Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Merawat Sejarah Bowral

Oleh Cristian Rahadiansyah

Apotek sejak 1885. Hotel sejak 1888. Toko sepatu sejak 1922. Bowral adalah kota yang bangga dengan sejarahnya—dan kita tak butuh pemandu untuk mengetahuinya. Menyusuri Bong Bong Street, jalan utama kota, banyak bangunan masih menuliskan tahun kelahirannya, acap kali dalam angka berukuran besar di bagian fasadnya.

Bowral berlokasi di sisi tenggara New South Wales. Dari Sydney, saya mencapainya dengan menyisir pesisir, membelah perbukitan, melewati kebun-kebun anggur. Di tepi jalan, wombat-wombat sintal korban tabrak lari bergelimpangan. Menghitung bangkai mereka adalah guilty pleasure yang populer di jalur ini.

Bowral adalah tipikal kota kecil di mana semua fasilitas hidup mudah dijangkau. Sosoknya yang bersahaja mengingatkan saya pada Smallville tempat Clark Kent menghabiskan masa kecil. Atmosfernya santai, barangkali kelewat santai. Pagi dimulai dengan malas dan malam mengantuk lebih cepat. Siklus hidup ini tak ada hubungannya dengan gerakan slow living yang populer di Australia, tapi lebih disebabkan oleh “keniscayaan biologis.” Dari 12.000 jiwa populasi kota, hampir separuhnya berusia di atas 55 tahun. Bowral adalah kota tua dalam arti visual dan demografis.

Kiri-kanan: Bunga tulip di Bowral; James Viles, koki Biota Dining. (Foto oleh Destination NSW)

Pagi-pagi sekali, saya mampir di The Mill, kedai kopi yang baru dilansir setahun silam. Bangunannya, sebagaimana banyak tetangganya, berusia lebih dari seabad, tapi interiornya mengadopsi desain trendi yang lazim diterapkan kafe-kafe di Sydney.  Segala yang lampau memang menjadi daya tarik di Bowral. Berbicara tentang kota ini dengan orang Australia, mereka pasti akan menyebut nama Donald Bradman, mantan warga kota sekaligus atlet kriket yang paling tersohor. Beliau mangkat 16 tahun silam, tapi sosoknya tak pernah dilupakan. Sebuah museum bahkan telah didirikan guna mengenang almarhum. “Bradman membuat Bowral terus dikenal orang,” ujar Susanna, manajer sebuah peternakan di dekat kota.

Ada kalanya, masa silam itu laris dijual—secara harfiah. Menyusuri Bong Bong Street, saya melewati gedung-gedung renta yang berbaris rapi layaknya jejeran ensiklopedia di rak, kemudian singgah di Dirty Jane’s, toko loak terpopuler di kota ini. Mengarungi interiornya serasa berkelana di Jalan Surabaya cabang Australia. Dagangannya beragam, mulai dari setrika arang, vinil Led Zeppelin, hingga emblem tentara Perang Dunia II. Batasnya tipis antara barang antik dan rongsokan.

Bradman museum, bangunan yang didedikasikan bagi atlet kriket legendaris Sir Donald Bradman. (Foto oleh Destination NSW)

Dilahirkan pada 1850-an, Bowral awalnya hanya sebuah desa mungil yang menawarkan hunian dan hiburan bagi para buruh rel. Kala itu Australia sedang membentangkan jalur kereta yang menghubungkan Sydney menuju kawasan selatan.  Setelah itu, Borwal merekah jadi destinasi liburan akhir pekan bagi warga Sydney. Banyak fasilitas modern dibangun, termasuk bioskop pertama di Australia yang diresmikan pada—seperti yang tertera gamblang di fasadnya—1915. “Banyak orang kaya Sydney menikmati masa tuanya di Bowral,” ujar Laura Kelly, publicist dari biro pariwisata New South Wales. “Karena itu di sekitar kota ada banyak rumah mewah.”

Melihat koleksi bangunannya, Bowral memang patut dijuluki cagar budaya. Tapi kota ini tidak lantas membeku sebagai prasasti. Hotel-hotel uzur masih menerima tamu, bioskop sepuh masih memutar film-film anyar, dan kaum manula terus berdatangan.

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi September/Oktober 2017 (“Awet Tua”).

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5