by Karina Anandya 26 March, 2018
48 Jam di Padang
Oleh Ramadhani
Foto Zulkifli
SABTU
06:00 Pasia Nan Tigo
Padang, kota pesisir di barat Sumatera, mengoleksi sejumlah pantai elok yang menarik dikunjungi. Khusus pagi hari, suguhan paling atraktif tersaji di Pasia Nan Tigo yang membentang di dekat Bandara Minangkabau. Selain bersantai di pasir, kita bisa menonton orang-orang “menyergap” perahu. Saban pagi, mereka bergegas menghampiri perahu-perahu nelayan yang sedang merapat dengan tujuan mendapatkan hasil laut terbaik untuk kemudian dioper ke restoran-restoran. Silakan bertanya jika ingin menambah wawasan seputar ikan dan bumbu yang tepat untuk memasaknya.
08:00 Warung Cokro
Melawat ke Padang, tak perlu ragu memesan kamar tanpa sarapan. Kota ini punya banyak opsi tempat untuk menambal lapar di pagi hari, salah satunya Warung Cokro (Jl. Nipah 2E). Menu primadonanya lontong pical, sebuah tafsir lokal atas pecel Jawa. Rasanya lebih tajam dan saus kacangnya lebih pedas. Hidangan lain yang patut dicicipi di sini adalah sate, lupis saus gula merah, serta mi olahan yang dikembangkan dari resep keluarga. Rampung sarapan, nikmati jalan-jalan santai di pantai yang terhampar tak jauh dari warung.
13:00 Villa Art
Kelompok Jendela kerap dipandang sebagai juru bicara dunia seni Sumatera Barat, padahal mereka sebenarnya berbasis di Yogyakarta. Skena seni Sumbar yang lebih berakar bisa ditemukan di sejumlah galeri di Padang, salah satunya Villa Art (ruangvillaart.wordpress.com). Di ruang pamer dan bibir pantai, galeri ini memajang beragam lukisan dan instalasi yang diracik dari limbah laut seperti botol, ranting, dan plastik. November silam, bersama grup lain di Sumbar seperti Komunitas Belanak dan Ladang Rupa, Villa Art mencetuskan Minang Young Artist Project (minangyoungartist.wordpress.com), sebuah inisiatif yang layak dipantau kiprahnya.
15:00 Kubik Koffie
Gerakan third wave coffee masih bertiup sayup di Padang, dan salah satu yang serius menyambutnya ialah Kubik Koffie (Jl. Olo Ladang 12). Kedai ini dilengkapi area terbuka yang nyaman sebagai tempat kongko maupun kerja. Berkat kenyamanannya pula, Kubik kerap dipilih remaja Padang sebagai tempat pergelaran, mulai dari diskusi hingga pameran. Februari silam misalnya, ada peluncuran buku Sore Kelabu di Selatan Singkarak. Sebelumnya, ada pameran ilustrasi buku puisi Pasien Terakhir. Selain menyuguhkan kopi, Kubik memang menjalankan peran sebagai kantong budaya kota.
17:00 Pondok Pecinan
Warga Tionghoa telah berniaga di pantai barat Sumatera sebelum bangsa Eropa menginjakkan kaki di Padang. Pada paruh kedua abad ke-17, mereka membuka permukiman di sekitar muara Sungai Batang Arau. Pada 1861, Kelenteng See Hin Kiong didirikan, disusul sejumlah bangunan berarsitektur Tiongkok. Warisan masa silam itu masih bisa dinikmati. Berjalan kaki menyusuri kawasan Pondok yang sarat aroma dupa, kita akan menjumpai ruko, gudang, dan rumah-rumah tua. Usai melewati gang di sebelah rumah duka, Anda akan dilemparkan ke dunia yang sepenuhnya berbeda: Kampung Keling. Aroma hio digeser bau rempah. Seiring itu, muncul orang-orang berpostur tinggi, berhidung mancung, dan berkulit gelap. Ikon tempat ini, Masjid Muhammadan, dibangun pada abad ke-19 oleh muslim keturunan India.
19:00 Simpang Kinol
Zona nokturnal yang kaya rasa dan aroma, Simpang Kinol menampung beragam restoran yang menjajakan beragam masakan. Dari rumah makan ikonis Pagi Sore (Jl. Pondok 143) hingga bistro modern Kinol (Jl. Imam Bonjol 28), perempatan ini seperti jamuan raksasa yang mengundang Anda menyelami kreasi dapur setempat. Andaikan merasa gerah di malam hari, cobalah es durian atau kopi es di Warkop Hau (Jl. Tepi Pasang). Pastikan perut kosong sebelum mampir ke Simpang Kinol.
MINGGU
07:00 Warkop Abu
Untuk memupuk energi pagi, kunjungi Warkop Abu (Jl. Tanah Sirah) dan nikmati teh telur bercita rasa orisinal yang dibuat dengan metode orisinal. Proses pembuatannya mirip akrobat: satu tangan untuk empat gelas teh telur. Harganya sangat bersahabat, hanya Rp10.000 untuk segelas teh telur dengan lima level warna. Warga menyebutnya teh talua limo lenggek (teh telur lima tingkat)—jumlah yang diyakini sebagai takaran kenikmatan segelas teh telur. Orang Minang memang terkenal rumit dalam urusan selera.
11:00 Masjid Raya Ganting
Dari sekitar 300 masjid yang bertaburan di Padang, Masjid Raya Ganting (Jl. Ganting) mungkin punya riwayat yang paling menarik. Syahdan, rumah ibadah ini dibangun oleh tiga tokoh Minangkabau di atas tanah milik Suku Caniago pada 1790, menjadikannya masjid tertua di Padang. Dana konstruksinya dihimpun dari kantong para saudagar dan perantau. Masjid ini pernah dipugar oleh Belanda. Jejaknya terlihat dalam sentuhan langgam Eropa pada arsitekturnya. Di sisi timur bangunan terdapat sebuah perpustakaan berisi arsip dan buku bagi Anda yang ingin menggali riwayat Masjid Raya Ganting.
16:00 Jembatan Siti Nurbaya
Siti Nurbaya, karakter ciptaan novelis Marah Roesli, terpatri sebagai nama seutas jembatan yang melintang di muara Sungai Batang Arau. Tak jauh dari titian ini terdapat gudang-gudang tua yang menjadi saksi perkembangan awal Padang sebagai kota niaga pada abad ke-17. Melihat Padang dari Jembatan Siti Nurbaya memang seperti mengintip pemandangan dari masa lalu. Di seberang jembatan tersaji jejak masa lalu lainnya, walau kali ini keabsahannya agak meragukan. Mendaki sekitar 20 menit menuju puncak bukit Gunung Padang, Anda akan menemukan makam Siti Nurbaya.
19:00 Rimbun
Jika ingin mencicipi kopi-kopi single origin dari dataran tinggi Minangkabau, kunjungi Rimbun Espresso & Brew Bar (Jl. Kis Mangunsarkoro). Daftar menunya berisi antara lain kopi Pasaman, kopi Situjuah dari Payakumbuh, serta Kopi Solok Rajo. Terletak di jantung kota, Rimbun juga cocok sebagai wadah bersua dan bersantai. Khusus para fotografer, kedai nyaman ini patut dicantumkan dalam agenda wisata. Rimbun kerap dipakai sebagai ruang pameran foto oleh komunitas-komunitas fotografi lokal.