by Yohanes Sandy 31 December, 2014
Surga Laut di Kota Kinabalu
Oleh Sanjay Surana
Foto oleh Martin Westlake
Seekor babi hutan menggigit jempol. Sepenuhnya salah saya. Ketika sedang piknik pada siang bolong di pantai Gaya Island Resort, seekor babi hutan melenggang di pasir dan mendekat usai terpikat oleh bau makanan. Dengan imutnya ia mengendus kaki kiri saya, seolah hendak mengajak bermain. Lalu ia pindah ke kaki kanan, tapi kali ini untuk menggigit jempol saya.
“Haaa!” Saya berteriak dan sang babi melepaskan gigitannya. Jempol masih utuh, tapi kulitnya terkelupas. Saya berjalan tertatih ke air guna membersihkan luka, sementara si pelaku kabur dan menyelinap ke hutan.
Menyesal, tentu saja. Seharusnya saya mematuhi petuah Scott Mayback, pakar biologi kelautan yang bekerja untuk Gaya Island Resort. Sejam sebelumnya, dia menganjurkan saya untuk menjaga jarak dari babi hutan. Katanya, hewan ini kerap mengendus-endus di sekitar pantai. “Tepuk tangan Anda bersama-sama seraya berteriak,” sarannya tentang teknik mengusir babi. Di Borneo, memang ada perbedaan besar antara “satwa” dan “satwa liar.”
Dan satwa liar berlimpah di belantara Gaya, pulau seluas 15 kilometer persegi di dekat Kota Kinabalu, Sabah. Di pulau ini hanya ada tiga hotel (termasuk Gaya Island Resort yang berusia dua tahun), ditambah segelintir desa berisi rumah-rumah panggung. Selain babi hutan, warga pribuminya antara lain tupai terbang, kera, kelelawar tapal kuda, burung merbah belukar, serta lebah ungu dengan mandibula yang sanggup melubangi pohon.
Faunanya jelas spektakuler, tapi tawaran Gaya yang paling atraktif adalah lautnya yang kaya warna. Kecuali kawasan semenanjung timur tempat desa-desa tradisional berdiri, seluruh perairan Gaya berstatus dilindungi, bagian dari kawasan konservasi seluas 50 kilometer persegi Taman Nasional Tunku Abdul Rahman (TAR ). Taman nasional yang diresmikan pada 1974 ini mencakup Gaya dan sejumlah pulau tetangganya seperti Mamutik, Manukan, Sapi, dan Sulug.
Gaya Island Resort sepertinya bukan semata hadir untuk mengail uang dari turis. Menganut ambisi mulia untuk merawat lingkungan, properti ini mempekerjakan Mayback, pria 36 tahun yang mengurus pembukaan marine center tahun lalu, ditambah seorang naturalis. Dilihat dari lautan, resor ini seperti dusun tepi pantai yang rendah hati. Di dalamnya terdapat vila-vila yang bertengger di atas tiang pancang, bertaburan di antara pohon-pohon dipterocarp, dan menghadap perairan berwarna batu giok Teluk Malohom. Resor ini tidak besar. Di sisi depan ada ruang publik berisi area penerimaan tamu, kolam renang, dan restoran. Di belakangnya, vila berserakan. Semuanya ditata dalam formasi lingkaran yang bisa dikelilingi dalam waktu hanya 10 menit. >>>