Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Flores dan Ritual Paskah Magis

Suasana gereja sebelum acara Misa.

Selain Gereja Katedral, ada tiga kapel di Larantuka yang menjadi titik penting dalam Semana Santa, yaitu Kapela Tuan Ma, Kapela Tuan Ana, dan Kapela Tuan Meninu. Ketiganya dinamakan sesuai dengan nama tiga patung suci yang disimpan di rahim ketiga bangunan. Di luar Paskah, ketiga patung itu disembunyikan dari mata publik. Patung Tuan Ma merupakan simbol utama dalam perayaan. Patung ini menampilkan figur Bunda Maria (disebut “Mater Dolorosa” oleh warga) yang sedang menangis. Merujuk hikayat setempat, patung Tuan Ma bersama Tuan Ana (Yesus) didatangkan ke Larantuka pada abad ke-16 oleh dua misionaris Portugis, Gaspardo Espírito Santo dan Agostinhode Madalena.

Menjelang Paskah, ketiga patung sakral di Larantuka dikeluarkan untuk dimandikan, kemudian diperlihatkan kepada umat. Proses pemandiannya berlangsung klandestin dan tertutup. Orang-orang yang terlibat dalam ritual ini juga disumpah untuk merahasiakan semua yang dilihatnya. Bagi warga setempat, hari-hari sebelum Paskah biasanya dimanfaatkan untuk berziarah ke makam keluarga. Orang-orang membersihkan ilalang dan debu di kuburan, lalu menyalakan lilin menjelang senja. Praktik ini berlangsung hingga puncak perayaan Jumat Agung.

Geladi resik prosesi Paskah di dalam gereja.
Warga menanti iring-iringan di tepi jalan.

Semana Santa dimulai dengan perayaan Rabu Trewa yang dipusatkan di Kapela Tuan Ma. Bangunan ini dipadati umat, termasuk anak-anak yang membawa dahan pohon, tongkat kayu, serta lembaran seng. Saat lampu kapel padam dan lonceng berbunyi, anak-anak berlarian seraya memukul-mukul seng tanpa henti, hingga menyulap suasana yang khidmat menjadi gaduh.

Rabu Trewa mengingatkan kita pada pengkhianatan Yudas Iskariot yang berujung pada penangkapan Yesus. Bunyi-bunyian di hari ini memancarkan duka menjelang wafatnya Sang Juru Selamat. Setelah hari berakhir, Larantuka berubah senyap. Tak ada lantunan musik maupun suara bising. Yang terdengar hanyalah sayup-sayup doa yang merambat syahdu di udara. Pada Kamis Putih, umat memadati ketiga kapel untuk berdoa dan mencium patung. Diiringi asap lilin dan nyanyian-nyanyian Mama Muji (para ibu yang melantunkan syair-syair berbahasa Portugis), ribuan orang bergiliran memasuki ketiga kapel. Prosesi ini bergulir sejak pagi hingga larut malam.

Seorang jamaah dalam prosesi Semana Santa.

Di hari puncak perayaan, kotak salib Tuan Meninu (Yesus saat bayi) diarak melewati Selat Gonzalu yang berarus deras. Puluhan kapal mengiringi perahu kecil yang mengangkut Tuan Meninu. Di momen inilah musibah datang. Salah satu kapal terempas oleh arus galak. Tujuh penumpang tewas dan puluhan lainnya hanyut. Tragedi yang baru pertama kali terjadi dalam Semana Santa itu sempat menghiasi tajuk media. Beberapa orang percaya, musibah sebenarnya disebabkan pelanggaran terhadap tabu adat: si kapal nahas memutar di depan perahu yang mengusung Tuan Meninu.

Warga Kota Larantuka memanfaatkan minggu Paskah untuk berziarah ke makam keluarga, termasuk kompleks pemakaman San Juan.
Seorang warga tengah berdoa di makam keluarganya.

Malam harinya, perayaan dilanjutkan dengan prosesi arak-arakan mengelilingi Larantuka dengan rute sepanjang tujuh kilometer. Diiringi nyanyian dan doa-doa oleh ribuan peziarah, ketiga patung sakral diarak dari Katedral dan singgah di delapan titik yang melambangkan delapan klan utama di Larantuka. Prosesi malam ini juga diwarnai fenomena misterius: bunyi gemuruh layaknya tsunami yang menyeruak tiba-tiba dari belakang rombongan. Ratusan peziarah sontak lari berhamburan. Tapi kemudian samar-samar terdengar suara tangisan dan rintihan memohon pertolongan kepada Bunda Maria. Tak ada yang bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Prosesi malam tuntas, tapi pertanyaan masih berkecamuk di kepala saya. Esok paginya, ketiga patung dibawa pulang ke kapel masing-masing dan Semana Santa tahun ini pun rampung. Tahun depan, ribuan peziarah akan kembali merangsek Larantuka untuk tenggelam dalam perayaan iman yang menggetarkan batin di tanah Flores. Setelah melewati separuh milenium, Semana Santa tak lagi dilihat sebagai hajatan spiritual semata, tapi juga pergelaran kolosal yang melebur tradisi, sejarah, dan peradaban. Semana Santa adalah bagian integral dari identitas Kota Larantuka, juga bagian penting dari perjalanan panjang Nusantara.

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Sep/Okt 2014 (“Tiga Iman, Satu Tuan”)

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5