web analytics
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Agar Terbang Tak Jadi Aib

Kkampanye flygskam (“flying shame”) memakan korban. Pada 2019, kampanye ini mengakibatkan penurunan jumlah penumpang pesawat di Eropa, khususnya di Swedia. Inspirasi di baliknya: protes srikandi lingkungan Greta Thunberg terhadap emisi pesawat.

Walau tak menolak sepenuhnya logika “nista terbang,” industri aviasi menilai para aktivis kurang arif dalam membaca persoalan. Pesawat memang mengembuskan emisi, tapi proporsinya hanya dua persen dari total emisi global. Angkanya jauh di bawah industri fesyen yang menyumbang delapan persen emisi, atau makanan yang menembus 25 persen. 

Terlepas dari polemik siapa yang paling berdosa, flygskam telah melecut para pemilik maskapai untuk lekas berbenah. Kini ada tekanan lebih besar untuk mewujudkan cita-cita luhur penerbangan ramah lingkungan. Caranya beragam, termasuk membeli armada hemat avtur, menerapkan carbon offset, serta menggenjot agenda biofuel. Yang terakhir ini dipandang banyak pelaku sebagai solusi pamungkas menekan emisi. 

Petugas mengisi bahan bakar pesawat. Selain avtur, maskapai memiliki opsi biofuel yang dibuat dari bahan terbarukan. (Foto: Pandu Agus Wismoyo/Unsplash)

Definisi Biofuel?
Dalam definisi teknisnya, biofuel adalah bahan bakar yang dibuat dari materi terbarukan, khususnya tanaman yang mengandung gula (contohnya tebu) atau tepung (misalnya jagung). Minyak jenis ini sudah marak dipakai untuk pemanas rumah dan memasak. Pesawat memakai biofuelgenerasi kedua,” yang lazim disebut Sustainable Aviation Fuel (SAF). Berusaha tidak menyaingi kebutuhan dapur, SAF dibuat antara lain dari ganggang, biji-bijian, minyak tanaman camelina, dan minyak nabati daur ulang.

Pesawat usai pemeriksaan di Istanbul. Biofuel dilirik maskapai karena tak menuntut banyak modifikasi pada mesin pesawat. (Foto: Soner Ozmen/Unsplash)

Kenapa Biofuel Penting?
Berdasarkan hasil riset NASA, jika separuh tangki pesawat saja memakai biofuel, polusi udara akan susut 50-70 persen. Inilah yang membuat biofuel vital dalam mengejar target pengurangan emisi 50 persen di 2050 versi International Air Transport Association (IATA). Apalagi, hingga kini belum ada alternatif energi yang menjanjikan bagi pesawat. Berbeda dari sistem tenaga listrik misalnya, biofuel tidak menuntut banyak modifikasi pada tubuh dan mesin pesawat. 

Bandara Internasional Brisbane, satu dari enam bandara di dunia yang menyediakan biofuel secara reguler. (Foto: Jen Dainer/Industrial Arc Photography/BNE)

Jika Penting, Kenapa Tidak Marak Dipakai?
Jawaban paling simpel: mahal. Harga biofuel mencapai tiga hingga lima kali lipat avtur. Itu sebabnya maskapai hanya sanggup memakai bahan bakar oplosan: campuran biofuel dan avtur. Problem lain biofuel ialah pasokannya yang minim. Produsennya terbatas, begitu pula bandara yang menyediakannya. Hingga 2019, menurut laporan IEA (International Energy Agency), hanya enam bandara di dunia yang menyediakan biofuel secara reguler, di antaranya Brisbane, Los Angeles, dan Stockholm.  

Armada B777 milik Cathay Pacific, salah satu maskapai yang berinvestasi paling besar dalam pengadaan biofuel. (Foto: Peggy Wong/Cathay Pacific)

Maskapai yang Memakai Biofuel?
Virgin Atlantic adalah maskapai pertama yang mengetes biofuel. Pada Februari 2008, pesawat B747-400 miliknya terbang dari London ke Amsterdam, dengan 20 persen bahan bakar biofuel. Tes kedua dilakukan Air New Zealand pada Desember 2008, dengan komposisi biofuel 50 persen. Hingga kini, sudah lebih dari 150.000 penerbangan mencobanya. Kendati begitu, lantaran harganya mahal dan pasokan fluktuatif, hanya segelintir maskapai mengoperasikan penerbangan biofuel secara reguler, contohnya United Airlines, Air Canada, Cathay Pacific, dan Alaska Airlines.

Lewat program Push for Change, Finnair mengajak penumpang ikut patungan membeli biofuel. (Foto: Finnair)

Publik Bisa Terlibat Mendukung Biofuel?
Beberapa maskapai mengajak publik ikut patungan membeli biofuel. Metodenya bernama carbon offset. Caranya simpel: penumpang menghitung emisi penerbangan memakai kalkulator karbon, lalu menyumbang dana untuk mengompensasinya. Uang yang terkumpul dipakai pihak maskapai untuk membeli biofuel di penerbangan lainnya. Sistem urun dana ini ditawarkan misalnya oleh Lufthansa, Finnair, dan SAS.  

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5