by Yohanes Sandy 20 June, 2013
Tur Balon Udara di Catalonia
Oleh Chris Hanrahan
Saya mengidap aeroacrophobia, ketakutan saat berada di tempat terbuka di ketinggian. Fobia ini dipicu pengalaman buruk masa remaja. Waktu itu, saya bersama ayah mendaki di kawasan Snowdonia. Seperti biasa, dia memilih menghindari rute reguler yang aman untuk menjangkau puncak Snowdon, gunung tertinggi di Wales. Katanya, rute itu terlalu mudah. Alhasil, saya, yang saat itu berusia 14 tahun, terpaksa mengikutinya menyusuri medan yang lebih sulit. Kami meniti ridge, seutas jalan sempit yang dibatasi jurang di kedua sisinya. Dalamnya mungkin puluhan atau ratusan meter. Berjalan di sini seperti melangkah di atas tali dalam sirkus. Rasa takut mencekam. Saya membaringkan tubuh di lereng dengan kedua tangan mencengkeram tepian ridge. Tidak jelas sudah berapa lama saya merangkak; waktu terasa lebih lamban saat kita melewati bahaya. Ayah kemudian menunjukkan sisi ridge yang aman, lalu mengatakan kejadian buruk bisa dihindari asalkan saya tetap mengikutinya.
Trauma masa remaja itu telah lama saya lupakan. Tapi di Catalonia, memori kelam terpaksa hidup kembali. Di awal Maret, saat udara dingin menyapu Spanyol, saya melompat ke keranjang anyaman besar yang teronggok di tengah lanskap kosong. Kawasan ini sangat lengang, lebih mirip negeri antah-berantah, walau sebenarnya ia berada di dekat Kota Santpedor, sekitar 70 kilometer dari Barcelona. Melambung di atas kepala saya, sebuah “kantong” nilon raksasa yang sedang dikembangkan memakai udara panas yang diproduksi oleh mesin pembakar.
Untuk pertama kalinya, saya bersama sembilan orang lainnya hendak melakoni tur balon udara. Aktivitas ini wajib dicoba setidaknya sekali seumur hidup, begitu tulis banyak buku panduan wisata—walau balon udara kerap membuat kita bertanya-tanya sejauh mana hidup harus dipertaruhkan. Bagi pengidap aeroacrophobia, pertanyaan ini sepertinya wajar terlontar.
Balon terisi dan keranjang pun lepas landas. Semua fitur terlihat berfungsi normal. Rasanya baru sejenak mengangkasa, tapi rupanya saya telah mengambang 30 meter lebih di atas bumi. Tanah yang baru kami injak beberapa menit lalu sekarang tampak seperti gambar di prangko, sementara Santpedor terlihat mirip kota Lego. Pemandangan lainnya cukup menawan. Di satu sisi ada Pyrenees, pegunungan bertopi salju yang memisahkan Prancis dan Spanyol. Di sisi yang lain membentang rangkaian Catalan Pre-Coastal, termasuk di antaranya Montserrat, gunung mistis dan janggal yang memiliki multi-puncak. Saat keranjang terbang lebih tinggi, lutut saya kian lemas, seakan tak sanggup menopang tubuh. Saya berharap atraksi udara ini cepat rampung dan bisa kembali menginjak bumi—keinginan yang tentu saja mustahil dikabulkan.
Saya kini terperangkap di wadah kotak yang tidak dilengkapi pegangan kecuali bantalan berbahan kulit. Tak ada sabuk pengaman. Tak ada helm. Apalagi parasut. Jika terjatuh dari keranjang (secara teori, mustahil, tapi fobia memang tidak rasional), maka tulisan yang akan tayang di DestinAsian Indonesia adalah obituari saya, ketimbang artikel seru bertema tur udara Catalonia. Salah satu anggota rombongan yang juga terjangkit aeroacrophobia sebenarnya telah mengurungkan niat mengikuti tur ini, tapi di detik-detik terakhir dia merevisi keputusannya. Hanya dialah sumber kekuatan saya saat ini. >>