Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ulasan 3 Hotel Termewah di Sekitar Borobudur

Borobudur, candi Buddha terbesar, juga paling banyak dikunjungi di Indonesia. Tahun lalu, menurut Badan Pusat Statistik, tamunya sekitar 1,5 juta orang. Sebelum pandemi lebih banyak lagi. Nyaris empat juta.

Menampung peziarah, hotel bermunculan. Di sekitar candi. Di Perbukitan Menoreh yang menatap candi. Mayoritas penginapan berkonsep butik dan homestay. Segelintir berstatus bintang lima. Berikut tiga contohnya: 

Villa Borobudur
Tarif: Rp3.000.000 net/malam

Interior vila bergaya Jawa di Villa Borobudur, resor independen yang beroperasi sejak 2011. (Foto: Villa Borobudur)

Lokasinya terpencil. Dan sepertinya sengaja ingin terpencil. Bangunannya dikepung pohon dan semak. Alamatnya di lereng rimbun Menoreh. Salah satu alamat termahal di kawasan ini.

Konon katanya, lokasi resor ini masuk jalur gerilya Diponegoro. Satu buktinya masih tersimpan: petilasan batu bekas tempat semadi sang pangeran.

Eksterior vila ditaburi ukiran. Kanan: Menu gado-gado di restoran. (Foto: Muhammad Fadli)

Hingga kini, rasa “gerilya” itu masih tersisa. Menuju resor, tamu mesti menembus kampung, menyusuri jalan sempit, lalu meniti jembatan yang lebih sempit. Di etape terakhir, tamu mendaki jalur yang sangat curam. Saking curamnya, mesti naik SUV milik resor. Persnelingnya manual. Pakai penggerak roda belakang.

Villa Borobudur agaknya kurang pas untuk tamu yang hobi kelayapan. Proses keluar-masuk mirip petualangan. Tiba di kamar, pasti malas beranjak. Cari makan di luar, rawan lapar lagi di jalan pulang. Beruntung, resor ini punya cukup alasan agar tamu kerasan.

Resor ini beroperasi sejak 2011. Pendirinya Ingo Piepers dan Noelle Haitsma. Duet ekspat asal Belanda. Saat resor dibuka, kata Noelle, salah satu tamu kehormatannya ialah Chris John. Lucu juga dipikir-pikir. Ini mungkin satu-satunya penginapan yang “diresmikan” mantan juara dunia tinju.

Pramusaji menyiapkan sarapan di area terbuka yang menatap Borobudur. (Foto: Muhammad Fadli)

Kompleks ini ditata berundak di pinggang bukit. Dilihat dari jauh, mirip istana Jawa. Bagian atasnya ditaburi vila. Di dasarnya kolam renang. Di antara keduanya, bar dan restoran. (Sekilas info: sebagian mebelnya dipasok Santai Furniture, merek yang lazim dipakai dalam proyek Andra Matin.)

Vila-vilanya berbentuk rumah joglo. Tubuhnya kayu. Atapnya genting kusam. Mungkin hasil borongan dari rumah-rumah tua. Di sisi interior, empat tiang saka guru mengawal matras. Plafonnya dilapisi blandar tumpang sari. Ukirannya luar biasa. Terbayang repotnya merawat vila ini.

Vila berukuran besar ditempatkan terpisah. Supaya lebih privat. Kapasitasnya empat hingga enam tamu. Semuanya dilengkapi kolam renang.

Restoran utama resor yang menempati Pendopo. Kanan: Kolam renang sepanjang 14 meter di kompleks utama resor.

Bersantai adalah hobi nasional di sini. Tamu bisa berenang. Kongko di lounge. Mendaki bukit. Atau yang paling enak: ngemil serabi di restoran. Staf resor selalu siaga dan atentif. Tapi tidak berlebihan. Para karyawan—mbak dan mas berperangai halus—tahu kapan harus acuh, kapan harus abai.

