Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jelajah Selandia Baru Bersama Joe Taslim

Oleh Cristian Rahadiansyah
Foto oleh Rony Zakaria
Pengarah gaya: Peter Zewet

Sebagai konsekuensi profesi , Joe Taslim kerap harus berkelana ke banyak tempat, walau dia sejatinya tipe yang mudah homesick. Di Selandia Baru, untuk pertama kalinya, Joe menemukan alasan untuk meninggalkan rumah lebih lama.

Kiri-kanan: Populer di saat hujan dan musim dingin, Glacier Hot Pools menawarkan kolam-kolam air panas di kaki Franz Josef Glacier. (Kacamata hitam oleh Ray-Ban dari Optik Seis); air yang membawa deposit gletser di Hokitika Gorge. (Kemeja lengan pendek dan celana oleh Ikat Indonesia by Didiet Maulana)

Pertengahan Januari, saat musim panas memayungi Negeri Kiwi, Joe menaiki helikopter, lalu mendarat di Franz Josef Glacier. Padang es membekukan kaki. Sinar mentari melebur dengan angin dingin yang berembus dari puncak-puncak salju Alpen Selatan. Bukan tantangan berat tentunya bagi seorang mantan pejudo nasional dan aktor yang kerap berjibaku dengan adegan laga. Bagaimanapun, pengalaman itu berhasil meninggalkan kesan yang tak akan dilupakannya.

Ini pertama kalinya Joe mengunjungi Selandia Baru. Pertama kalinya pula dia menaiki helikopter dan berjalan-jalan di atas gletser. “Tempat yang paling berkesan di Selandia Baru,” katanya. “Gletser sangat berbeda dari semua lokasi yang pernah saya kunjungi.”

Air yang membawa deposit gletser di Hokitika Gorge. (Kemeja lengan pendek dan celana oleh Ikat Indonesia by Didiet Maulana)

Joe menghabiskan seminggu di Selandia Baru, tepatnya di West Coast, provinsi subur yang membentang 600 kilometer di sisi barat South Island, terapit di antara Laut Tasman dan rantai pegunungan salju. Tempat ini tengah bersinar sebagai destinasi wisata. West Coast mengombinasikan dengan apik warisan sejarah dari masa Demam Emas, alam yang asri, serta warga rural yang ramah.

Selepas Franz Josef Glacier, Joe menyambangi formasi bebatuan magis di Pancake Rocks dan ngarai berair turkuois di Hokitika Gorge. Penggemar Al Pacino ini juga mendatangi tempat-tempat yang jarang tertangkap radar turis. Dia berjalan-jalan di kompleks kota tua Shantytown, menjelajahi Danau Matheson, menyapa kiwi di Wildlife Centre, dan menyaksikan pentas Haka oleh warga Maori.

Kiri-kanan: Pilar-pilar es yang bertaburan di Franz Josef Glacier. (Jaket bahan rajutan wol dan celana bahan rajutan wol oleh Ikat Indonesia by Didiet Maulana); beraksi di kelilingi pilar-pilar es di Franz Josef Glacier. (Jaket bahan rajutan wol dan celana bahan rajutan wol oleh Ikat Indonesia by Didiet Maulana)

Saat bepergian, baik untuk syuting maupun menghadiri festival film internasional, Joe mengaku mudah kangen rumah dan keluarga. Kadang dia mengobatinya dengan membawa saus sambal dan kopi favoritnya dari Indonesia. Tapi trip kali ini tampaknya berhasil memberi sensasi berbeda sekaligus mengubah cara pandangnya. Aktor yang namanya melambung lewat The Raid: Redemption dan Fast & Furious 6 itu justru mengaku ingin tinggal lebih lama. “Biasanya setelah satu atau dua minggu saya sudah ingin segera pulang,” katanya. “Tapi di sini saya bisa membayangkan diri saya berlibur selama dua hingga tiga bulan. Saya bisa menghabiskan hari dengan joging, hiking, dan memancing.”

Kiri-kanan: Hutan hujan Matheson. (Kemeja bermotif, atasan tank, celana, dan sandal, seluruhnya oleh Hermes); Danau Matheson, danau yang kerap diabadikan para turis di West Coast. (Kemeja bermotif, atasan tank, celana, dan sandal, seluruhnya oleh Hermes)

Joe kini sedang menanti proyek film terbarunya, The Night Comes for Us. Proses produksi rencananya mulai bergulir April tahun ini. Mengusung genre laga, film yang disutradarai Timo Tjahjanto itu memang bukan hal yang sepenuhnya baru bagi Joe. Produsernya, Gareth Evans, juga pernah bekerja dengan Joe di The Raid. Meski begitu, The Night Comes for Us berhasil menorehkan catatan manis bagi industri perfilman nasional.

Jauh sebelum syuting digelar, distributor ternama RADiUSTWC telah membeli hak pemasaran film tersebut untuk pasar Amerika Utara. “Sulit dipercaya. Peristiwa yang langka,” kata Joe. “Mungkin kesuksesan The Raid1 dan The Raid2 telah membuat distributor lebih percaya kepada Indonesia.”

Lahan peternakan di antara perbukitan dan Laut Tasman. (Kemeja lengan panjang, celana bermotif, dan sepatu loafers, seluruhnya oleh Ikat Indonesia by Didiet Maulana)

Proses syuting dan aktivitas promosi The Night Comes for Us sepertinya bakal membawa Joe kembali berkelana. Namun setidaknya kini dia sudah tahu ke mana harus untuk pergi tanpa harus bertarung dengan sindrom homesick. “Jika dulu saya ditanya tentang tiga negara yang ingin dikunjungi,” katanya, “Selandia Baru tidak pernah tercantum, tapi sekarang pasti masuk daftar tiga besar.”

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Mar/Apr 2014 (“Bumi Kiwi”)

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5