by Yohanes Sandy 28 June, 2013
Ariah: Pejuang Wanita Asal Betawi
Foto dan teks oleh Yohanes Sandy
Tiga tahun silam, Jay Subiyakto dan Atilah Soeryadjaya mementaskan sebuah sendra tari di gedung pertunjukan Esplanade di Singapura. Tak disangka, pertunjukan teater karya anak bangsa bertajuk Matah Ati itu sukses besar. Tiket sold out, pujian dari kritikus pun berdatangan. Pun demikian dengan pertunjukannya di Teater Jakarta pada 2012 silam. Matah Ati menjadi salah satu pertunjukan paling dibicarakan kala itu. Kesuksesan di Jakarta pun berlanjut dengan pertunjukan serupa di Solo dengan jumlah kru dan pemain yang lebih banyak.
Tahun 2013, duo seniman tersebut menelurkan pementasan serupa berjudul Ariah. Dirancang untuk merayakan ulang tahun Ibu Kota Jakarta ke-486, pertunjukan seni spektakuler ini didukung sepenuhnya oleh Gubernur Jakarta, Joko Widodo. Mengambil tempat di lapangan Monumen Nasional, Jay Subiyakto selaku penata artistik membangun panggung terbesar di Indonesia. Mewarisi apa yang dicetuskan di Matah Ati, panggungnya pun memiliki bidang-bidang miring dengan ketinggian panggung mencapai tiga lantai! Sekitar 200 penari dan 120 musisi orkestra dilibatkan dalam musikal tari kolosal ini. Jay dan Atilah pun menggandeng penata musik kawakan, Erwin Gutawa untuk menangani musiknya.
DestinAsian Indonesia mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan pertunjukan tersebut untuk pertama kali. Kesan pertama yang muncul di benak adalah: punggungnya megah dengan latar belakang Monumen Nasional yang legendaris. Tempat duduk dibagi menjadi dua yakni lesehan (pesta rakyat) dan tribun. Tribun pun dibagi dari VVIP hingga kelas 3. Ariah sendiri berkisah tentang seorang gadis Betawi bernama Ariah yang hidup dengan ibunya di jaman penjajahan Belanda. Ia tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik serta membawa perubahan dengan mengajak teman-temannya belajar membaca, mengaji dan berlatih ilmu silat. Kecantikannya akhirnya membuat banyak tuan tanah terpikat dan ingin mempersuntingnya. Ada Oey Tambah Sia dan Tuan Mandor yang getol memperebutkan Ariah. Di tengah konflik asmara itu, Ariah pun harus melawan penindasan penjajah serta centeng-centeng suruhan Oey Tambah Sia yang memaksa Ariah menikahi tuannya.
Sekitar pukul 19:30, pertunjukan dimulai. Saya yang jatuh cinta dengan Matah Ati dibuat merinding dengan aransemen musik oleh Erwin Gutawa. Semuanya terdengar megah. Meskipun di luar ruangan, suara yang dihasilkan cukup jernih. Saya bagai menyaksikan pertunjukan opera kelas dunia.