by Christina Setyanti 24 May, 2024
10 Fakta Unik Borobudur, Candi Buddha Terbesar di Dunia
Gemerlap lampion Waisak mewarnai langit gelap di sekitar Candi Borobudur.
Ribuan umat Buddha dan biksu-biksu yang sempat melakukan thudong, berkumpul dan merayakan Waisak bersama dalam rangkaian doa.
Candi Borobudur merupakan candi Buddha terbesar dan bersejarah di dunia. Ini menjadi salah satu alasan mengapa tiap tahunnya, candi ini menjadi lokasi pusat perayaan Waisak.
Selain jadi candi Buddha terbesar di dunia, candi yang terletak di Magelang, Jawa Tengah ini juga menyimpan berbagai kisah bersejarah dan fakta-fakta unik yang jarang diketahui.
Baca Juga: 10 Destinasi Pengembangan Wisata Terbaik Dunia 2024, Ada Indonesia?
Berikut 10 Fakta Unik tentang Candi Borobudur:
1. Situs Warisan Dunia UNESCO
Pada 1991, UNESCO menentapkan Candi Borobudur sebagai salah satu situs warisan dunia. Hal ini tercantum dalam kriteria Budaya (i) “untuk mewakili mahakarya kejeniusan kreatif manusia”,
(ii) “untuk menunjukkan pertukaran nilai-nilai kemanusiaan yang penting, dalam rentang waktu atau dalam wilayah budaya dunia, pada perkembangan dalam arsitektur atau teknologi, seni monumental, perencanaan kota atau desain lansekap”,
Dan (vi) “secara langsung atau nyata dikaitkan dengan peristiwa atau tradisi yang hidup, dengan gagasan, atau dengan keyakinan, dengan karya seni dan sastra yang memiliki makna universal yang luar biasa.”
2. Ditemukan kembali oleh Thomas Stamford Raffles
Candi Borobudur dibangun antara abad 8 dan 9, atau sekitar tahun 800 Masehi di masa dinasti Syailendra. Candi ini dibangun oleh Raja Samaratungga dan selesai pada masa Ratu Prabudawardhani, putri Samaratungga.
Namun candi ini sempat terkubur letusan Gunung Merapi. Borobudur ditemukan Kembali pada 1814 oleh Gubernur Jenderal Inggris Thomas Stamford Raffles ketika berada di Pulau Jawa.
Baca Juga: Tak Ada Lagi Gunung Fuji di Belakang Minimarket Jepang
3. Dibangun tanpa semen
Mengutip berbagai sumber, struktur bangunan ini dibangun tanpa menggunakan semen atau bahan perekat lain. Candi ini dibangun dengan Teknik pahatan dan penyusunan blok batu dengan presisi.
Candi dibangun dengan teknik konstruksi interlock atau pasak sehingga batu-batu tersebut terkunci atu sama lain. Ada sekitar 2 juta balok batu yang digunakan dalam konstruksinya.
4. Batu vulkanik
Candi yang sudah berabad-abad ini memang sudah sedikit terkikis, namun Sebagian besar masih kuat. Material utama yang membangunnya adalah batu vulkanik dari sekitar Gunung Merapi.
5. Jumlah relief dan patung
Borobudur bukan cuma terkenal karena kemegahannya, namun juga pahatan dan relief bersejarah yang terukir di batu penyusunnya.
Monumen ini dihiasi dengan 2.672 panel relief dan memiliki 504 patung Buddha terbuka (tidak tertutup dalam stupa).
6. Melambangkan pencerahan
Candi ini didesain dengan bentuk mandala yang melambangkan alam semesta dan jalan menuju pencerahan. Ukiran relief menjadi perantara perjalanan fisik dan spiritual yang membimbing peziarah.
Baca Juga: 4 Pameran Seni dan Musik di Long Weekend Waisak
7. Desain Jawa dan India
Desain Borobudur disebut-sebut hadir sebagai perpaduan gaya Jawa dan arsitektur Gupta style dari India.
8. Foto pertama Borobudur
Foto pertama monumen ini diambil pada tahun 1872 oleh pengukir Belanda yaitu Flemish Isidore van Kinsbergen.
9. Pernah dianggap jadi sumber souvenir dan pernah dijarah
Beberapa bagian seperti panel relief dan patung-patung yang ada di Candi Borobudur sempat dijadikan souvenir kepada Raja Chulalongkorn dari Siam (sekarang Thailand) pada 1896 lalu.
Dia membawa delapan kereta penuh patung dari Borobudur. Beberapa artefak ini dipajang di ruang Seni Jawa di Museum Nasional di Bangkok. Dia membawa 30 relief, lima arca Buddha, dua arca singa, dan beberapa langgam kala. Sebagai gantinya, sang raja memberikan patung gajah yang saat ini menjadi lambang dan berada di depan Museum Nasional, Jakarta.
Baca Juga: Akhir Mei, Siap-Siap Berburu Kuliner di Ubud Food Festival 2024
10. Nyaris direlokasi
Pada 1882, kepala pemeriksa artefak budaya sempat merekomendasikan agar Candi Borobudur dibongkar dan direlokasi karena lokasinya tak stabil.
Pemerintah Belanda saat itu menunjuk curator Willem Pieter Groeneveldt untuk memeriksa. Namun dalam laporannya, dia menemukan bahwa relokasi itu tak beralasan.