Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

48 Jam di Cirebon

Didirikan pada abad ke-16, Keraton Kasepuhan menawarkan jendela sejarah ke zaman Kesultanan Cirebon.

Oleh Wildan Ibnu Walid  
Foto oleh Gevi Noviyanti

SABTU

07:30 Keraton Kasepuhan
Walau masuk daftar 10 kota terkecil di Indonesia, Cirebon ternyata memiliki empat keraton, salah satunya Keraton Kasepuhan (Jl. Kasepuhan 43). Didirikan pada abad ke-16, kompleks ini menawarkan jendela sejarah ke zaman Kesultanan Cirebon. Halaman depannya dipagari dinding bata merah. Interiornya ditaburi ornamen keramik beragam corak serta benda pusaka dan antik seperti piring, keris, dan tombak. Momen terbaik untuk berkunjung ialah hari-hari besar Islam, saat keraton menanggap beragam acara, salah satunya prosesi Siraman Panjang, yakni pemandian benda pusaka memakai air dari tujuh sumur keramat.

Keraton Kanoman menyimpan beragam pusaka dan memorabilia pemberian kerajaan-kerajaan asing.

09:30 Keraton Kanoman
Keraton ini merupakan perluasan dari Keraton Pakungwati (sebelum berganti jadi Keraton Kasepuhan). Dua kompleks yang terpisah sekitar 600 meter ini memancarkan nuansa warna yang berbeda. Jika dinding Keraton Kasepuhan berwarna khas merah bata, Keraton Kanoman (Jl. Kanoman 40) didominasi warna putih. Interiornya menyimpan beragam benda pusaka dan memorabilia pemberian kerajaan di Mongol, Mesir, dan Tiongkok—koleksi yang mengisahkan pertalian diplomatik Cirebon dengan imperium asing. Magnet lain keraton ini tentu saja kereta kencana Paksi Naga Liman dan Jempana.

Aneka hidangan di Nasi Jamblang Ibu Nur, tempat populer untuk menikmati kuliner lokal.

11:30 Nasi Jamblang Ibu Nur
Nasi jamblang, kuliner ikonis Cirebon, bisa dicicipi di banyak tempat, tapi Rumah Makan Ibu Nur (Jl. Cangkring 2) terus bertengger di daftar favorit banyak orang. Hidangan tradisional beralaskan daun jati ini lazim disantap bersama aneka lauk-pauk, contohnya balakutak dan paru sapi kering. Agar bisa leluasa memilih meja (dan lauk), sebaiknya datang sebelum jam istirahat kerja.

Seorang peziarah di kompleks Makam Sunan Gunung Jati, sosok penting dalam penyebaran Islam di Jawa.

14:00 Makam Sunan Gunung Jati
Layaknya anggota Walisongo, Sunan Gunung Jati tak pernah dilupakan. Makamnya terus menjadi destinasi ziarah. Untuk menjumpai pusara Makam Sunan Gunung Jati (Jl. Alun-alun No.53, Astana), pengunjung mesti mendaki puluhan anak tangga dan melewati sembilan pintu, walau penting dicatat tak sembarang orang boleh menggapai pintu terakhir, kecuali dengan restu khusus dari pihak keraton. Peziarah umumnya berdoa di serambi utama yang menghadap Pintu Pasujudan, tempat yang juga menyimpan makam salah seorang istri Sunan Gunung Jati—Putri Ong Tien asal Tiongkok. Inilah salah satu alasan warga keturunan Tionghoa juga kerap terlihat berziarah ke sini.

Suasana malam di Baraja Coffee, perintis kedai kopi modern di Cirebon.

17:30 Baraja Coffee
Berstatus kedai modern perintis di Cirebon, Baraja Coffee (Jl. Tentara Pelajar 107) rutin dirujuk kedai lain untuk mempelajari teknik seduh. Menu terpopulernya antara lain Baraja latte, gingerchino, serta caramel macchiato. Kombinasi antara tempat kongko dan coworking space, kedai yang dipimpin oleh Fauzi Heiqmeuh ini juga merupakan wadah ideal untuk menjumpai warga lokal.

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5