by Cristian Rahadiansyah 12 June, 2020
Fotografer Elite Bersaing di Kontes Foto ‘Kelas Dua’
Alessandro Gandolfi sudah dua kali diganjar penghargaan dari National Geographic Italy. Salah satu karya emasnya, China: Rolls Royce Generation, pernah ditayangkan di festival bergengsi Visa pour l’Image, juga diterbitkan di beragam media, termasuk DestinAsian Indonesia.
Membaca portofolionya, partisipasi Gandolfi dalam Sony World Photography Awards (SWPA) 2020 merupakan sebuah kejutan. Dulu, ajang ini lebih digemari fotografer muda atau pemula. Dibandingkan World Press Photo Contest yang fokus pada genre jurnalistik dengan standar ketat, SWPA menerapkan aturan yang lebih longgar dengan kategori yang lebih variatif, kadang juga lebih “pop.”
Dalam SWPA 2020, Gandolfi menduduki posisi pertama di kategori still life lewat karya Immortality, Inc. Proyek dokumenter ini mengisahkan upaya manusia mengejar ambisi panjang umur lewat aneka terobosan di bidang bioengineering, nanomedicine, serta kecerdasan artifisial.
Sosok berpengaruh lain yang ikut berlaga dalam SWPA 2020 ialah Brent Stirton. Banyak karyanya pernah dimuat di media-media internasional. Selain itu, pewarta foto asal Afrika Selatan ini juga sudah sembilan kali masuk nominasi World Press Photo, serta menyabet trofi Visa D’or dari Visa pour l’Image.
Stirton giat menggarap tema sosial dan lingkungan, dan salah satunya karyanya menempati posisi puncak di kategori natural world & wildlife dalam SWPA 2020. Karyanya, Pangolins in Crisis, menguak bisnis penyelundupan tenggiling. Investigasinya menjadi lebih relevan saat ini, mengingat tenggiling sempat dicurigai sebagai pangkal Covid-19 sekaligus sumber penawarnya.
SWPA mengumumkan daftar pemenang edisi 2020 pada 9 Juni. Total ada 22 juara untuk 22 kategori. Di kelas profesional yang notabene paling bergengsi, ada 10 pemenangnya. Selain Gandolfi dan Stirton, hadir beberapa nama yang juga cukup beken seperti Pablo Albarenga, Cesar Dezfuli, dan Maria Kokunova.
Sejumlah tema populer mendapat perhatian dari juri. Di kategori documentary misalnya, ada foto-foto demonstran Hong Kong karya Chung Ming Ko. Contoh lain ialah proyek Passengers dari Cesar Dezfuli. Juara kategori portraiture ini memperlihatkan wajah para imigran penyintas yang menaiki perahu dari Libya menuju Eropa. Dezfuli mengalahkan karya menggigit Hong Kong Protestors buatan juru kamera kondang Adam Ferguson yang pernah dimuat di sampul majalah Time.
Tahun ini, hadiah tertinggi disabet oleh Pablo Albarenga asal Uruguay yang mengirimkan foto konseptual bertema lingkungan. Pablo menyandingkan antara foto pejuang lingkungan dengan lanskap yang dihuni kebun atau tambang. Dikutip dari siaran pers SWPA, Albarenga menilai prestasinya sebagai “peluang menceritakan kisah warga tradisional Amazon, dengan menonjolkan orang-orang yang berjuang bukan hanya demi masa depan mereka, tapi kita semua.”
Berpindah ke kelas open (non-profesional), Tom Oldham menyabet posisi puncak lewat potret Charles Thompson, gitaris grup musik Pixies. Konsep yang dibawanya cukup menarik: meminta sang musisi memperlihatkan bahasa tubuh frustrasi. Untuk kelas sisanya, juaranya ialah Hsien-Pang Hsieh (youth) dan Ioanna Sakellaraki (student). Yang terakhir ini merupakan salah satu bakat muda paling bersinar di jagat fotografi. Pada 2018, Ioanna diganjar Bursary Award oleh The Royal Photographic Society.
Seluruh kampiun jilid 2020 dipilih oleh dewan juri yang beranggotakan delapan orang. Di antara mereka, ada Claudi Carreras Guillén (kurator independen), Brent Lewis (redaktur foto The New York Times), serta Touria El Glaoui (pendiri 1-54 Contemporary African Art Fair). Tahun ini, mereka tak memilih satu pun kontestan asal Indonesia. Prestasi terbaik hanya diraih oleh Dita Suci Putri Rahmawati yang masuk shortlist kelas youth.
SWPA dirintis pada 2007 oleh World Photography Organisation. Tiap tahunnya, pergelaran ini menyediakan ruang bagi puluhan ribu foto untuk dievaluasi oleh juri terpandang. Hadiah kontes ini cukup menggiurkan. Selain uang ribuan dolar dan peralatan fotografi dari Sony, pemenang bisa ikut pameran di Somerset House, London. (Khusus tahun ini, pameran diadakan secara virtual.)
Di beberapa episode sebelumnya, fotografer Indonesia sempat menembus daftar finalis atau juara, contohnya Michael Theodric, Fauzan Ijazah, Hendra Permana, dan Adhi Prayoga. Salah satu prestasi terbaik diraih oleh Fajar Kristianto. Pada 2018, fotografer asal Depok ini memenangkan kategori motion. Fotonya menampilkan seorang atlet di Stadion Akuatik Senayan. “Foto ini merayakan pergelaran Asian Games 2018 yang akan dilangsungkan di Agustus di Jakarta dan Palembang,” jelas Fajar dalam siaran pers SWPA.
Dibandingkan kontes lain, SWPA cukup luwes merespons perkembangan zaman. Kategori penghargaan ajek bertambah (dan berkurang) mengikuti isu kontemporer, juga pemekaran “genre” fotografi. Di luar kategori lumrah seperti travel, environment, portraiture, dan still life, ada kategori motion, discovery, creative, dan architecture. Tahun ini, panitia memperkenalkan kategori baru alpha female dengan niat memberi keragaman perspektif di sektor fotografi.
Agar persaingan lebih adil, SWPA juga memisahkan antara partisipan profesional dan amatir. Sementara untuk menempa bakat muda, mereka menawarkan kelas khusus youth (usia 12-19 tahun) dan student (mahasiswa jurusan fotografi). “Mengasah kemampuan,” jelas Michael Theodric, fotografer cilik asal Indonesia, tentang alasannya berpartisipasi dalam SWPA. Pada 2014, dia menyabet juara kelas youth di kategori environment. –Cristian Rahadiansyah
Untuk melihat daftar dan foto lengkap pemenang SWPA, klik di sini.