by Yohanes Sandy 31 December, 2014
Surga Laut di Kota Kinabalu
Saya tidak sempat menyambangi Kampung Lok Urai, permukiman yang lebih besar. Menguping gosip setempat, kampung itu merupakan tempat berbahaya yang dipenuhi imigran ilegal, terutama asal Filipina. Tapi saya memang tidak perlu ke sana. Cukup menaiki perahu dan melewati rumah-rumah panggungnya yang berimpitan sesak, saya bisa melihat tumpukan kantong plastik dan gabus yang memblokade perairan dangkal.
Problem lingkungan di Taman Tunku Abdul Rahman umumnya terkait dengan jarak kawasan ini dengan Kota Kinabalu. Kota berpopulasi sekitar 600 ribu jiwa ini sedang berkembang. Pesisirnya ditaburi mesin-mesin yang sibuk mengerek mal dan kondominium, sekaligus mengirimkan debu konstruksi ke laut. Saluran drainase kota, salah satunya berbau busuk dan terletak di samping Mal Centre Point, memuntahkan segalanya langsung ke teluk. Di permukiman sebelah utara, sampah menimbun tanah dan hutan bakau. Meski sungai di Tuaran mengalir ke utara kota, arus laut membawa semua limbah ke selatan menuju taman nasional. Masalah lain di sini adalah pencemaran dari pelabuhan besar yang terletak persis di luar batas kota.
April tahun lalu, 134 penyelam dari penjuru bumi menggelar program bersih-bersih TAR , menghabiskan 168 jam nonstop di bawah air (rekor yang kemudian dicatat oleh Guinness World Record). Hasilnya: lebih dari 3.000 kilogram sampah, termasuk 1.560 kilogram plastik serta 357 kilogram karet dan pakaian. Setelah itu, Menteri Pelancongan, Kebudayaan dan Alam Sekitar Malaysia, Masidi Manjun, mengatakan, “Saya masih sedih mendengar pengunjung merasa bahwa kami sepatutnya bisa berbuat lebih banyak untuk membantu menjaga kebersihan laut.”
Menurut ahli biologi Inggris Hazel Oakley dari Tropical Research & Conservation Centre, organisasi yang menggelar proyek konservasi laut di Borneo sejak 1999, “TAR menyandang taman laut berkat lokasinya, bukan karena tempat ini memiliki ekosistem laut yang memukau. TAR berada persis di seberang kota; Anda bisa mengajak turis ke air tanpa harus berusaha. Tapi ada sisi buruknya. Datangnya turis dari Kota Kinabalu ke pantai menyebabkan polusi dan kerusakan pesisir.”
Oakley berbicara lugas tentang tantangan yang dihadapi TAR. “Pulau-pulau di sini bertindak sebagai penyaring cuaca buruk bagi Kota Kinabalu, jadi sebenarnya tak banyak pergerakan air di dalam teluk,” katanya seraya menjelaskan bahwa limpasan dari daratan mengandung tanah liat yang mengapung di permukaan air dan mereduksi daya fotosintesis karang. >>>