by Christina Jacobs 3 days ago

Trade Talk: Peter-Paul Kleiss, GM TA’AKTANA, a Luxury Collection Resort & Spa, Labuan Bajo

Peter-Paul Kleiss, ditunjuk sebagai GM TA’AKTANA, a Luxury Collection Resort & Spa, Labuan Bajo resort milik Marriott International di Labuan Bajo. Sebelum menjabat sebagai General Manager di resor tersebut, Peter-Paul juga pernah berkarier di berbagai negara seperti Paris, London, Abu Dhabi, dan Dubai. Dia lalu pindah ke Indonesia dan bergabung dengan The Westin Jakarta dengan posisi terakhir sebagai Director of Food & Beverage The Westin Jakarta. Kepada DestinAsian Indonesia, dia berbagi visi, misi, dan strategi mengembangkan TA’AKTANA, a Luxury Collection Resort & Spa.
DAI: Sebagai properti Marriott International pertama di Nusa Tenggara Timur, strategi apa yang telah Anda terapkan untuk memposisikan TA’AKTANA di pasar mewah Indonesia?
PPK: Ya, posisinya sangat, sangat berbeda, kan, dan itulah yang saya cari, karena saya pernah bekerja di beberapa city hotel, dan saya mencari resor, resor mewah, dan saya selalu berpikir akan sangat menyenangkan untuk berada di resor terpencil, karena destinasinya masih alami, dalam hal ini, Labuan Bajo.
Tetapi saya pernah ke Labuan Bajo pada 2016, jadi saya jatuh cinta padanya, jadi saya tidak pernah melupakannya. Tetapi itulah yang saya cari, untuk memiliki perbedaan antara hotel kota, dan kemudian antara resor mewah. Tentu saja, ada hari-hari di mana saya harus mundur selangkah dan berkata, oke, bagaimana dan apa yang harus saya lakukan untuk resor ini, apa kebutuhan hotel ini, dibandingkan dengan yang lain, tetapi itulah yang membuatnya menarik, dan sangat menyenangkan.
DAI: Dengan semakin banyaknya properti kelas atas yang memasuki destinasi sekunder, apa yang membuat TA’AKTANA berbeda dari para pesaingnya?
PPK: Saya rasa, yang membedakan kami adalah pengalaman yang kami tawarkan. Ketika tamu tiba di TA’AKTANA, mereka tidak sekadar menginap, mereka memulai sebuah perjalanan transformatif ke dalam budaya Flores dan Nusa Tenggara Timur secara keseluruhan.
Kami menampilkan budaya lokal dalam setiap aspek dari apa yang kami lakukan. Mulai dari arsitektur hingga sajian makanan dan minuman (F&B). Dari sisi arsitektur, kami memiliki tujuh vila di atas laut yang terinspirasi dari kampung adat Wae Rebo, yang terdiri dari tujuh rumah berbentuk kerucut dan dikelilingi oleh tujuh gunung. Vila-vila kami meniru bentuk itu sebagai penghormatan terhadap tradisi tersebut.
Selain itu, vila-vila tersebut dibangun di atas panggung dengan struktur yang terinspirasi dari rumah-rumah laut milik suku Bajo. Untuk bagian F&B, kami memiliki rumah sangrai kopi sendiri, yang menonjolkan kopi arabika lokal dari Manggarai, Flores. Kami juga memasukkan minuman tradisional ke dalam program mixology kami di bar kami, Maiga!
Dari sisi aktivitas, kami menghadirkan tarian Manggarai, juga kegiatan seperti menenun, sebagai bagian dari program rekreasi kami yang sarat dengan unsur storytelling mengenai budaya lokal. Saya percaya hal inilah yang benar-benar membuat TA’AKTANA berbeda.
Baca Juga: Dine In: Costa Jakarta
DAI: Bagaimana profil tamu di TA’AKTANA? Apakah Anda melihat adanya pergeseran tren dari wisatawan domestik ke internasional, atau sebaliknya?
Secara demografis, tamu kami berasal dari berbagai belahan dunia. Pasar utama kami termasuk Indonesia, Amerika Serikat, Eropa, serta wilayah Asia lainnya seperti Korea, Jepang, Hong Kong, dan Singapura. Penerbangan langsung dari Singapura dan Kuala Lumpur juga sangat membantu meningkatkan jumlah kunjungan, dan ini adalah sesuatu yang kami sangat syukuri. Kami menyambut dengan hangat semakin banyak tamu yang datang, dan sangat antusias melihat perkembangan ke depan, terutama dengan semakin banyaknya penerbangan langsung menuju Labuan Bajo.
Indonesia tetap menjadi salah satu pasar terbesar kami. Ini sangat menggembirakan karena memberikan peluang bagi wisatawan domestik untuk menjelajahi Labuan Bajo, baik di akhir pekan maupun pada libur panjang. Dari perjalanan bisnis saya di Asia Tenggara, saya melihat banyak sekali antusiasme terhadap destinasi ini.

