by Reza Idris 15 December, 2017
Berkelana di Koh Samui
Teks oleh Reza Idris
Foto oleh Diego Vergés
Model: Nicholas Saputra
Koh Samui mungkin masih kalah tenar dari Bangkok, Phuket, atau Chiang Mai. Tapi perkembangan pariwisata pulau ini dalam dua dekade terakhir telah membuatnya kian memikat. Tawarannya adalah pantai pasir putih, laut pirus, dan alam rindang. Terbilang biasa untuk standar Thailand memang, tapi Samui punya satu modal lagi yang membuatnya menonjol: koleksi hotel premium yang cukup lengkap.
Ada banyak versi tentang sejarahnya. Salah satu sumber menyebutkan, Samui “ditemukan” pertama kali di akhir 1800-an oleh kaum nelayan Melayu dan Cina. Pulau ini berlabuh di Teluk Siam, sekitar 700 kilometer sisi selatan Bangkok. Para pelaut singgah di sini untuk mengisi perbekalan dan berlindung dari badai—kisah yang membuat pulau ini dulu disebut saboey, terminologi Cina yang berarti “surga perlindungan.”
Namanya mulai terdengar dunia pada awal 1970-an. Pengunjungnya waktu itu backpacker Eropa. Tapi Samui sejatinya belum menjadi destinasi utama, melainkan lokasi transit untuk menjangkau Koh Phangan—tempat kaum backpacker menciptakan pestabulan purnama, ajang yang menjadi ritual bulanan hingga kini.
Layaknya pulau yang terisolasi, peradaban di Samui terbilang muda. Bukti-bukti sejarah sangat minim. Dua yang tersisa adalah Buddha Footprint, artefak suci berupa empat jejak tapak Buddha; serta Big Buddha, patung setinggi 10 meter yang dibangun pada 1972. Hanya di Hua Thanon kita bisa menyaksikan bekas-bekas kehidupan masyarakat masa silam. Di sini terdapat beberapa rumah panggung berbahan kayu yang dihuni minoritas Muslim.
Transformasi Samui dimulai pada 1989 saat Bangkok Airways (bangkokair.com) mendirikan sebuah bandara yang membuka isolasi pulau terbesar ketiga di Thailand ini. Alhasil, pelancong tak perlu lagi menghabiskan banyak waktu di atas kapal feri dari Surat Thani untuk mengunjunginya. Pertumbuhan turis internasional kemudian mendorong Thai Airways (thaiairways.com) membuka rute ke Samui pada 2008.
Kontras dari bandara-bandara modern, Bandara Samui didesain menarik layaknya kompleks bungalo. Terminalnya ditopang kayu-kayu gelondongan dan dipayungi rumbia. Para penumpang yang baru mendarat tidak dijemput oleh bus, melainkan kereta wisata, seperti yang lazim dipakai mengantar turis menjelajahi Taman Safari. Samui sepertinya ingin para tamu merasakan suasana liburan langsung usai turun dari pesawat.
Untuk menjaga jarak dari Pattaya dan Phuket, Samui menggeser fokus segmennya ke turis berkocek tebal. Di akhir 1990-an, resor-resor elite mulai menjamur. Awalnya hanya merek-merek lokal yang bercokol. Seiring kian santernya gaung Samui, properti jaringan internasional pun berdatangan. Salah satu pemain tertua adalah Baan Taling Ngam Resort yang diresmikan 20 tahun silam. Pengelolanya telah tiga kali berganti, dari Mandarin Oriental, Le Méridien, dan kini, InterContinental.
Enam tahun lalu, Four Seasons juga datang dan mengambil tempat di area bekas perkebunan kelapa. Merek-merek premium lain yang kini bisa ditemukan di Samui adalah Banyan Tree, W, Orient-Express, Anantara, Conrad, Nikki Beach, dan yang terbaru, Vana Belle. Kehadiran mereka memicu pertumbuhan maskapai ke Samui, salah satunya SilkAir (silkair.com) pada 2011.
Seperti biasa, W Retreat Koh Samui (wkohsamui.com) menampilkan desain yang ekstravagan. Kolaborasi P49 Deesign dan Maps Design menghasilkan sebuah resor tepi laut yang dihuni 73 vila yang dilengkapi kolam privat, serta bar yang dipercantik sofa-sofa terapung. Karena warisan budaya tak cukup melimpah, Samui menciptakan atraksi-atraksi modern untuk menggoda turis. Salah satu yang tersohor adalah Samui Fine Dining Festival (samuifinediningfestival.com). Dalam ajang tahunan ini, para koki berkolaborasi untuk menciptakan menu spesial di restorannya masing-masing. Restoran tak cuma bisa ditemukan di hotel.
Salah satu gerai independen yang cukup terkenal adalah Orgasmic yang dipimpin Wally, koki selebriti di Samui. Pulau seluas 227 kilometer persegi ini juga menawarkan petualangan alam. Obyek andalannya adalah Taman Nasional Ang Thong (dnp.go.th), kawasan konservasi yang disusun oleh 42 pulau tak berpenghuni. Usai menyusuri laut sejauh 20 kilometer ke arah barat, kita bisa menemukan formasi bebatuan gamping, laut turkuois, beragam biota laut, dan pantai-pantai berpasir putih. Warga lokal Ang Thong adalah satwa-satwa elusif semacam langur dan elang laut. Biaya tur rata-rata dipatok sebesar 1.800 baht (sekitar Rp600.000) per orang, mencakup makan tiga kali, serta sewa peralatan snorkeling dan kayaking.
Tur-tur khas Negeri Gajah Putih juga ada. Mereka yang mengidap thalassophobia bisa menikmati safari melintasi hutan di atas punggung gajah. Di kawasan rindang Khao Pom, tamu akan dibawa melintasi jalur yang dibingkai pepohonan kelapa, mengunjungi desa yang bermukim di perbukitan, dan belajar memasak kuliner lokal dari warga setempat. Mengitari rute perbukitan dengan jip juga tersedia. Itinerary-nya mencakup kunjungan ke Na Muang, air terjun setinggi 80 meter.
Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi September/Oktober 2013 (“Sensasi Samui”).