Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Eksperimen Visual: Satu Bingkai, Dua Zaman  

Panorama yang dulu tersaji dari beranda Hotel Bellevue di Buitenzorg (Bogor) sekitar tahun 1900. Lokasi pengambilan foto ini sekarang dihuni sebuah mal.

Oleh Erly Bahsan

Seri foto ini bermula dari sebuah kebetulan. Sekitar September 2016, saya bergabung dalam sebuah tim yang ditugaskan mengevaluasi kondisi struktur beberapa gedung di kawasan Kota Tua Jakarta. Dalam proses itu, saya menelusuri riwayat dan kronologi gedung-gedung tersebut, salah satu caranya dengan melihat foto-foto lama mereka yang mayoritas bertitimangsa awal 1900-an hingga 1950. Foto-foto ini tersimpan dalam kondisi baik di beberapa perpustakaan dan lembaga arsip di Belanda, misalnya Tropenmuseum, Nationaal Archief, Universiteit Leiden, dan Geheugen van Nederland. Sebagian foto juga sudah bisa diakses melalui internet.

Warga berpose di depan Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, sekitar tahun 1930. Masjid ini didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada abad ke-18.

Selain membantu dalam analisis teknis, foto-foto tua yang saya kumpulkan memiliki daya tariknya sendiri secara visual. Mereka bagaikan jendela ke masa silam, dan lebih menarik lagi karena bangunan di dalam foto masih eksis, dengan begitu saya bisa membandingkan antara wajah lama dan sosok aktualnya. Dari sinilah muncul gagasan untuk membuat sebuah seri foto yang menyandingkan foto tua dan baru.

Menggunakan teknik jukstaposisi, saya menyisipkan penggalan imaji dari masa lalu dalam bingkai masa kini. Masa lalu direpresentasikan oleh foto hitam-putih, sedangkan masa kini dibiarkan dalam warna aslinya. Hasilnya adalah sebuah kontras yang membuat kita berpikir tentang bagaimana realitas dikonstruksi dan sejauh mana zaman bergeser. Dalam konteks berbeda, teknik jukstaposisi ini seolah menjadikan waktu layaknya bidang datar yang bisa “dilompati” secara visual.

Kantor Pos Kota Medan yang dirancang oleh Snuyf dan diresmikan pada 1911. Kondisinya relatif terjaga, tapi pepohonan di seberangnya kini lebih rimbun.

Walau idenya sederhana, eksekusinya tak semudah yang saya bayangkan. Saya ingin memotret dari sudut yang persis sama dengan si fotografer di foto lawas, namun sudut ini tak selalu tersedia akibat perubahan kondisi. Beberapa gedung telah berubah, begitu pula area sekitarnya, misalnya dalam bentuk kehadiran pohon atau bangunan baru. Proses mencari sudut foto lebih sukar untuk subjek dengan garis perspektif. Perbedaan lensa akan memproduksi sudut perspektif yang berbeda pula. Tantangan lainnya ialah pencahayaan. Saya mesti sabar mencari exposure yang seimbang antara situasi lapangan dengan foto tua di tangan.

Dirintis Oktober 2016 di Kota Tua Jakarta, proyek visual personal ini kemudian berlanjut ke enam kota lain: Bogor, Bandung, Yogyakarta, Solo, Padang, dan Medan. Sebelum berkunjung, saya selalu melakukan riset internet untuk mengetahui riwayat tiap kota dan bangunannya, serta tentu saja menggali foto-foto lawasnya. Tiga kota lain yang akan saya telusuri adalah Semarang, Surabaya, dan Makassar.

Masjid Jami’ Al Makmur di Cikini, Jakarta. Dibangun pada 1860 sebagai musala di belakang rumah Raden Saleh, masjid ini sekitar tahun 1890 direlokasi ke Jalan Raden Saleh.

Proyek ini saya niatkan sebagai bagian dari pembelajaran sejarah. Belum ada rencana untuk membukukan atau memamerkan hasilnya, tapi mayoritas foto telah saya unggah ke akun Instagram @wederopbouw (bahasa Belanda yang artinya “rekonstruksi”) agar publik bisa menikmati sekaligus meresponsnya.

Erly Bahsan
Erly, seorang insinyur sipil dan dosen Universitas Indonesia, menyukai street photography dan fotografi dokumenter. Ketika mengikuti IPA Street Photography Asia Contest 2012, dia mendapatkan penghargaan di kategori Editors’ Special Mention. @wederopbouw.

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5