web analytics
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menyelami Etnofotografi Bersama Sang Maestro

Wawancara oleh Karina Anandya dan Flo Warikar

Buku yang sedang digarap?
Saat ini sibuk merevisi buku yang pernah saya tulis, judulnya Ziarah Gunung Api Tambora. Ada sedikit perubahan, salah satunya menambahkan jalur pendakian di utara. Saya juga sedang menyelesaikan buku mengenai Tengger yang membutuhkan waktu 50 tahun untuk proses pengerjaannya.

Awal mula menekuni etnofotografi?
Sejak 1968, saya sudah tertarik dengan fotografi, namun menganggapnya sekadar hobi. Kemudian, pada 1984, saya bertemu Hadi Purnomo yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di Amerika. Saat itu, ia berbagi banyak hal, salah satunya mengenai etnocinematography. Obrolan itu menyadarkan saya bahwa selama ini yang saya kerjakan adalah etnofotografi. Sejak saat itu, saya bertekad untuk menekuninya dan membagikannya kepada orang lain.

Tantangan terbesar bidang ini?
Waktu. Menghasilkan satu rangkaian karya etnofotografi memerlukan waktu lama dengan biaya besar. Menjadi seorang etnofotografer harus sabar, karena membutuhkan pendekatan paling tidak 10 tahun. Ia harus mendapatkan kepercayaan untuk bisa menembus wilayah pribadi sebuah kelompok.

Di usianya yang ke-77, fotografer senior ini masih aktif menjelajah. (Foto: Rahmad Hidayatullah)

Etika memotret suku pedalaman?
Bisa berbaur dengan masyarakat dan mau belajar bahasa setempat. Sebagai tamu kita juga harus punya tujuan yang baik dan menjelaskan dengan jujur mengenai tujuan datang ke daerah mereka. Harus juga tahu batasan. Tidak semua daerah membebaskan untuk mengambil gambar karena tradisi dan kepercayaan tertentu. Satu hal penting lainnya adalah selalu membawa buah tangan. Setiap bertandang ke Suku Badui misalnya, saya tak pernah lupa membawa gambir, ikan asin, dan permen.

Ada persiapan khusus?
Sesuai prinsip jurnalistik pada umumnya bahwa berita layaknya disebarkan adalah berita yang mengandung unsur 5W1H. Biasanya, saya selalu observasi terlebih dahulu via buku atau internet. Selain itu, saya selalu membawa catatan dan pensil.

Salah satu potret alam yang menakjubkan hasil bidikan Don Hasman.

Suku yang paling sukar didekati?
Suku Togutil di Kabupaten Halmahera Utara. Kehidupan mereka masih sangat bergantung pada hutan asli dan bermukim di sekitar Sungai Dodaha.

Subjek foto favorit?
Saya tidak pernah membatasi diri. Apa yang saya lihat dan selama tidak ada larangan, pasti akan saya potret.

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5