DAI: Apa tantangan terbesar yang dihadapi sampai saat ini?
PPK: Tentu, ada tantangan tersendiri jika dibandingkan dengan Bali. Dunia sudah mengenal Bali, dan semua orang ingin ke sana. Bahkan banyak dari mereka yang ingin kembali setelah kunjungan pertama. Jadi, kami masih perlu bekerja lebih keras. Meski bukan dalam arti bersaing langsung, tapi Labuan Bajo masih membutuhkan lebih banyak perkenalan.
Namun, para penjelajah global sudah mulai mengenal tempat ini dan benar-benar ingin datang serta mengeksplorasinya. Dan justru tamu-tamu seperti inilah yang kami sukai, mereka yang datang untuk benar-benar tenggelam dalam budaya lokal. Banyak juga yang datang untuk menyelam, karena kawasan ini merupakan salah satu dari lima destinasi diving terbaik di dunia.
Tentu saja, kehadiran Komodo, pari manta, pantai berpasir merah muda, dan situs-situs UNESCO seperti kampung adat Wae Rebo dan Taman Nasional Komodo, menjadikan destinasi ini semakin menarik.
Namun, keterbatasan penerbangan internasional masih menjadi tantangan. Itulah sebabnya kami sangat menyambut adanya penerbangan tambahan. Ini adalah kebutuhan yang sangat penting bagi perkembangan destinasi. Jadi, meskipun ada beberapa tantangan, kami melihatnya juga sebagai peluang besar. Dan karena itu, kami sangat optimis menatap masa depan.
Baca Juga: Dine In: Oliverra Bali
DAI: Jika kita berbicara tentang program keberlanjutan, bagaimana TA’AKTANA mengedepankan prinsip-prinsip keberlanjutan tersebut?
PPK: TA’AKTANA didirikan dengan visi yang berani, yakni untuk menyampaikan dan melestarikan budaya lokal Flores dan Nusa Tenggara Timur kepada setiap tamu yang menginap. Kami ingin para tamu benar-benar merasakan dan tenggelam dalam kekayaan budaya lokal tersebut.
Konsep TA’AKTANA dibangun di atas tiga pilar utama: warisan budaya (heritage), human sustainability, dan environmental sustainability.
Menjawab pertanyaan mengenai keberlanjutan lingkungan, bahkan sebelum hotel resmi dibuka, kami telah memulai inisiatif Bersih Bajo, sebuah gerakan kebersihan yang kami inisiasi untuk membersihkan kawasan Labuan Bajo. Program ini merupakan kolaborasi dengan komunitas lokal, LSM, dan pemerintah daerah. Kegiatan ini meliputi pembersihan pantai, baik di area sekitar properti kami maupun di berbagai wilayah lain di Labuan Bajo.
Saat ini, kami telah memasuki Bab 5 dari program Bersih Bajo. Setiap bab merupakan kelanjutan dari komitmen kami untuk menjaga keindahan alam dan lingkungan sekitar, demi keberlanjutan jangka panjang kawasan ini.
Inisiatif ini hanyalah salah satu dari banyak langkah yang kami ambil untuk menjaga dan merawat “surga” yang kita miliki ini. Melalui tindakan nyata seperti ini, kami ingin memastikan bahwa keberlanjutan bukan hanya bagian dari filosofi kami, tetapi juga tercermin dalam praktik sehari-hari.

