by Karina Anandya 24 October, 2018
48 Jam di Banyuwangi
Oleh Gabriela Ika
Foto oleh Johannes P. Christo
SABTU
01:00 Gunung Ijen
Konon, fenomena api biru hanya terdapat di dua tempat di dunia, salah satunya di Gunung Ijen. Menyaksikannya perlu memeras keringat. Dari Pos Paltuding (Tamansari, Kec. Licin), trek pendakian menanjak dan meliuk hingga ketinggian menembus 2.400 meter. Tiba di puncak, tubuh ditantang untuk menuruni tebing berbatu, sementara hidung bertarung melawan bau sulfur. Semuanya mesti dilakukan di tengah gulita, karena api biru memang hanya tampak sebelum mentari terjaga. Rampung mengagumi keajaiban alam, saksikan keajaiban tubuh: para penambang yang memikul bongkahan belerang berbobot puluhan kilogram.
09:30 Agrowisata Kalibendo
Akar pohon karet, kopi, dan cengkih mencengkeram tanah latosol dan regosol seluas 822 hektare yang dikelola oleh PT. Perkebunan Kalibendo. Bagaimana kopi robusta diolah, juga bagaimana petani menyayat pohon karet, adalah sebagian wisata edukasi di Agrowisata Kalibendo (Kampung Anyar, Kec. Glagah). Berjalan ke utara dengan menembus rerimbunan bambu, pengunjung akan bertemu pohon beringin yang akarnya menembus sungai. Di baliknya, ada air terjun. Selama di sini, jangan kaget jika diundang mampir ke rumah petani. Itu bukan tawaran basa-basi.
12:00 Sego Tempong Mbok Wah
Cabai, tomat ranti, terasi, gula, dan garam lumat di cobek batu besar. Silakan pilih sendiri kata yang tepat untuk merangkum rasanya: menampar atau menggigit. Makan siang di Sego Tempong Mbok Wah (Jl. Gembrung 220, Kec. Glagah) memberi kesan yang mendalam, walau hanya berlauk telur dadar atau tempe, asalkan ditemani sambal khasnya. Warung kondang ini beroperasi setiap hari, sejak pagi hingga menjelang tengah malam. Jika berencana menjelajahi Banyuwangi, tengoklah poster agenda festival yang ditempel di dinding utara warung.
13:00 Kampung Wisata Temenggungan
Kampung ini menyimpan pelajaran sejarah, kultural, dan arsitektural Banyuwangi. Ada situs sumur keramat yang diyakini sebagai lokasi jatuhnya Sritanjung, istri teladan dalam legenda lokal. Ada rumah berlanggam kolonial warisan bupati kelima, Raden Tumenggung Pringgokusumo. Kampung Wisata Temenggungan (Kec. Banyuwangi) juga mencetak banyak seniman musik dan pembatik, bahkan dikenal sebagai sentra industri batik pesisir. Kunjungi Sanggar Sayu Wiwit untuk mempelajari Gajah Oling, motif batik yang menyiratkan petuah bijak untuk melanggengkan laku “eling,” ingat pada Yang Maha Besar.
15:00 Kelenteng Hoo Tong Bio
Lampu-lampu oriental bergelantungan di interiornya. Asap menari ke sudut-sudut bangunan yang dipenuhi ornamen simbolis. Hoo Tong Bio (Jl. Ikan Gurami 54, Kec. Banyuwangi), kelenteng tertua di Jawa Timur, diperkirakan dikonstruksi pada 1768-1784. Pada 2014, prasasti tertua berupa panel kayu bertitimangsa 1784 ludes terbakar bersama 80 persen bangunan. Usai renovasi, cagar budaya yang pernah berganti nama jadi Nara Raksita ini menyambut kembali para jemaah yang memuliakan Chen Fu Zhen Ren.
17:00 Taman Sritanjung
Usai ditata ulang, Taman Sritanjung (Jl. Sritanjung, Kec. Banyuwangi) menjadi taman terbaik di Banyuwangi. Di sini tersedia lintasan joging, jaringan internet, juga deretan kios penjual rujak soto. Selain menawarkan kesempatan bertemu warga lokal, taman ini bisa dijadikan basis untuk menggapai landmark kota. Di sisi baratnya ada Masjid Agung Baiturrahman, masjid sepuh yang dikerek pada akhir 1773. Di seberang utara, Pendopo Sabha Swagata Blambangan bercokol anggun sejak bupati pertama Tumenggung Wiroguno I memerintah.
Baca juga: Destinasi Paling Bersinar di Jawa Timur; 9 Resor Peselancar di Indonesia
MINGGU
06:30 Pasar Jajanan Tradisional Kemiren
Saban Minggu pagi, seutas gang sepanjang 70 meter di Desa Kemiren (Kec. Glagah) beralih fungsi jadi pasar yang menyuguhkan warisan masa lampau: rumah kuno, ritual, dan kuliner khas Suku Osing. Di sini, para perempuan berkebaya hitam menjajakan ketan kerep, precet pisang, semanggi kukusan, dan kucur. Sederet nama yang sayup memudar, apalagi tape ketot, yakni tape ketan yang warna hijaunya bersumber dari daun lengkuas. Sebelum berbelanja, tamu mesti membarter rupiah dengan koin kepeng di kasir. Menyelami masa silam tidak boleh setengah hati di sini.
10:30 Taman Nasional Alas Purwo
Ada beberapa objek menarik di sini, misalnya Pantai Plengkung, Pantai Pancur, hutan bakau Bedul, dan sabana Sadengan seluas 84 hektare. Taman Nasional Alas Purwo (Semenanjung Blambangan) merupakan kediaman bagi macan tutul, banteng, rusa, elang, dan bangau sandang-lawe, tapi ajag tetap berstatus tuan rumahnya. Dari menara pantau setinggi 10 meter, pengunjung bisa melayangkan pandangan ke alam sekitar. Simak pula kisah penjaga hutan tentang ganasnya gerombolan ajag kala berburu anak banteng. Mereka menyaksikannya lewat tiga unit kamera pemantau.
14:00 Pantai Wedi Ireng
Pantai pasir putih ini melengkung di teluk yang diapit bukit-bukit tampan. Ombaknya kalem, kontras dari gelombang laut selatan yang terkenal galak. Untuk menjangkau Pantai Wedi Ireng (Dusun Pancer, Kec. Pesanggaran), parkir mobil di Pantai Mustika, lalu sewa perahu bermesin tempel dengan tarif Rp25.000. Juru mudiknya sangat memaklumi jika penumpang mesti menahan mual sepanjang perjalanan. Untuk perjalanan pulang, jika malas mual, opsinya ialah melewati bukit di belakang pantai hingga mencapai muara, kemudian tumpangi ojek sungai bertarif Rp5.000 menuju Pantai Mustika.
19:00 Osing Deles
Tiba di halamannya, tamu disambut secangkir kopi atau teh. Gratis. Memasuki restoran, mata disambut ornamen kuno yang bersanding dengan perkakas modern. Di depan kasir misalnya, ada bangku kayu tinggi dengan setang sepeda onthel sebagai sandarannya. Hidangan kampiun Osing Deles (Jl. KH Agus Salim 12A, Kec. Banyuwangi) adalah pecel pitik dan spageti tempong. Di lantai bawah restoran ada zona khusus buah tangan. Jika udeng atau kue bagiak terdengar biasa, beli saja kopi lanang, kopi berbiji tunggal yang terkenal ampuh mendongkrak stamina. Cocok untuk menyambut Senin.