by Karina Anandya 05 October, 2017
4 Resor Baru Maladewa
Oleh Gabrielle Lipton
Foto oleh Lauryn Ishak
Memang pas jika nama mayoritas pulau di Maladewa diakhiri “ee,” “oo,” atau “ah.” Akhiran itu beresonansi dengan ungkapan kagum dari mulut para turis ketika berlibur di sini, baik saat mereka melihat warna gradasi permukaan laguna, ataupun saat laut berpendar oleh cahaya plankton.
Surga ini, tentu saja, bukannya tanpa masalah. Maladewa, sebuah negara di mana bukit tertinggi menjulang hanya 2,4 meter, sedang dikikis pemanasan global. Beberapa ilmuwan bahkan memprediksi, pada akhir abad ke-21, gugusan 1.190 pulau ini bakal tenggelam akibat kenaikan air laut. Kendati begitu, resor-resor masih saja bermunculan. Maladewa memang tanah yang rapuh di Samudra Hindia, tapi tak bisa dimungkiri ia salah satu tempat yang paling magnetik di muka bumi.
Dihadapkan pada perubahan iklim, para pemilik resor mencetuskan sejumlah inisiatif untuk mereduksi efek kerusakan. Empat resor yang saya kunjungi adalah contohnya. Mereka mengoleksi aset yang membuat kita mendesahkan suara “oo” dan “ah,” tapi di saat yang sama mereka juga berupaya memastikan keindahan Maladewa berumur panjang.
Milaidhoo Island
Resor di Maladewa kerap terasa berjarak dari lingkungan sekitarnya—terkecuali Milaidhoo. Properti ini bertekad melebur sepenuhnya dalam identitas budaya lokal. Dulu, saat pulau mungil Milaidhoo hendak disulap menjadi resor, sang pemilik merujuk pada filosofi konstruksi yang sederhana: andai seorang sultan lokal bertamu ke pulaunya, dia harus bisa merasakan karakter aslinya.
Filosofi itu berhasil diwujudkan, setidaknya secara halus. Lihat saja vila-vilanya. Seluruh pintu 20 unit beach villa dicat aneka warna layaknya rumah-rumah khas Maladewa, sementara semua dinding 30 unit overwater villa dihiasi aneka kerajinan lokal. Hampir semua perabotan juga dipesan khusus, mulai dari sofa berukir hingga matras undhoalhi. Ambisi menonjolkan karakter Maladewa juga terlihat di restoran Ba’theli. Wujudnya seperti gabungan tiga kapal kayu dhoni yang tertambat di ujung dermaga. Dapur restoran dipimpin oleh Ahmed Sivath, koki yang pernah mengasuh sebuah program memasak di televisi lokal. Salah satu hidangan andalannya adalah mashuni, tuna salad pedas yang disajikan dengan kelapa, labu, dan sari kopra.
Milaidhoo berlokasi di Baa Atoll, kawasan yang telah memiliki sejumlah resor keluarga. Karena itulah pemiliknya memilih membidik segmen dewasa. Atmosfernya hening. Seluruh vilanya hanya menampung satu kamar tidur. Usia tamu minimum sembilan tahun.
Ada banyak aktivitas di sini. Meluncur sejenak, kita bisa singgah di sebuah pulau pasir untuk melakoni sesi yoga. Jika datang antara Mei dan Desember, kita bisa berenang bersama manta di Teluk Hanifaru. Di luar periode itu, kita bisa menyelam di house reef resor dan menjajal serunya beradu cepat dengan hiu lemon. Pulau Milaidhoo, Baa Atoll; milaidhoo.com; mulai dari Rp25.000.000.
The St. Regis Maldives Vommuli Resort
Sebidang mural buatan Maya Burman, seniman yang berbasis di Prancis, melapisi langit- langit Whale Bar. Temanya mitos rekaan tentang penciptaan St. Regis Vommuli. Alkisah, seorang pria dan anaknya berenang menyeberangi lautan hingga akhirnya mendarat di sebuah pulau elok. Mereka kemudian mengerek sebuah bangunan yang menyerupai semua makhluk laut yang mereka saksikan sepanjang perjalanan.
St. Regis Vommuli dirakit selama empat tahun. Resor ini, sesuai mitos yang diusungnya, menampung struktur “organik” yang variatif. Ada perpustakaan berbentuk kerang, spa berwujud lobster, serta bar yang terinspirasi paus. Satu-satunya bangunan yang terasa tidak “hewani” hanyalah restoran Italia Alba yang menjulang di tepi kolam renang.
Terlepas dari desainnya yang memukau, resor di Maladewa kerap terasa bagaikan sangkar emas usai beberapa hari. Karena itulah St. Regis Vommuli menyiapkan serangkaian “kejutan.” Di atap Alba misalnya, sebuah teleskop tersedia untuk menonton rasi bintang. Di geladak Iridium Spa, tamu bisa berendam di kolam hidroterapi. Sensasi berbeda ditawarkan oleh Cargo, gerai pop-up yang bersarang di interior pulau. Di malam hari, Cargo hanya terlihat saat lampunya dinyalakan. Di sekitarnya pepohonan tampak liar. Vegetasi hutan ini terawat karena Cargo dan bangunan lain di resor sebenarnya dicetak di luar pulau, baru kemudian dirangkai di lokasi. Tujuannya meminimalisasi dampak terhadap lingkungan.
Melihat riwayatnya, St. Regis sebenarnya baru meneken kontrak manajemen resor setelah konstruksi bergulir. Kendati begitu, karakter merek ini berhasil diaplikasikan di banyak aspek. Perpustakaannya dijejali aneka coffee-table book terbitan Phaidon dan Rizzoli; gudang anggurnya menjajakan koleksi vintage tertua di Samudra Hindia; sementara para stafnya senantiasa siaga untuk menyiapkan sesi aerial yoga. Layanan yang juga berkesan tersaji saat tamu mudik. Usai mendarat di Male, kita akan diantarkan menaiki Bentley menuju bandara. Pulau Vommuli, Dhaalu Atoll; starwoodhotels.com; mulai dari Rp32.000.000.