by Cristian Rahadiansyah 23 November, 2022
Revenge Tourism, Sudahkah Terjadi di Indonesia?
Membaca beragam indikator pariwisata, tanda-tanda pemulihan terlihat nyata di Indonesia. Tahun ini, seiring dilonggarkannya PPKM dan dibukanya perbatasan, jumlah penumpang pesawat dan kereta meningkat. Begitu pula arus turis dan tingkat okupansi hotel. Benarkah telah terjadi revenge tourism?
Jawabannya tergantung definisi Anda. Jika “revenge” diterjemahkan sebagai “balas dendam hingga tuntas,” maka revenge tourism belum terjadi di Indonesia. Merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pariwisata Indonesia masih jauh dari kondisi pra-pandemi.
Dalam hal jumlah penumpang pesawat misalnya, pertumbuhannya memang signifikan. Pada lima bandara utama (Polonia, Soekarno-Hatta, Juanda, Ngurah Rai, Hasanuddin), jumlah penumpang penerbangan domestik menembus 21 juta per September 2022, meningkat dari 15 juta pada tahun lalu. Tapi angka ini masih jauh dari catatan 2019 yang mencapai 26 juta hingga September.
Beralih ke darat, penumpang kereta juga tumbuh. Hingga September, angkanya sudah mendekati 193 juta, padahal tahun lalu hanya sekitar 150 juta (mencakup penumpang komuter Jabodetabek.) Walau begitu, angka ini masih jauh dari 2019 yang menyentuh 318 juta per September.
Untuk tingkat hunian hotel bintang, kondisinya setali tiga uang. Angkanya naik tipis, dari 36% di 2021 menjadi rata-rata 45% di 2022, per September. Pada 2019, sebelum pandemi, angkanya di atas 50%. Satu tambahan berita baik di sektor perhotelan, jumlah hotel bintang tumbuh, dari 3.516 hotel di 2019 menjadi 3.521 hotel di 2021. (Data 2022 belum tuntas dikalkulasi.)
Terakhir, dalam hal kunjungan turis mancanegara, per September 2022 Indonesia membukukan nyaris 2,4 juta kunjungan, tumbuh signifikan 54% dibandingkan 2021. Walau begitu, angkanya masih jauh di bawah 2019 yang menembus 12 juta kunjungan pada periode yang sama.
Melihat profil demografisnya, turis yang paling semangat “balas dendam liburan” ke Indonesia berasal dari Australia. Jumlahnya mendekati 380.000. Peringkat berikutnya diduduki oleh Singapura, disusul Malaysia dan India. Tiongkok, pemasok turis terbesar di dunia, berada di ranking ke-10 akibat masih tingginya level PPKM di sana.
Untuk arus sebaliknya, yakni liburan orang Indonesia ke luar negeri, data terbaru belum dilansir oleh Bank Dunia maupun World Tourism Organization. Pada 2019, sekitar 11,6 juta WNI melawat negeri asing. Pada 2020, angkanya drop drastis hingga 2,9 juta, lalu turun lagi menjadi 1,7 juta pada 2021. Dibukanya perbatasan banyak negara favorit WNI pada 2021, misalnya Australia dan Jepang, diprediksi akan meningkatkan angka ini.
Apa yang terjadi di Indonesia dialami banyak negara. Di Singapura misalnya, pariwisata tumbuh tapi masih jauh dari kondisi pra-pandemi. Pada September 2022, negara ini menerima 778.141 kunjungan turis, naik dari tahun lalu, tapi masih separuh dari catatan di 2019 yang mencapai 1,5 juta. Indonesia merupakan pemasok turis terbanyak ke Singapura selama enam bulan terakhir.
Kondisi serupa terjadi di Australia. Hingga Agustus 2022, Negeri Kanguru membukukan 1,8 juta kunjungan turis asing, naik drastis hampir 1.000% dibandingkan periode yang sama pada 2021. Namun begitu, angkanya masih 81% di bawah pencapaian 2019.