Sesi santai itu ditunjang suguhan di luar. Dari sini, kita bisa paham kenapa tarif vilanya di atas UMR. Pemandangannya memang mahal. Duduk di teras, Candi Borobudur terlihat. Di belakangnya, Gunung Sumbing. Melirik ke kanan, duet Merapi dan Merbabu. Panoramanya layak jadi wallpaper HP.

Uniknya, panorama itu juga bisa dinikmati dari kamar mandi. Silakan buka seluruh jendela vila, kita bisa mandi sambil menonton Borobudur. Shower with a view.

Plataran Borobudur
Tarif: Rp4.396.837 net/malam

Area makan Joglo dengan latar Candi Borobudur. (Foto: Plataran Borobudur)

Ada 22 vila di sini. Disebar di bukit, terselip di antara pohon, terhubung jalan setapak. Atmosfernya mirip sebuah desa. Guyub dan romantis.

Tapi ini desa bintang lima. Tarif menginapnya, rata-rata, Rp4 juta per malam. Akhir pekan biasanya lebih mahal. Plataran Borobudur tergolong hotel dengan tarif tertinggi di Magelang.

Interior akomodasi tipe Residence Villa. (Foto: Plataran Borobudur)

Semua vilanya berbentuk rumah. Beratap genting. Berisi kriya dan mebel kayu. Khas Plataran, desain vernakular Indonesia, khususnya Jawa, terasa kental.

Tapi tak semua vila persis sama. Ada yang dilengkapi ruang spa. Ada yang dilengkapi dapur. Ada juga yang bertingkat. Untuk tamu perdana, sebaiknya pilih tipe Borobudur View Villa. Jika punya uang lebih, pilih Founder’s Home. Keduanya punya pemandangan terbaik: Candi Borobudur.

Teras dan kolam renang privat di tipe Exclusive Modern Pool Villa. (Foto: Plataran Borobudur)

Tamu dilayani butler. Servis yang masih langka di kawasan ini. Galibnya butler, tugasnya melayani kebutuhan tamu. Termasuk mengatur tur desa dan sepeda. Juga mencoba paket sarapan mewah khas Plataran. Namanya Majestic Sunrise Breakfast.

Jamuan ini digelar di atap lobi. Suguhannya melimpah. Setidaknya 40 jenis makanan terhidang. Ada kroasan, keik, sushi, penekuk, risol, sandwich, potongan buah, telur rebus—pokoknya melimpah. Tak mungkin dicicipi semua. Kecuali belum makan dua hari.

Uniknya, makanan bukanlah bintang utamanya. Majestic Sunrise Breakfast lebih “menjual” pemandangan. Di tengah sarapan, matahari menyembul di balik Borobudur. Tontonan magis yang rawan menggoda kita untuk lebih sering memotret ketimbang makan. Konon katanya, Nehru pernah memuji Sanur sebagai “the morning of the world.” Dia mungkin belum merasakan pagi di Borobudur.

Patio, restoran utama bergaya bangunan kolonial. (Foto: Plataran Borobudur)

Fasilitas resor ini cukup lengkap. Mungkin yang paling lengkap di kawasan ini. Ada spa, butik, lounge, paviliun yoga, lapangan basket, dan area gamelan. Bahkan, ada gelanggang pacuan kuda dan kebun binatang mini. Mirip taman rekreasi. Cocok untuk tamu keluarga.

Patio, restoran utamanya, punya daya tarik tersendiri. Bangunannya rasa kolonial. Klasik dan anggun. Terkesan warisan Belanda. Padahal baru dibangun di zaman Presiden SBY.

Tapi desain bukan magnet satu-satunya. Patio juga digemari berkat pemandangannya. Dari serambinya, Borobudur terlihat jelas. Sangat jelas. Maklum, jaraknya cuma 1,3 kilometer. Cukup pakai kamera HP, turis-turis bisa tertangkap di antara stupa.

Satu saran saat singgah di Patio: pesan menthok mentel. Satu menu ini cukup sebagai alasan kembali ke Plataran Borobudur.

