Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

4 Pameran Seni Kontemporer Asia Tenggara : Tafsir Identitas, Kehendak, dan Perhatian

Staging Desire di Galeri SaliharaMusim pertengahan tahun 2025 menjadi periode yang padat dalam kalender seni rupa Asia Tenggara. Setidaknya empat pameran utama tengah berlangsung di Yogyakarta dan Jakarta, menawarkan perspektif segar tentang bagaimana seniman-seniman kontemporer merespons isu identitas, perhatian, dan materialitas dalam konteks sosial yang terus bergeser.

Mulai dari pameran kelompok seniman Filipina di Gajah Gallery, kolaborasi dua seniman lintas latar di Salihara, hingga pendekatan kuratorial lintas kota dalam UNBOXED, ketiganya menyajikan spektrum wacana dan emosi yang kaya.

  1. Libang/Hibang
Pameran akan berlangsung di Gajah Gallery Yogyakarta

Pameran Libang/Hibang yang digelar di Gajah Gallery Yogyakarta menandai kelanjutan komitmen galeri tersebut dalam mengangkat suara seni kontemporer Filipina di kawasan Asia Tenggara. Dikurasi oleh seniman sekaligus kurator Leslie de Chavez, pameran ini hadir bertepatan dengan periode paling sibuk dalam kalender seni Yogyakarta, sebuah momentum strategis untuk menyuarakan perspektif dari Filipina dalam lingkup regional.

Judulnya yang diambil dari dua kata dalam bahasa Filipina, libang (hiburan atau distraksi) dan hibang (obsesi atau kegilaan) yang menggambarkan tarik-menarik antara perhatian yang hadir dan keteralihan yang membebani. Di tengah dunia yang didorong oleh kebisingan algoritmik dan percepatan digital, pameran ini menjadi ajakan untuk berhenti sejenak dan benar-benar melihat.

Setiap karya dalam Libang/Hibang tak hanya menyoal perhatian sebagai tema, melainkan sebagai kekuatan yang memengaruhi siapa yang terlihat dan siapa yang tak terdengar, apa yang dikenang dan apa yang dihapus. Para seniman yang terlibat menggunakan medium seperti lukisan dan patung untuk menyuarakan relasi antara kehadiran dan ketidakhadiran, fokus dan kelelahan.

2. Staging Desire

Sementara itu, di Jakarta Selatan, Komunitas Salihara menghadirkan Staging Desire, pameran duo antara Nindityo Adipurnomo dan Imam Sucahyo yang berlangsung dari 14 Juni hingga 27 Juli 2025. Pertemuan antara kedua seniman ini dimulai dari momen kecil namun signifikan. Ketika Nindityo, salah satu tokoh penting dalam seni kontemporer Indonesia, melihat karya wayang kardus buatan Imam di Tuban.

Dari sana, lahir dialog panjang mengenai kehendak, identitas, dan relasi antara ekspresi personal dan ekspektasi eksternal. Pameran ini menjadi medan negosiasi antara dua pendekatan yang sangat berbeda secara material namun bersinggungan dalam kepedulian terhadap lingkungan, budaya, dan simbol.

Imam Sucahyo, seniman otodidak asal Tuban, memadukan bahan-bahan temuan seperti kardus, kayu apung, plastik bekas, dan kerang untuk menciptakan figur-figur visual yang bergerak antara realitas dan imajinasi. Ia merekam ritme harian dan lanskap sosial-kultural Tuban, menjadikannya materi yang cair untuk tafsir kolektif. Di sisi lain, Nindityo menghadirkan karya-karya yang membongkar simbol-simbol budaya Jawa, merakit ulang makna lama dalam konteks masyarakat modern.

Instalasi utama dalam pameran ini adalah sebuah rumah kayu bobrok yang dibawa Imam dari Tuban. Atapnya yang miring membentuk resonansi visual dengan simbol Salib Selatan, sementara fungsinya bergeser dari sekadar latar menjadi tokoh utama dalam narasi pameran.

3. UNBOXED: Rethinking Asian Art
UNBOXED: Rethinking Asian Art

Di sisi lain spektrum, pameran UNBOXED: Rethinking Asian Art mengambil pendekatan kuratorial yang lebih luas dan eksperimental. Alih-alih dipusatkan di satu lokasi, pameran ini menjangkau empat kota utama, Yogyakarta, Surabaya, Bali, dan Singapura, dengan menampilkan seniman yang dipilih bukan untuk mewakili kota mereka, melainkan karena praktik mereka menggugat gagasan tentang tempat, identitas, dan ekspresi.

Dari Surabaya hadir karya-karya yang keras dan jujur terhadap realitas urban dan gesekan antara tradisi dan modernitas. Di Yogyakarta, para seniman memadukan filsafat dengan praktik berbasis komunitas yang menautkan politik dengan puisi. Bali membawa ketegangan antara yang kasat mata dan yang spiritual, sementara Singapura menawarkan eksplorasi konseptual atas hibriditas dan diaspora.

Pameran ini tidak dirancang dari lensa tunggal, tetapi tumbuh dari percakapan panjang, kunjungan studio, dan proses yang dibangun atas dasar kepercayaan. UNBOXED tidak menawarkan jawaban, melainkan membuka ruang yang lentur bagi seniman untuk menyuarakan apa artinya menjadi seniman Asia hari ini tanpa harus menjelaskan, menerjemahkan, atau membatasi diri pada definisi yang sudah mapan. Ini adalah proses hidup, percakapan yang terus berkembang, dan upaya untuk memperluas wilayah wacana seni Asia melampaui bingkai identitas yang dikonstruksi.

4. KiNstallation by Eko Nugroho

Tak kalah menarik, seniman ternama Eko Nugroho akan membuka instalasi terbarunya yang berjudul KiNstallation di KiN Space, SCBD Park, Jakarta Selatan, mulai 27 Juni 2025. Instalasi ini terinspirasi dari kenangan masa kecil dan dunia fantasi, dengan semangat yang menyentuh anak-anak maupun orang dewasa.

Seperti banyak karya Eko sebelumnya, KiNstallation tak hanya menghadirkan visual yang dinamis dan penuh warna, tetapi juga mengajak pengunjung untuk terlibat secara emosional—menyambung kembali dengan rasa takjub dan keajaiban yang kerap hilang dalam rutinitas dewasa. Di tengah arus praktik seni yang sering kali kritis dan konseptual, KiNstallation menjadi ruang bermain yang tetap menyimpan kedalaman—menawarkan pengalaman multisensorial yang terbuka dan penuh imajinasi.