Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menyelami Alam dan Budaya di Wakayama

Pertunjukan pemotongan tuna di pasar Marina City yang digelar tiga kali sehari.

Bergabung dengan kerumunan pengunjung, saya menonton proses pemotongan ikan tuna yang berbobot sekitar 100 kilogram. Dalam waktu hanya 15 menit, ikan seukuran manusia itu sudah berubah menjadi irisan daging. Kita pun diundang mengikuti atraksi paling lezat di pasar ikan Jepang: menyantap daging segar.

Beberapa kebun buah juga telah dijadikan obyek wisata. Wakayama setidaknya mengoleksi 28 kebun yang menghasilkan delapan komoditas utama. Selain mikan yang menjadi ikon, ada stroberi, bluberi, persik, melon, anggur, kiwi, serta persimmon (kesemek Jepang).

Diberkahi kontur pegunungan dan iklim sejuk, Wakayama memang kawasan yang sangat menunjang budi daya buah-buahan. Apalagi mencari lahan untuk kebun bukanlah perkara sulit. Dengan luas 4.726 kilometer persegi dan populasi di bawah satu juta jiwa, Wakayama adalah salah satu provinsi dengan kepadatan terendah di Jepang.

Memetik buah-buahan di perkebunan menjadi aktivitas yang mengasyikkan di Wakayama.

Di kebun-kebun Wakayama, layaknya paket agrowisata di Batu, Jawa Timur, turis diajak memetik buah dari pohonnya. Tak semua buah bisa dipanen sepanjang tahun. Dari Januari hingga Mei misalnya, stroberi tumbuh subur. Sedangkan di periode Juni hingga Agustus, giliran bluberi, persik, dan melon. Semua kebun menawarkan sistem makan sepuasnya dengan tarif antara ¥200-2.500.

Meninggalkan kebun, saya meluncur ke kota pesisir Shirahama. Panorama sepanjang perjalanan membius mata. Di sisi kiri terhampar pegunungan hijau, sementara di sisi kanan terbentang lautan biru. Tapi jangan mengira Shirahama cuma menawarkan alam yang molek.

Selepas sarapan, saya memasuki Sandanbeki Dokutsu, sebuah gua bersejarah. Riwayatnya dimulai pada abad ke-10 sebagai tempat persembunyian bajak laut (kumano suigun). Memasuki peradaban modern, Sandanbeki dipugar. Situs kelam ini diubah menjadi museum. Guanya kini dilengkapi lift agar mudah diakses. Di sini, saya belajar secuil legenda perompak dari Negeri Sakura.

Berkunjung ke Shirahama tak afdal tanpa menyambangi Pulau Engetsu. Pulau karang yang dijadikan lambang kota. Bentuknya seperti dua kubah yang dihubungkan oleh seutas jembatan batu. Bagi orang Indonesia, Engetsu bukanlah fenomena geologis yang asing. Bentuknya mirip “karang bolong” lazimnya. Tapi tempat ini rupanya terkenal sebagai lokasi menonton prosesi tenggelamnya mentari. Beberapa kali dalam setahun, matahari senja tepat bersarang di tengah lubang karang.

Panorama lautan yang menjadi salah satu daya tarik Wakayama.
Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5