Amanjiwo
Tarif: Rp 21.865.894 net/malam

Kolam renang privat di Dalem Jiwo, akomodasi berisi dua kamar. Kanan: Panorama sawah pagi hari di sekitar resor. (Foto: Amanjiwo)

Resor ini diresmikan pada 1997, enam tahun usai Borobudur bergelar Situs Warisan Dunia. Ia tergolong paling senior di kawasan ini. Tapi pesonanya belum pudar. Lahir sebelum ada Instagram, Amanjiwo terus memukau hingga ke era TikTok.

Desain berperan besar dalam pencapaian itu. Amanjiwo adalah satu dari sedikit resor yang berhasil menapaki status ikon. Wujudnya anggun. Latarnya dramatis. Tak keliru jika memasukkannya dalam daftar resor tercantik di Indonesia.

Matras menatap gazebo dan kolam renang privat di Garden Pool Suite. (Foto: Amanjiwo)

Di balik desainnya, ada nama Ed Tuttle. Arsitek prolifik Amerika Serikat ini dipuji-puji lantaran sukses menciptakan standar baru dalam desain resor. Kadang orang menyebutnya sebagai “understated luxury.” Tuttle jugalah yang merancang properti Aman pertama di dunia.

Untuk Amanjiwo, dia memetik ilhamnya dari candi-candi Jawa. Di jantung resor, Tuttle mengerek sebuah rotunda beratap stupa. Ukurannya gigantik. Pilar-pilarnya gemuk. Juga menarik: gerbangnya berada satu garis dengan Borobudur. Sangat presisi. Efeknya pun mirip ilusi optikal: candi megah ini dibingkai simetris oleh celah pintu.

Untuk arsitektur kamar, gayanya lebih condong ke Candi Mendut. Atapnya berundak, tapi permukaannya datar. Seluruh kamar dicetak identik, lalu ditata melingkari gedung rotunda. Formasi ini sejalan dengan filosofi mandala dalam tradisi Jawa. Berkat ini pula, dilihat dari jauh, Amanjiwo menyerupai candi yang menyepi di kaki bukit.  

Panorama Borobudur dari Amanjiwo. Kanan: Jalur menuju bangunan utama resor. (Foto: Amanjiwo)

Eksteriornya beresonansi apik dengan interior. Jaya Ibrahim, interior desainer, memberi tafsir modern pada langgam Jawa. Di kamar misalnya, ada matras yang dikawal empat pilar batu, mirip saka guru di pendopo. Dipannya berkonsep tatami, tapi berbahan teraso. Juga menarik: kursi-kursinya terasa Jawa, tapi dengan pengaruh aliran empire Eropa.

Perhatiannya terhadap detail cukup luar biasa. Lebih dari separuh barang di kamar dipesan khusus. Lemari, lampu, gelas, bahkan senter dan wadah korek kuping, semuanya custom. Menginap di Amanjiwo adalah sebuah pengalaman merasakan eksklusivitas.

Area makan di restoran yang menatap Borobudur. (Foto: Amanjiwo)

Ada 33 opsi kamar untuk merasakan eksklusivitas itu. Wujudnya mirip vila, tapi di sini disebut suite. Sebagian kamar dilengkapi kolam renang. Sebagian menatap Borobudur. Jika punya uang lebih, sekadar saran, pilih kamar dengan kolam renang yang menatap Borobudur.

Tapi jika uang bukan soal, pilih suite termewah bernama Dalem Jiwo. Akomodasi ini berisi dua kamar tidur dan kolam renang sepanjang 15 meter. Berbeda dari kamar lain, di sini tamu dilayani butler privat. Gosipnya, David Beckham dan Richard Gere menetap di sini.

Teks: Cristian Rahadiansyah

*Ulasan dibuat berdasarkan pengalaman menginap pada waktu yang berbeda-beda: Amanjiwo pada 2023, Plataran Borobudur pada 2022, Villa Borobudur pada 2013 dan 2020. Pembaca mungkin akan menemukan perbedaan antara apa yang tertulis dan kondisi terbaru hotel.

**Seluruh tarif per malam didapat dari situs web resmi tiap hotel, untuk periode menginap pada 13-14 Desember 2023. 

Show CommentsClose Comments

Leave a comment