by Myranda Fae 05 December, 2024
Trade Talk: Herman Courbois, General Manager Royal Ambarrukmo Yogyakarta
Jika mendengar Hotel Royal Ambarrukmo, mungkin yang terlintas di kepala adalah properti tua yang ‘mistis’. Herman Courbois, General Manager Royal Ambarrukmo tidak menampik hal tersebut.
Saat ditemui di ruangannya, pria ini mewajarkan pendapat orang yang menganggap hotel ini angker. Namun, berbagai upaya telah dilakukan untuk perlahan meluruhkan stigma tersebut. Mulai dari renovasi besar-besaran saat pandemi, hingga memperkuat nilai budaya agar dapat dinikmati para tamu.
Dalam merawat hotel bersejarah, Herman percaya bahwa jika kita melakukan segala sesuatu sesuai dengan tata cara yang berlaku, ‘good things will happen.’ Herman menghormati apa yang sudah ada tanpa terlalu banyak mencampur-adukkannya dengan tren modern. Salah satu cerita menarik yang dipaparkan oleh Pria asal Belanda ini adalah ketika Herman memesan seperangkat gamelan seharga 2 miliar. Langkah ini diambil Herman bukan tanpa alasan. Herman ingin layanan di hotel ini lengkap dan tidak setengah-setengah. Tiga hari setelah Gamelan diantar ke hotel, pihak Kepresidenan menelpon untuk booking tempat acara pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gundono.
Lebih dalam, Herman secara eksklusif bercerita mengenai upayanya dan tim untuk mempercantik wajah Royal Ambarrukmo, serta memperkuat nilai sejarah dan budaya yang dimiliki properti kelahiran 1964 ini.
DestinAsian Indonesia (DAI): Bagaimana Royal Ambarrukmo mempertahankan posisinya sebagai hotel mewah yang kaya sejarah di Yogyakarta?
Herman Courbois (HC) : Itu sebenarnya tidak terlalu sulit, karena pertama, hotel saya digabung dengan pendopo dalam ageng yang sudah berdiri hampir 200an tahun dan ini satu aset yang sangat luar biasa. So, untuk saya selama 30 tahun di Indonesia, hotel-hotel pasti akan jual hal yang sama seperti kamar, kenyamanan dan lain sebagainya. Tapi, saya bisa jual experiences dan itu menjadi strong point saya. Experience the Javanese culture di sini.
Saat ini, hotel sudah direnovasi. So, akhirnya hotel juga kelihatan modern, kita punya Javanese culture, kami memang jual experience-nya.
G20 yang pertama di Jogja adalah di Royal Ambarrukmo dan itu adalah satu kebanggaan. Dan kenapa saya bisa menang beats, karena memang saya jual di experience-nya. Saya tidak bicara soal kamar, tapi di experience-nya, karena G20 yang length to-staynya rata-rata 3-4 malam. Mereka dari luar negeri, mereka mau dapatnya experience Javanese culture. Hotel ini luasnya 4 hektare dengan varian tanaman yang sangat luar biasa. Kalau lagi cuaca bagus, kita bisa lihat Merapi. Itu sangat luar biasa.
Baca Juga: Debut di Thailand, The Ritz-Carlton Bangkok Resmi Dibuka
DAI: Apa saja sih unique selling pointnya Royal Ambarrukmo?
HC: “A more than hotel with cultural influences” di mana budaya benar-benar di-highlight. Asal kami adalah budaya Jogja, ya sudah, itu harus digunakan. Memang modern tapi budaya tetap akan muncul.
DAI: Apa tantangan terbesar yang dihadapi dalam mengelola properti bersejarah seperti Royal Ambarrukmo, terutama dalam menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas?
HC: Hotel ini dibangun dari 1964. Jadi, dari segi maintenance-nya itu cukup berat. Walaupun waktu 13 tahun lalu kami full renovation, pipanya dan lain sebagainya sudah diganti, tapi saya lihatnya di kamar tantangannya satu, mungkin, kamar mandi agak kecil.
Seperti saya bilang, kalau sekarang lihat di lantai 8 itu akhirnya juga bisa direnovasi. Dulu juga ada dinding besar, karena bangunan dibangun oleh Jepang. Waktu gempa besarnya di Jogja 2006, ini salah satu hotel yang tidak apa-apa. Beberapa lainnya hancur habis. Ini berdirinya kokoh karena memang konstruksinya sangat luar biasa. Tapi ya itu menjadi tantangan karena saya tidak bisa se-flexible itu mengubah konsep kamarnya.
DAI: Bagaimana Royal Ambarrukmo menyeimbangkan tradisi atau adat dengan tren modern?
HC: Ini malah menurut saya jadi unique selling point, ada di budaya. Jadi, saya tidak terlalu mau ke trend yang ini.
Menurut saya, ini malah membantu karena saya selalu bilang budaya Jawa ini sangat luar biasa dan banyak anak muda sekarang menghilangkan budaya Jawa itu. Mereka lebih senang budaya Korea, mereka buka Tiktok dan lain sebagainya. So, saya mulai pikirkan. Saya undang anak-anak sekolah ke sini untuk tur ke Pendopo dan kasih cerita tentang budaya Jawa. Akhirnya mereka juga berpikir, ‘Wow, ini bagus juga.’ Dari Pendopo, saya bawa ke Punika, ke kolam renang . Supaya mereka berpikir ‘Wow, ternyata juga modern kan.’
