Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

48 Jam di Nias

Pria lokal mencari ikan di sekitar Dermaga Teluk Dalam, Nias Selatan.

Teks & foto oleh Ramadhani 

Sejak 1970-an, Nias telah menjadi destinasi seksi kaum peselancar dari penjuru bumi. Tapi magnet pulau ini sebenarnya bukan hanya ombak dan pantai elok. Warisan kebudayaan megalitik, kerajinan pahat, serta situs-situs kerajaan tua adalah beberapa daya tarik lainnya.  

Nasi lemang, menu sarapan primadona di restoran Raja Koki di Kota Gunungsitoli.

SABTU
08:00 Raja Koki
Restoran ini layak dipertimbangkan sebagai basis awal sebelum menjelajahi Kota Gunungsitoli, gerbang utama Nias. Ada beragam menu sarapan di Raja Koki, termasuk varian kopi dengan metode penyeduhan modern. Untuk rasa khas lokal, pilih nasi lemang, yang terbuat dari beras pulut dan disajikan dengan taburan kelapa sangrai, cumi, serta teri. Puding lokal, telur setengah matang, bisa jadi penambah tenaga untuk perjalanan seharian.

Patung-patung peninggalan masa silam di Museum Pusaka Nias.

10:00 Museum Pusaka Nias
Ruang untuk berkenalan dengan Nias, Museum Pusaka mengoleksi lebih dari 6.000 objek, mulai dari warisan kebudayaan megalitik, hingga aneka flora dan fauna yang berhabitat di Nias. Museum ini terletak bibir pantai. Usai mengarunginya, tamu bisa melepas lelah sambil menikmati panorama lautan. Berjarak sekitar 10 menit dari pusat Kota Gunungsitoli, Museum Pusaka bisa dijangkau dengan menaiki bentor (becak motor).

Salah satu sudut Taman Doa Bunda Maria di Desa Fodo, Gunungsitoli Selatan.

15:00 Taman Doa Bunda Maria
Tempat ibadah umat Katolik ini terbuka bagi peziarah lintas agama, cukup dengan membeli karcis seharga Rp5000. Tenang dan damai adalah kesan pertama begitu melewati gerbangnya. Pepohonan yang rindang memberi hawa sejuk yang menenteramkan. Mengitari taman, tamu akan menemukan beragam relief dan patung santo, dengan bonus pemandangan laut. Jika ingin berdoa, terdapat beberapa altar untuk menyalakan lilin. Berlokasi di Desa Fodo, Gunungsitoli Selatan, Taman Doa bisa dicapai dalam tempo 10 menit berkendara dari pusat kota. 

Taman Ya’ahowu, tempat warga Gunungsitoli berkumpul dan bercengkerama.

17:00 Taman Ya’ahowu
Ruang komunal warga lokal, Taman Ya’ahowu menawarkan beragam sarana hiburan dan penganan khas lokal di aneka kafe dan restoran. Saban akhir pekan, keluarga-keluarga bertamasya di taman ini, menjadikannya wadah ideal untuk berkenalan dengan warga setempat. Menghabiskan waktu di Taman Ya’ahowu, kita bisa melihat bagaimana kota kecil Gunungsitoli begitu hidup berkat gairah masyarakatnya.

Angkringan, wadah kongko populer kaum remaja Kota Gunungsitoli.

19:00 Angkringan
Tradisi angkringan ternyata hidup di Gunungsitoli. Tersebar di tengah kota, tempat kongko ini menawarkan menu-menu yang sedang trendi di kalangan muda, plus pertunjukan musik yang lazimnya digelar tiap akhir pekan. Angkringan kadang juga merangkap sebagai tempat dugem. Pemiliknya gemar menyetel musik khas Nias dengan dentuman yang menggetarkan raga.

Lagundri, salah satu pantai favorit warga di selatan Nias.

MINGGU
08:00 Pantai Lagundri
Kawasan Teluk Dalam di selatan Nias mengoleksi sejumlah pantai beken, salah satunya Lagundri. Jaraknya hanya 10 menit berkendara dari Ibu Kota Kabupaten Nias Selatan. Cocok untuk tamu keluarga, Lagundri menawarkan pasir putih dengan lanskap yang cukup landai. Mengutip cerita lokal, pantai ini merupakan salah satu gerbang pertama Islam ke Pulau Nias. Waktu terbaik mengunjunginya adalah di pagi hari, saat pantai masih lengang. Jika terik mulai menyengat, kelapa muda yang dijajakan banyak warga bisa jadi obat dahaga yang mujarab.

Warga Kampung Bawomataluo bercengkerama di pelataran Omo Hada Nifolasara.

10:00 Bawomataluo
“Belum lengkap ke Nias jika belum berkunjung ke Bawomataluo, ” begitu kata warga setempat. Desa tua ini merawat tradisi Fahombo atau lompat batu—bekal kemampuan yang dulu dimiliki prajurit tangguh, namun kini telah menjadi atraksi wisata. Cukup membayar Rp150.000, tamu bisa menyaksikan pemuda desa meloncati batu besar setinggi 2 meter. Selagi di sini, kunjungi rumah besar Omo Hada Nifolasara peninggalan Raja Nias. Di dalamnya tersimpan ornamen bersejarah dan pakaian adat Nias.

Seorang pengunjung mengamati koleksi Ariston Galeri di Desa Bawomataluo.

12:00 Galeri Ariston
Nias memiliki tradisi pahat yang terkenal, dan salah satu tempat untuk mempelajarinya ialah Galeri Ariston. Tempat ini mengoleksi hasil pahat batu dan kayu warga Bawomataluo. Pemilik galeri, Ariston Manao, yang akrab disapa Ama Rocky, adalah tokoh masyarakat setempat yang gemar mengobrol. Segala pertanyaan tentang budaya dan alam Nias bisa dijawabnya dengan ringkas. 

Ikan kakap bakar, salah satu menu yang mudah ditemukan di kawasan Teluk Dalam.

14:00 Kuliner Laut
Tak cuma memikat peselancar dunia, laut Nias menghasilkan beragam bahan masakan. Di kawasan Teluk Dalam, pondok-pondok lesehan menawarkan kakap, kerapu, turusi, cumi, dan udang. Jika datang seorang diri, kurangi porsi nasi, karena ukuran ikan yang dihidangkan cukup gigantik. Ekstrak jeruk nipis atau air kelapa muda bisa jadi pilihan untuk mengimbangi hawa pesisir yang terik.  

Warga lokal menikmati senja di Dermaga Teluk Dalam, Nias Selatan.

17:00 Dermaga Teluk Dalam
Dermaga ini ibarat oasis di tengah lalu lintas sibuk Ibu Kota Kabupaten Nias Selatan. Datang di sore hari, tamu bisa berjalan-jalan untuk menonton matahari senja, bagan-bagan di tengah laut, serta perahu-perahu kecil yang merapat ke tepian. Seraya menanti magrib, pengunjung bisa mencoba memancing di tepian Dermaga Teluk Dalam. Opsi kegiatan yang lebih santai: kongko bersama nelayan di warung-warung kopi setempat. 

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5