henrik Yde-Andersen ke Bangkok pada 2010 berhasil menyuntikkan energi baru pada lanskap kuliner kota ini. Koki kondang asal Denmark tersebut telah mengoleksi enam gerai di Kopenhagen, termasuk Kiin Kiin, satu-satunya restoran Thai di dunia yang memiliki bintang Michelin, menyusul hilangnya bintang Michelin milik Nahm by David Thompson di London. Di Bangkok, Henrik mendirikan Sra Bua by Kiin Kiin (Siam Kempinski Bangkok, 991/9 Rama 1 Road, Pathumwan; 66-2/162-9000; kempinskibangkok.com), sebuah restoran yang berkonsep modern. Banyak orang membandingkannya dengan Nahm Restaurant di Bangkok. Keduanya memang berbagi sejumlah kesamaan: sama-sama dimotori koki asing, sama-sama membawa “mudik” kuliner Thai ke tanah kelahirannya.

Kiri-kanan: Makanan di Sra Bua disajikan dengan presentasi menarik; Interior Sra Bua yang menawan.

Kenyataannya, keduanya berbeda frontal. Nahm berusaha menghidupkan kembali resep tradisional Thailand dari zaman baheula yang sebagian bahkan telah dilupakan dari dapur-dapur warga lokal. Sementara Sra Bua mendekonstruksi cita rasa Thai, lalu menyajikannya dengan presentasi yang jauh dari bayangan umum, tapi tanpa membuang roh tradisional makanan. Pendekatan inilah yang turut membawanya memuncaki daftar Asia’s 50 Best Restaurant 2014. Sra Bua menawarkan interpretasi modern atas hidangan autentik Thai. Hidangannya penuh kejutan layaknya kuliner yang bercorak gastronomi molekuler. Uniknya, cita rasa khas tradisional tetap terpelihara dalam kreativitas para kokinya yang bermain-main dengan beragam teknik dan temperatur guna menciptakan variasi wujud dan tekstur.

Tak heran jika Sra Bua dianggap mewakili kutub kuliner ultra-contemporary Thai. Usai melalui sebuah pintu kayu setinggi 2,5 meter, kita akan mendapati interior tenang yang dinaungi langit-langit tinggi serta dipercantik panel kayu dan kolom berhiaskan sutra Thailand. Beberapa hidangannya yang paling atraktif adalah gaeng daeng, kari merah yang dibekukan dengan selada lobster dan disajikan dalam uap nitrogen cair; tom kha cornette, sup kari dengan aroma jeruk nipis dan serai yang disajikan dalam cone es krim; tom yam yang kuahnya disajikan terpisah kemudian diteguk perlahan dengan jelly herbal; serta selada anggrek dengan sapi panggang bumbu pedas.

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5