by Christina Setyanti 22 June, 2024
Nostalgia Gedung Hotel Kolonial Tua di Jakarta
Gedung-gedung tua identik dengan beragam cerita mistis yang menakutkan. Namun di tangan yang tepat, gedung-gedung tua ini justru terlihat aestetik dan indah.
Salah satu bangunan bersejarah di Jakarta adalah hotel The Hermitage, a Tribute Portfolio, Jakarta. Meski kini terkenal sebagai hotel bintang lima, namun nyatanya, hotel ini memiliki sejarah panjang sebagai hotel yang dibangun di gedung tertua di Jakarta.
Hotel tertua di Jakarta saat ini adalah Hotel Sriwijaya di Jakarta Pusat, sedangkan hotel bintang lima pertama di Jakarta adalah Hotel Indonesia Kempinski. Namun The Hermitage, a Tribute Portfolio, Jakarta ini merupakan hotel yang menempati gedung tertua kedua (setelah Hotel Sriwijaya) di Jakarta.
“Bangunan gedung utama dari hotel ini punya rentang sejarah yang panjang dari 1920-an. Hotel ini awalnya dibangun sebagai kantor telekomunikasi Belanda, The Telefoongbouw,” ungkap Rizky Irvansyah, General Manager The Hermitage, A Tribute Portfolio, Jakarta kepada DestinAsian Indonesia.
“Setelah Belanda meninggalkan Indonesia, gedung ini diubah menjadi pusat pendidikan dan juga sempat menjadi kantor Presiden Pertama Indonesia.”
Baca Juga: The Feast of Dragons, Jamuan Mewah di PA.SO.LA Restaurant
Rizky berkisah, gedung ini juga sempat berubah menjadi gedung Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Indonesia bahkan menjadi Universitas Bung Karno yang dimanage oleh Soekarno Education Foundation.
Setelah itu, gedung ini sempat terbengkalai dalam waktu yang cukup lama.
PT Menteng Heritage Realty akhirnya mengakuisisi gedung ini. Beberapa perbaikan pun dilakukan, namun lantaran sejarahnya, gedung yang menjadi cagar budaya ini pun tak boleh diubah bentuknya. Gedung ini diubah menjadi hotel The Hermitage, A Tribute Portfolio, Jakarta ini pada 2015 lalu.
“Tapi tampak depan ruangannya ini masih sama.Karena masuk ke dalam cagar budaya juga gak bisa kita ubah. Bahkan dari tembok-temboknya atau jendela-jendela itu hanya sedikit perbaikan. Tapi dalam konstruksi dan layout gedungnya itu masih sama.”
“Dan seperti ruangan yang ini kami hanya menambahkan sekat-sekatnya aja.”
Dalam perkembangannya, hotel yang juga tergabung sebagai Tribute Portfolio Marriot International ini menambahkan bangunan gedung baru. Dengan catatan, gedung baru ini tidak merusak gedung lamanya.
Dari lobi hotel, nuansa kolonial klasik langsung terasa. Dengan nuansa warna putih cokelat, para tamu akan disambut dengan sebuah patung malaikat besar dan juga gentong tanah liat yang super besar.
Rizky mengatakan, kedua benda tersebut ‘diselamatkan’ bersamaan dengan gedung tersebut. Bukan cuma itu, pegangan tangga melingkar yang megah di bagian tengah ruangan lobi seolah-olah masih ingin memamerkan kemegahan dan kekuatannya meski sempat dimakan zaman.
Di bagian belakang, gedung baru setinggi 9 lantai menjadi ruangan kamar-kamar hotel yang dibuat senada dengan vibe kolonial gedung utama.
Tembok putih dengan lampu tembok yang kuning temaram memperkuat nuansa kolonial, namun karpet bulu tebal yang dibuat bermotif batik kawung memberikan sebuah sentuhan ke-Indonesiaan yang menenangkan.
“Di setiap kamar, sengaja dibuat dengan konsep kolonial dan ada sentuhan white marmernya dan sentuhan furnitur warna kayu. Untuk menambah touch Indonesia di setiap kamar itu ada hiasan-hiasan dari batik. Jadi identity Indonesia itu masih ada.”
Hotel ini memiliki beberapa tipe kamar dari deluxe, junior suite, sampai presidential suite.
“Ukuran kamarnya lumayan besar. Paling kecil yaitu deluxe di 40 meter persegi. Yang paling besar itu presiden suite kita itu 170 meter persegi. Dan konsepnya juga kalau di presiden suite itu lebih ke interiornya kayu-kayu.”
Harga kamar deluxe per malam dibanderol Rp1,6 juta sedangkan presidential suite dibanderol di harga Rp51,6 juta.
Untuk mempertahankan identitasnya, hotel yang disebut Rizky ingin memberikan kesan homey kepala semua tamu ini juga menyajikan hidangan yang didominasi hidangan Indonesia.
“Sekitar 60:40 lah untuk makanan Indonesia. Kami tidak punya banyak outlet, tapi tiap outletnya punya karakteristik. Dan sebagai hotel dengan tamu-tamu dari mancanegara juga, kami tetap harus menyajikan hidangan western, tapi tidak banyak.”