Skip to content Skip to sidebar Skip to footer
Vihara Avalokit Graha - Bintan

Bintan Dulu & Kini

Grotto Santa Maria.

Temukan kebudayaan yang penuh warna di Bintan, pulau dengan riwayat peradaban yang melintang 20 abad. Berlokasi strategis di mulut Selat Malaka, Bintan pernah tercantum dalam rute perdagangan Jalur Sutra yang menghubungkan Hindia Timur dan Tiongkok menuju India dan Dunia Barat. Dalam aktivitas perniagaan antarbangsa selama berabad-abad itu, pertukaran kebudayaan berlangsung ajek dan jejaknya masih terlihat hingga kini dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bintan, baik di pedesaan maupun di Tanjungpinang, Ibu Kota Kepulauan Riau. Di Tanjungpinang misalnya, tersaji perpaduan unik antara pasar tradisional yang meriah dan arsitektur bergaya Belanda. Kita bisa menyaksikannya seraya mencicipi berbagai makanan lokal yang ditawarkan oleh para pedagang.

Berbagai kerajaan yang pernah berkuasa di Bintan juga berkontribusi pada kekayaan sejarah dan budaya pulau ini. Malaka, Sriwijaya, Johor, Riau-Lingga, dan Belanda pernah menduduki Bintan, dan masing-masingnya membawa tradisi literatur, arsitektur, agama, dan kebiasaan yang berbeda-beda. Maka dari itu wajar jika di Bintan kita bisa menemukan kelenteng tua dan masjid bersejarah.

Selama berabad-abad, masyarakat Bintan terbiasa hidup harmonis dalam keanekaragaman. Berhubung mayoritas penduduk menganut Islam, masjid tersebar di banyak sudut pulau, salah satunya Masjid Raya Sultan Riau yang berada di Pulau Penyengat. Rumah ibadah agama lain juga mudah ditemukan di Bintan, contohnya Vihara Dharma Sasana yang terletak di Desa Senggarang, permukiman pertama pendatang asal Tiongkok di Bintan. Contoh lainnya ialah Vihara Avalokitesvara Graha yang dihuni patung indoor Guan Yin terbesar di Indonesia. Patung setinggi 16,8 meter ini dibuat dari kuningan dan dilapisi emas 22 karat. Untuk tempat ibadah Kristiani, satu tempat yang terkenal adalah Grotto Santa Maria (Gua Santa Maria). Kompleks spiritual ini menampilkan rangkaian 14 tablo dan patung yang menggambarkan prosesi Jalan Salib, ditambah sebuah kapel antik di ujung rute.

Vihara Avalokitesvara Graha (GuanYin Temple).

Laut memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat Bintan. Desa-desa nelayan berdiri di sepanjang pesisir. Kapal nelayan mengarungi laut siang dan malam. Sekitar 30 kilometer dari Tanjungpinang terdapat Desa Senggarang yang dipercaya sebagai pecinan pertama di Bintan. Di desa ini, rumah-rumah panggung berjajar rapi di tepi jembatan kayu. Berpindah ke semenanjung timur laut pulau, kita akan menemukan Orang Laut yang mendiami Desa Panglong, permukiman Orang Laut terbesar di Bintan. Mereka masih menerapkan cara hidup tradisional, termasuk membuat jala ikan dan kapal mereka sendiri.

Sektor lain yang berperan kian vital dalam perekonomian Bintan adalah pariwisata. Beragam hotel dan restoran berkualitas prima telah berdiri di sini, mulai dari Teluk Lagoi di sisi barat laut hingga Pantai Trikora di timur. Berkat kedekatannya dengan Singapura, Bintan juga telah menjadi destinasi akhir pekan favorit bagi penduduk Singapura. Kedua tempat ini hanya terpisah oleh pelayaran feri berdurasi 60 menit. Salah satu faktor yang mendorong perkembangan pesat industri pariwisata di Bintan adalah karakter penduduknya yang terbuka. Mereka ramah, murah senyum, dan gemar meladeni obrolan santai dalam sesi minum kopi.

Pasar tradisional adalah tempat terbaik untuk bertemu orang-orang dari berbagai latar belakang, selain tentunya untuk berbelanja oleh-oleh dan mencicipi hidangan lokal. Di Tanjungpinang, pasar rakyat beroperasi sejak pagi hingga sore. Di sini kita bisa membeli aneka dagangan mulai dari buah-buahan, rempah, serta boga bahari yang dikeringkan, termasuk ikan asin khas Bintan yang disebut bilis—oleh-oleh kegemaran para wisatawan.

Panglong Village.

Untuk produk kerajinan, kunjungi kota Kijang di belahan selatan pulau untuk membeli berbagai dekorasi dan barang rumah tangga yang dibuat dari cangkang kerang, tulang ikan, cangkang gonggong, dan bahan-bahan daur ulang lainnya seperti koran bekas. Bintan juga memiliki beberapa mal, contohnya Plaza Lagoi di Teluk Lagoi dan Tanjungpinang City Center Mall.

Menjelang malam, cobalah berkeliling kota atau menuju Bintan Resorts. Jika gemar bertualang, ikuti tur Fireflies Discovery yang dimulai pada pukul 19:30. Tur ini akan membawa Anda menyusuri Sungai Sebung untuk menyaksikan pemandangan magis kunang-kunang yang berkilauan di sela-sela bakau dan di bawah langit berbintang. Tempat yang tak kalah menakjubkan adalah Lagoi Bay Lantern Park yang beroperasi mulai pukul 17.00. Taman ini memajang lampion-lampion besar aneka warna dalam wujud satwa darat dan laut khas Indonesia.

Lagoi Bay Lantern Park.

Untuk menutup hari, Anda bisa singgah di Rimba Jaya, kawasan malam terbesar di Bintan yang menampung beragam kios dengan beragam tawaran, mulai dari omelet tiram hingga otak-otak. Jika ingin memeriahkan malam dengan minuman, Anda cukup memasuki bar atau kafe. Kurang dari satu kilometer berjalan kaki dari Rimba Jaya terdapat Akau Potong Lembu, pujasera yang berlokasi di Jalan Potong Lembu. Tempat ini awalnya dirintis oleh Akau, seorang pria yang dikenal pandai memasak kwetiau. Sekarang, Akau Potong Lembu menjajakan pula makanan tradisional dari penjuru Indonesia. Usai pesta kuliner yang memuaskan di sini, Anda bisa bersantai sejenak di seputar Lagoi Bay Lantern Park untuk menikmati (dan memotret) suasana magis di malam hari.

Selama di Bintan, wisatawan sangat disarankan menyewa pemandu lokal. Bintan belum memiliki moda transportasi umum untuk berkeliling pulau. Perusahaan rental mobil bisa ditemukan di Grand Lagoi Hotel, Pujasera Lagoi, Treasure Bay Bintan, serta Pelabuhan Bandar Bentan Telani, contohnya Indorent Car Rental dan Wira Taxi Service. Untuk liburan yang lebih nyaman dan mudah, hubungi salah satu operator tur berikut: www.bintanholiday.com, www.brctours.com, www.globalbintan.com, dan www.indobintan.com.

Artikel ini merupakan kemitraan antara DestinAsian Indonesia dan Bintan.

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5