So, tidak hanya yang kuno-kuno saja yang dijual. Tapi, yang selalu saya utamakan adalah budaya dan budaya itu malah bikin kami bisa bertahan, karena pelayanan, keramaan dari stafnya. Semua sebagai orang ‘abdi dalam,’ mereka abdi dalam untuk melayani semua tamunya. So, sebenarnya budaya itu juga membantu. Untuk membedakan dari hotel-hotel lain.
DAI: Berbicara soal stigma masyarakat, mungkin tim hotel sering dengan desas-desus pendapat orang tentang hotel ini angker, apakah isu tersebut masih ramai dan bagaimana tim Ambarrukmo menangani isu tersebut?
HC: Alhamdulillah, ramai (dengan ekspresi bercanda). Kalau yang angker-angker kadang-kadang masih muncul (pertanyaannya). Kadang-kadang masih ada pertanyaan juga ‘Wah, katanya masih ada satu kamar yang tidak pernah dipakai?’ Saya hanya bilang, “memang ada, kamar yang tidak pernah dipakai itu kamar saya.”
Tapi kalau ada yang bilang ada kamar kosong, itu tidak ada lagi. Yang dulu bilang ada kamar biru, saya juga tidak tahu dari mana itu, tapi itu tidak ada. Semua kamar yang siap dijual tidak ada yang mistis.
Saya hanya bilang, “Ya itu memang namanya bangunan tua.” Apalagi malamnya kita lihat garden, ada pohon-pohon yang sudah lebih dari 100an tahun yang bikin orang automatically berpikir mistis. Seperti di Bali, di sana ada ‘sajian’ di mana-mana. Di beberapa pohonnya memang harus beri sesajen. Di sini kami juga punya dua sajian di dalam. Believe it or not, tapi you better do daripada enggak. Tidak ada yang mistis, tidak ada yang aneh-aneh.
Baca Juga: Le Petit Chef & Friends Datang Lagi ke Jakarta
DAI: Bagaimana Royal Ambarrukmo menjaga dan merawat elemen-elemen bersejarah yang ada di area hotel?
HC: Kami bekerjasama dengan UGM dan dengan orang-orang dari Keraton untuk melatih staff hotel untuk merawatnya. Sebenarnya tidak terlalu sulit. Kalau yang relief-nya itu sebenarnya hanya pakai lap basah, itu boleh dibersihkan, malah jangan pakai chemical.
Kalau yang mosaicnya itu juga hanya nge-lap aja. Hanya kemarin yang patung-patung yang ada di garden, ada beberapa artefak di sana, itu dulunya salah treatment. Itu zaman dulu saya juga tidak tahu lah apa yang terjadi, sekarang akhirnya pakai chemical yang benar dan sekarang sudah balik ke semula. Itu sekarang as you can see it’s already done like that, lah.
DAI: Lalu bagaimana dengan segmentasi tamu yang ditargetkan dan apa yang sudah dilakukan?
HC: Hotel Royal Ambarrukmo sangat dikenal di kalangan government ya. Banyak VVIP, bapak-bapak menteri, kan kebanyakan lulusan UGM. Dulunya waktu mereka dapat diploma, graduation, di sini. So, mereka banyak nostalgia, automatically kalau mereka datang ke Jogja ya mereka cari Royal Ambarrukmo.
Sekarang kami sudah dapat inbound dari Eropa, Amerika masuk, malah Rusia sama Ukraina kemarin juga masuk. Walaupun mereka perang ya, tapi mereka tetap travel. Group tour kemarin juga masuk. So, itu akhirnya berhasil juga dan ya mereka tertarik dengan budaya itu karena it’s a one stop shopping kan. You stay in the hotel, bisa makan, dapat budaya, dapat tur di hotel, dapat experience Patehan, bisa archery, dan ada mall-nya di sebelah. So, habis itu tak usah kemana-mana lagi. It’s a full package. It’s a destination.
Baca Juga: 10 Acara dan Konser Menarik Bulan Desember 2024
DAI: Berbicara soal fasilitas, bagaimana hotel ini memfasilitasi para tamu disabilitas?
HC: Saya punya dua kamar untuk tamu disabilitas, walaupun ada satu hambatan yaitu kamar mandi terlalu kecil dan saya harus keluarkan pintu kalau ada wheelchair, karena sliding sudah tidak bisa. Ini bisa dan memang sering saya lakukan. Kalau tamu lain yang tanpa wheelchair sudah aman. I cannot change the layout of the bathroom.
Kemarin ada mantan dubes antara dari Sweden atau Norwegia, dari Filipina, dia pakai wheelchair dan stay di kamar itu dan semuanya aman.
DAI: Apa program terdekat yang akan dilakukan Ambarrukmo dalam hal pengembangan service dan fasilitas?
HC: Renovasi lagi berlangsung, ya. Sekarang saya lagi renovasi, saya mulai dari kamar suite yang di lantai 8, Executive Lounge sudah bagus. Kamar suite di lantai 7 sekarang lagi berangsur direnovasi, sudah ada empat kamar. Sekarang berlangsung satu, itu sebelum Desember. Dari 13 suitenya sudah lima pasti akan direnovasi. Setelah Januari, setelah high season tahun baru, saya mulai lagi untuk mengejar itu.
Saya berharap selesainya sebelum Idul Fitri. Habis itu saya pindah ke Junior Suite, saya punya nanti 20 kamar sudah full renovated. Untuk kamar deluxe dan premier, kita lagi coba mendesainkan apa yang saya bisa lakukan. Saya tetap masih coba untuk kamar mandinya diubah. (chs)