DAI: Sejauh mana komunitas lokal dilibatkan dalam operasional resor? Apakah ada kemitraan jangka panjang atau program kolaborasi yang sedang dijalankan?
PPK: Kami bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam berbagai hal, salah satunya adalah program Bersih Bajo, inisiatif pembersihan pantai yang juga mencakup perlindungan terumbu karang dan pengelolaan lingkungan laut lainnya. Kami bahkan memiliki seorang ahli biologi kelautan yang secara aktif melakukan penelitian dan berkolaborasi dengan Taman Nasional Komodo. Penelitiannya juga membantu kami memperluas pengetahuan, yang kemudian kami bagikan kepada tamu dan komunitas.
Salah satu pendekatan utama kami adalah membangun ekonomi sirkular. Misalnya, alas meja, karpet, dan berbagai kerajinan tangan di hotel berasal dari LSM yang mendukung komunitas pengrajin di Larantuka. Contoh lain, kami membeli biji kopi mentah langsung dari petani lokal. Anda bisa melihatnya dalam minibar kami yang menampilkan produk khas Flores, atau dalam sajian sarapan kami yang seluruhnya menggunakan bahan lokal, termasuk hidangan khas daerah.
Pendekatan ini berlaku di semua aspek—baik dari sisi arsitektur, makanan & minuman, hingga program rekreasi. Semua dirancang untuk mengangkat kekayaan lokal. Kami bekerja sama erat dengan komunitas, LSM, dan pemerintah daerah untuk merayakan keindahan pulau ini—dan mengenalkannya kepada para tamu.
Salah satu program yang kami jalankan adalah “Destination Discovery” setiap Kamis malam, di mana para tamu dapat mengenal lebih dalam budaya lokal. Di bar kami, Maiga! kami bahkan menghadirkan pertunjukan musik tradisional sasando, alat musik khas dari Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Baca Juga: Eksklusif: Dunia dalam Simfoni Iskandar Widjaja
DAI: Apa strategi pertumbuhan jangka menengah yang lebih spesifik?
PPK: Ya, kami baru saja memulai perjalanan ini, dan TA’AKTANA saat ini sedang memasuki fase pertumbuhan yang mulai terlihat hasilnya. Kami menjalankan strategi ini secara bertahap, dan salah satu fokus utama kami saat ini adalah mengembangkan penawaran rekreasi.
Misalnya, kami melihat semakin banyak keluarga yang menginap bersama kami, terutama selama akhir pekan panjang. TA’AKTANA menjadi tempat pelarian yang ideal dari hiruk-pikuk kehidupan kota, sebuah kesempatan bagi orang tua untuk beristirahat sejenak dan “mengisi ulang baterai”, sementara anak-anak bisa mengikuti berbagai aktivitas yang mendidik dan berbudaya.
Kami mengusung prinsip tanpa layar (no screen time) dan fokus pada kegiatan yang memperkenalkan budaya lokal—seperti tarian tradisional atau kegiatan edukatif lainnya yang memperkenalkan kearifan lokal kepada anak-anak. Ini adalah area yang sedang kami kembangkan lebih lanjut.
Kami juga tengah bekerja untuk memperkuat program kelautan, termasuk pengembangan pusat penyelaman (dive center) sebagai bagian dari ekspansi aktivitas bahari kami.
Di sisi lain, kami juga memiliki rencana untuk mengembangkan penawaran makanan dan minuman (F&B). Setelah hampir satu tahun beroperasi dan berhasil membangun fondasi yang kuat, kini saatnya kami menaikkan standar dan menghadirkan pengalaman kuliner yang lebih tinggi bagi para tamu.

DAI: Bagaimana target TA’AKTANA untuk lima tahun ke depan?
PPK: Lima tahun ke depan akan menjadi masa yang sangat menarik, terutama melihat bagaimana Labuan Bajo akan berkembang. Sudah pasti akan ada lebih banyak hotel yang dibuka, dan ini menciptakan peluang besar, namun juga tanggung jawab.
Yang membuat saya sangat optimis adalah antusiasme dari para tamu yang datang dari berbagai penjuru dunia. Mereka benar-benar bersemangat untuk menjelajahi Labuan Bajo dan kawasan timur Indonesia.
Harapannya, seiring bertumbuhnya pariwisata, upaya pelestarian pun tetap menjadi prioritas. Pemerintah juga sangat sejalan dalam hal ini—terutama melalui berbagai program pengelolaan limbah yang sangat membantu.
Dari sisi kami, kami akan terus menjalankan berbagai inisiatif seperti Bersih Bajo dan program restorasi serta pembersihan terumbu karang. Ini adalah cara kami untuk menjaga dan melestarikan keindahan alam Labuan Bajo, sambil terus berkontribusi terhadap pertumbuhan yang berkelanjutan di kawasan ini.
Namun, apakah Labuan Bajo akan menjadi seperti Bali? Saya rasa tidak perlu. Perlu diingat, Bali butuh waktu bertahun-tahun untuk menjadi seperti sekarang. Labuan Bajo sedang tumbuh dengan sangat cepat, tetapi ia juga membutuhkan waktu untuk menemukan jati dirinya sendiri.
Kami sangat menantikan bagaimana semuanya akan berkembang. Saya yakin, dalam lima tahun ke depan, semakin banyak wisatawan akan datang dan menjelajahi destinasi indah ini. Labuan Bajo benar-benar sebuah “surga”, dan potensinya sebagai destinasi wisata mewah sangat besar.