Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pompa Adrenalin di Belantara Beton

Base jumper asal Prancis, Aurelien Chatard dan Florian Pays melompat dari Menara Kuala Lumpur pada KL International Tower Jump 2012 lalu. (Foto: MOHD RASFAN/AFP/GettyImages)

Oleh Yohanes Sandy

BASE jumping sudah berusia lebih dari satu abad. Olahraga berisiko tinggi yang menantang para pesertanya untuk melakukan terjun dari tebing terjal atau gedung bertingkat tinggi ini sudah ada sejak awal 1900an. Namun, olahraga ekstrem ini baru dikenal khalayak setelah 1978. Syahdan, di tahun tersebut, seorang pembuat film asal Amerika Serikat, Carl Boenish, mendokumentasikan aksi terjun dari tebing El Capitan di Taman Nasional Yosemite bermodalkan sebuah parasut ram-air. Rekaman itu kemudian menjadi perbincangan dan menjadi tonggak kelahiran resmi aktivitas ekstrem yang mendunia ini.

Kualifikasi lompat BASE dibagi menjadi empat: gedung tinggi, antena, jembatan dan tebing/alam (building, antenna, spans, earth). Akronim dari kualifikasi ini yang mengilhami namanya. Jika ditilik lagi, lompat BASE konsepnya mirip dengan lompat bungee, bedanya lompat BASE tidak menggunakan tali. Di awal 1980an, hampir semua pelaku lompat BASE menggunakan peralatan terjun payung umum, seperti dua parasut (parasut utama dan cadangan) dan komponen pendukungnya. Seiring perubahan zaman, perlengkapannya kini sudah dikembangkan sedemikian rupa khusus untuk mengakomodasi persyaratan lompat BASE yang unik. Yang menarik, mereka juga mengembangkan baju khusus yang terinspirasi dari tupai terbang yang membuat pemakainya bisa meluncur hingga beberapa kilometer dari titik terjun.

Saking atraktifnya kegiatan pemacu adrenalin ini, lompat BASE banyak ditampilkan sebagai aksi stunt di film. Sebut saja Tomb Raider: The Cradle of Life, beberapa film James Bond dan yang paling baru bisa dilihat di film pemenang penghargaan Oscar, The Dark Knight, di mana Batman “terbang” dari puncak sebuah gedung pencakar langit di Hong Kong. Konon, jubah si manusia kelelawar itu juga terinspirasi dari perkakas lompat BASE.

Di Kuala Lumpur, olah raga menyerempet maut ini masih mendapatkan banyak sambutan.

Banyak sekali organisasi yang menaungi para penggila lompat BASE di dunia. Lokasi untuk menggelar aktivitas ekstrem ini juga ribuan jumlahnya—meskipun tidak semuanya legal. Di kawasan Asia Tenggara, hanya Malaysia yang rajin secara legal memfasilitasi para base jumper—demikian sebutan bagi para penggilanya. Bahkan pemerintah Malaysia pun menyulapnya menjadi daya tarik wisata. Menara Kuala Lumpur dipilih sebagai lokasi olahraga yang tak cocok pagi penderita penyakit jantung ini. Menyandang rekor bangunan tertinggi di Malaysia, secara keseluruhan Menara Kuala Lumpur menjulang 421 meter ke langit. Tak heran, banyak yang tergiur untuk menjajalnya.

Lompatan perdana di sini dilakukan oleh dua warga negara Malaysia dan seorang warga negara Kanada pada 1999 dalam acara peringatan hari jadi ketiga ikon kota Kuala Lumpur itu. Acara ini langsung menjadi tajuk utama di beberapa media massa di Negeri Jiran tersebut. Dua belas tahun setelahnya, lahir acara KL International Tower BASE Jump yang digelar setiap tahun di lokasi yang sama. Pada 2012, acara ini diadakan dari 27–30 September dan menarik 91 peserta dari 17 negara. Sebanyak 2.200 lompatan dilakukan sepanjang perhelatan tersebut, sebagian dilakukan dari sebuah derek yang menggantung di atap menara. Perhatian dunia pun tertuju pada Malaysia.

Salah seorang peserta yang melompat dari KL Tower.

Di Indonesia, olahraga ini tak begitu populer dengan hanya segelintir peminat. Mungkin disebabkan karena tingginya risiko kematian bagi pelakunya. Namun nyali Franky Kowaas dan Petra Mandagi tak lantas ciut untuk menjajal aktivitas ini dan menjadi pionir di Tanah Air. Dikutip dari situs jejaring sosial Facebook milik Asosiasi BASE Jumping Indonesia, petualangan mereka dimulai di acara KL International Tower BASE Jump 2008 di Malaysia. Setahun setelahnya, mereka melakukan gebrakan lompatan BASE pertama di Indonesia dengan terjun dari puncak gedung perkantoran Menara Imperium di Jakarta pada 10 November dalam acara peringatan Hari Pahlawan. Misi pertama tersebut berjalan sukses. Sayangnya hingga kini aktivitas lompat BASE di Tanah Air tetap tidak terdengar suaranya lantaran minim peserta. Padahal bila digarap dengan serius, potensi lompat BASE di negeri ini, khususnya di Jakarta, sangat besar mengingat banyaknya gedung menjulang. Mungkin Anda tertarik menjajalnya?