web analytics
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

48 Jam di Kupang

Pusat Jajanan Airmata merupakan destinasi wisata kuliner yang sayang jika dilewatkan.

Oleh Reginaldo Christophori Lake
Foto oleh Frengki Lollo

SABTU

07:00 Pusat Jajanan Airmata
Awalnya digelar hanya di sore hari sepanjang Ramadan, Pusat Jajanan Airmata (Jl. Soekarno) kemudian bertransformasi menjadi objek wisata kuliner yang beroperasi pagi dan sore hari sepanjang tahun. Tempat ini menyuguhkan aneka camilan buatan para ibu di Kampung Airmata, contohnya longo-longo, barongko, dan kue rambut. Yang terakhir ini dibuat dari campuran tepung beras, gula aren, santan, air nira, serta garam.

Masjid Al-Baitul Qadim merupakan masjid pertama di Kupang yang kini telah berusia lebih dari 200 tahun.

09:00 Kampung Airmata
Usai sarapan di Pusat Jajanan Airmata, lanjutkan trip dengan menelusuri Kampung Airmata (Kota Lama). Lazim dijuluki Kampung Arab, permukiman ini menyimpan kisah penyebaran Islam di Kupang. Syahdan, kampung ini dirintis oleh Kiai Syah’ban bin Sanga Kala asal Banten, Dipati Amir Bahrain asal Bangka, dan Sultan Dompu asal Bima—tiga pemuka agama yang ditangkap dan diasingkan oleh Belanda ke Kupang. Pada 1806, Kiai Syah’ban bersama umat Kristiani setempat membangun Masjid Al-Baitul Qadim, masjid pertama di Kupang yang masih lestari hingga hari ini. Arsitekturnya memadukan unsur budaya Flores Timur dan Timur Tengah. Berkelana di Kampung Airmata, kita masih bisa menjumpai beberapa rumah yang mengadopsi arsitektur kolonial.

Rumah Abu Siang Lay jadi salah satu objek wisata populer di Kupang.

11:00 Rumah Abu Siang Lay
Rumah ini sejatinya hanyalah tempat menyimpan abu jenazah warga bermarga Lay. Namun, berkat nilai sejarah dan keindahan arsitekturnya, Rumah Abu Siang Lay (Kota Lama) telah merekah jadi objek wisata yang cukup populer. Bangunannya berusia 153 tahun. Tampilannya melestarikan langgam desain Tionghoa. Rumah ini ramai didatangi peziarah saat perayaan Imlek.

Salah satu menu sup yang disajikan Dapur Nekamese.

13:00 Dapur Nekamese
Namanya berarti “Satu Hati.” Restoran ini berlokasi di jalan yang menghubungkan Bandara El Tari dan pusat kota Kupang. Dapur Nekamese (Jl. Adisucipto 89, Penfui, Maulafa; 0380/8552-716) menyuguhkan aneka kuliner khas NTT, contohnya ikan kuah asam, tumis bunga pepaya, serta es lontar yang ampuh untuk mengobati peluh di tengah teriknya Bumi Flobamora. Khusus Jumat, restoran ini memiliki menu spesial jagung bose dan lawar ikan teri.

Bagi wisatawan, Air Terjun Oenesu bagaikan oasis di tengah teriknya kota Kupang.

14:00 Air Terjun Oenesu
Gersang dan panas, Kupang memang kota yang sangat menguras keringat. Selain pantai dan es lontar, solusi ideal untuk menawar terik di sini adalah Air Terjun Oenesu (Desa Oenesu, Kupang Barat), sekitar 20 kilometer dari pusat kota. Air terjun yang dikepung pepohonan rindang ini memiliki empat tingkat, dan setiap tingkatnya menampilkan laguna alami yang bisa direnangi.

Aneka hidangan laut segar yang dijajakan penjual di Pasar Malam Kampung Solor.

19:00 Pasar Malam Kampung Solor
Sebagai kota yang berbatasan dengan laut, Kupang tentu saja mengoleksi aneka hidangan laut. Salah satu tempat paling meriah untuk mencicipinya adalah Pasar Malam Kampung Solor (Jl. Kosasih, Kota Lama) yang beroperasi dari pukul 18 hingga subuh. Di sini, sebagaimana sentra seafood umumnya, tamu bisa memilih sendiri ikan, cumi-cumi, udang, atau kerang yang disukai, kemudian penjual akan memasaknya dengan cara dibakar atau ditumis.

Hutan Bakau Oesapa mulai menyedot perhatian wisatawan lokal sejak diresmikan pada dua tahun lalu.

MINGGU

08:00 Hutan Bakau Oesapa
Hutan ini ditumbuhi lima spesies bakau. Mahasiswa setempat rutin mengunjunginya untuk mempelajari budi daya bakau. Hutan Bakau Oesapa (Oesapa Barat, Kelapa Lima) membentang sepanjang Pantai Oesapa Barat di Teluk Kupang. Berkat lanskapnya yang romantis dan fotogenik, hutan ini juga kerap dijadikan lokasi foto pranikah dan wadah kencan remaja lokal, terutama di jembatan kayunya yang dijuluki “jembatan cinta.”

Dalam Bahasa Rote, sasando memiliki arti alat yang bergetar atau berbunyi.

10:00 Galeri Edon Sasando
Sasando sebenarnya berasal dari Pulau Rote. Namun, berkat popularitasnya, alat musik petik ini telah menjadi kebanggaan segenap warga NTT, termasuk di Kupang. Di Galeri Edon Sasando (Jl. Befak, Maulafa,; 0812-3694-603; edonsasando.wordpress.com), kita bisa menyaksikan warga berlatih memainkannya, baik sasando versi tradisional maupun elektrik. Galeri ini dikelola oleh Caro David Habel Edon, putra Arnoldus Edon yang merupakan pencipta sasando elektrik. Sebelum pulang, sempatkan berbelanja beragam suvenir bertema sasando dan kain tenun khas Rote.

Disebut Gua Kristal karena airnya bening dan mengilat saat terkena cahaya matahari.

13:00 Gua Kristal Bolok
Walau masih kalah terkenal dari Kalimantan atau Pacitan, wisata gua di Kupang mulai tertera di radar pelancong dan speleolog. Salah satu magnetnya ialah Gua Kristal Bolok (Bolok, Kupang Barat) yang berjarak sekitar 30 menit berkendara dari pusat kota. Gua alami ini terselip di kawasan karang di pesisir. Interiornya menampung sebuah laguna payau yang berair bening, berwarna pirus, dan bisa direnangi. Momen paling fotogenik untuk datang adalah siang hari, persisnya antara pukul 11-14, ketika cahaya matahari menembus celah-celah karang. Lokasi gua ini agak tersembunyi. Untuk melacaknya, manfaatkan jasa pramuwisata anak-anak desa sekitar.

Sesuai namanya, Tebing Café memang bersemayam di tebing cadas yang menatap laut.

16:00 Tebing Cafe
Ibarat Rock Bar versi Kupang, Tebing Cafe (Jl. Yos Sudarso, Tenau; 0812-3333-1115) adalah wadah kongko di tebing cadas yang menatap laut dan matahari senja. Hidangannya didominasi makanan ringan, misalnya roti bakar, mi goreng, dan nasi goreng. Tempat yang ramai saban sore ini juga terkenal akan suguhan musiknya yang variatif, mulai dari pop, lounge, kadang live acoustic. Tebing Cafe berjarak sekitar 30 menit berkendara dari pusat kota, persisnya di tepi kanan jalan saat menuju Pelabuhan Bolok.

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5