Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bangkitnya Museum di Jakarta

Pameran seni di Art:1, kompleks yang didesain untuk pameran berskala besar.

Seni Untuk Semua
Instalasi Sunaryo berupa kesibukan pekerja konstruksi, langsung mencolok mata begitu memasuki Art:1 New Museum. Kompleks seluas 6.000 meter persegi ini terdiri dari dua gedung. Yang pertama bertindak sebagai museum dan menampung koleksi Martha Gunawan, sang pemilik Art:1. Gedung lainnya yang berbentuk oval difungsikan sebagai art space.

Martha merupakan pecandu seni dengan jejak yang panjang. Sebelum mendirikan museum, dia selama hampir tiga dekade bergelut di bidang seni rupa. Pada 1983 di Gajah Mada Plaza, dia mendirikan Mon Décor yang cukup legendaris karena menjadi pelopor galeri komersial. Kehadiran tempat ini bersamaan dengan tumbuhnya minat publik pada seni rupa modern.

Martha juga memopulerkan poster seni (artwork repro) untuk interior. Saat itu, karya-karya replika Salvador Dali, Rembrandt, van Gogh, atau Renoir mempercantik rumah-rumah kaum kaya di Jakarta. Martha punya andil besar dalam menciptakan boom seni rupa Indonesia, terutama ketika Mon Décor menggelar pameran 70 Tahun Seni Lukis pada 1989. Saat itu, Martha menaikkan seluruh harga lukisan para maestro semacam Affandi, Hendra, Sudjojono, Antonio Blanco, Arie Smith, serta Lee Man Fong. Hasilnya, karya-karya itu justru laris manis. “Karena saat itu harga lukisan karya perupa kita masih sangat rendah dibandingkan harga perupa Asia,” kata Martha.

Kini, melalui Art:1, Martha hendak mengembalikan apa yang telah diperolehnya dari publik. Koleksinya terbentang luas, mulai dari karya maestro hingga perupa kontemporer seperti Putu Sutawijaya, Agus Suwage, hingga Heri Dono. “Saya selalu berusaha membeli karya yang punya wacana, konsep, dan konteks,” jelas Martha.

Koleksinya menampung karya yang penting dalam memetakan sejarah seni rupa nasional. Misalnya Kamar Ibu dan Anak dari Jim Supangkat. Karya 1975 dari eksponen Gerakan Seni Rupa Baru itu penting karena bersifat arsip kebudayaan. Kita bisa melihat pergulatan seniman muda yang merasa terkungkung oleh tradisi dan institusi seni mapan. Sejumlah karya Heri Dono yang pada masanya begitu menguasai wacana kontemporer juga terpajang. Karya-karyanya disandingkan dengan lukisan para perintis seni rupa modern Indonesia, sebut saja Love and Peace dari Srihadi Soedarsono.

Sejumlah koleksi favorit Martha ditempatkan di ruang khusus. Di ruang kerjanya, dia memasang dua lukisan karya kurator seni Bung Karno, Lee Man Fong, dan Cristiano. “Kedua karya ini selalu jadi inspirasi bisnis saya,” ujarnya. Instalasi Anusapati bertajuk Nenek Moyangku Orang Pelaut berupa perahu terbalik juga terpasang.

Art:1 juga patut diapresiasi atas fasilitasnya yang lengkap. Dinding art space yang melingkar tanpa sudut memudahkan seniman untuk berpameran. Heri Dono pernah melukis Art Odyssey sepanjang 30 meter pada dinding ini. Aneka figur absurd, mistis, dan naif buatannya begitu mencekam. Berkat pencahayaan yang prima, kreasi rumit Heri Dono yang melibatkan suara, gambar, dan gerak dapat dipresentasikan secara menggugah.

Usai menyerap koleksi seni, pengunjung bisa bersantai di kafe di muka gedung. Peneliti dan akademisi bisa melahap buku-buku seni rupa yang cukup lengkap di perpustakaan. Fasilitas lainnya adalah ruang konsultasi untuk restorasi dan konservasi lukisan yang diasuh oleh Monica, putri Martha, yang berguru ilmu restorasi di Italia. Dari tangannya, lebih dari 600 lukisan, mulai dari karya Affandi, Hendra, Sudjojono, hingga Pablo Picasso, pernah “diremajakan.”

Martha memiliki program satu pameran besar per tahun, di luar pameran rutin setiap tiga bulan. Pameran besar ini umumnya menyoroti hanya satu tokoh. Dua nama yang pernah diangkat adalah Srihadi Soedarsono dan Heri Dono. Buku yang mengupas keduanya diluncurkan saat pameran.

Atas segala keunggulannya itu, Art:1 diganjar Museum Award 2012 untuk kategori sarana dan fasilitas pengunjung. Dalam konteks nasional, tempat ini juga punya peran penting dalam mengatasi masalah kelangkaan wadah pameran berskala besar di Jakarta. Pameran yang sifatnya retrospektif selama ini hanya bisa digelar di Galeri Nasional, padahal tempat ini senantiasa penuh sepanjang tahun. Jl. Rajawali Selatan Raya No.3; 021/6470-0168; mondecor.com.

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Mei/Juni 2015 (“Ruang Relikui”)

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5