by Yohanes Sandy 26 February, 2014

Candu Gunung Tambora di Sumbawa

Meskipun berdiri kokoh, tak berarti gunung yang dijuluki “Sang Bomber” ini bebas dari gerogotan penyakit. Punggungnya didera virus ilegal logging, seperti kebanyakan kawasan hutan di Indonesia. Pohon Dua Banga Molucana merupakan kayu-kayu yang menjadi sasaran para penebang gelap di hutan Tambora. “Dua Banga, merupakan kayu bagus dan kuat nomor dua setelah kayu jati”, kata Ecky Saputra, staf KKBHL-PHKA yang menjadi ketua tim dalam pendakian tersebut. Penyakit tersebut yang perlahan-lahan menggerogoti dan menghabisi Tambora bila tak segera diberantas.
Badai sempat menghambat proses pendakian. Melalui rute Desa Doropeti, diperlukan waktu kurang lebih 20 jam bagi para pendaki untuk mencapai bibir kaldera. Trek landai hingga terjal dengan kemiringan mencapai 45 derajat menjadi menu utama pendakian. Sepanjang perjalanan, para pendaki hanya dihibur dengan suara alam dan bunga anggrek hutan dengan warna-warna indahnya. Di beberapa titik menjelang puncak, terlihat pemandangan menakjubkan terdiri atas hamparan padang rumput hingga laut lepas di kejauhan.

Ada semacam candu yang menarik pendaki untuk kembali mengunjungi kaldera Tambora. Di ceruk dalam tersebut, terdapat gunung api kecil yang dinamai Doro Afi Toi, pusat aktivitas gunung berapi itu saat ini. Bersanding di sisinya adalah sebuah danau kecil. Berdasarkan pengalaman dan iklim, waktu terbaik untuk mendaki gunung ini adalah antara Juli hingga September.
Diubahnya status Gunung Tambora sebagai taman nasional memang sudah seharusnya. Selain sejarahnya yang dahsyat, potensi wisatanya pun cukup menarik. Selain aktivitas pendakian, turis juga bisa mengunjungi wisata air terjun di daerah Kawinda Toi, perkebunan Kopi Tambora di sekitar Desa Pancasila, serta penemuan peninggalan arkeologi sisa peradaban yang musnah akibat letusan. Pada April 2015 mendatang, tepat pada perayaan dua abad meletusnya Gunung Tambora, Sang Bomber siap menarik perhatian dunia dengan sejuta pesonanya.