by Putu Sayoga 30 June, 2016
Tanah Seribu Candi
Oleh Putu Sayoga
Layaknya sebuah artefak, candi memang telah membeku dan membatu. Tapi sebagai sebuah topik dokumentasi, ia sejatinya masih mendedahkan cerita. Candi berbicara tentang masa lalu, tentang peradaban yang lampau, tentang khazanah arsitektur, juga timbul-tenggelamnya kekuasaan.
Dan candi-candi baru masih “bermunculan.” Pada 2009, Véronique Degroot, peneliti dari Universitas Leiden, pernah mencatat 289 situs yang (pernah atau masih) dihuni candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Tak lama setelah penelitiannya rampung, sebuah candi secara tak sengaja ditemukan di Magelang oleh seorang pekerja kebun salak saat tengah menggali parit. Dari peristiwa itu, kita pun disuguhkan cerita baru. Candi bagaikan buku sejarah yang belum tuntas kita baca.
Dokumentasi saya atas beberapa candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta ini berlangsung sejak awal Oktober 2015. Untuk tahap awal, fokus saya adalah kawasan Sleman dan Klaten. Proyek ini saya beri tajuk The Land of Ancient Temples. Terinspirasi laporan-laporan arkeologi di zaman penjajahan Belanda, saya memotret memakai aplikasi Hipstamatic di iPhone dengan harapan bisa memberikan presentasi visual yang terkesan “lawas” dan “historis.”
Dua candi yang paling masyhur di Jawa Tengah dan Yogyakarta tentu saja Borobudur dan Prambanan. Keduanya sudah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO. Namun di luar keduanya sebenarnya ada banyak candi lain yang kurang dikenal publik dan tak kalah menarik untuk dikunjungi.
Ekspedisi saya dimulai dengan mengunjungi Candi Sari yang bersemayam di Dusun Bendan. Candi Sari, yang lazim dikenal dengan nama Candi Bendan, merupakan candi Buddha yang dirakit pada abad ke-8 sebagai asrama biksu. Saat saya datang, hanya ada dua turis asing yang berkunjung.
Dari Candi Sari, saya meluncur selama 10 menit menuju Candi Kalasan yang juga dikenal dengan Candi Kalibening karena letaknya di Desa Kalibening. Candi ini tidak sulit dilacak berhubung lokasinya sangat dekat dari jalan raya yang menghubungkan Yogyakarta dan Solo. Candi Buddha ini diperkirakan dibangun pada abad ke-8 oleh Wangsa Sailendra sebagai tempat pemujaan untuk Dewi Tara.
Sekitar 15 menit ke sisi utara Candi Kalasan, saya menemukan Candi Sambisari. Suasananya lebih ramai. Banyak remaja memanfaatkannya sebagai tempat pacaran dan bercengkerama. Petilasan tua ini diperkirakan dibangun pada abad ke-9. Uniknya, posisinya sekitar 6,5 meter di bawah permukaan tanah.
Di etape berikutnya, saya singgah di kompleks Candi Prambanan. Merujuk Prasasti Siwagrha, sejumlah arkeolog menduga Prambanan dikerek pada abad ke-9 oleh Dinasti Sanjaya. Sementara UNESCO menulis Prambanan dikonstruksi pada abad ke-10 sebagai kompleks candi terbesar di Indonesia yang didedikasikan bagi Dewa Siwa. Prambanan, salah satu ikon wisata sejarah di Jawa Tengah, telah lama tercantum dalam sirkuit turis. Pada 2014, pengunjungnya mencapai 1,3 juta orang. Untuk menambah daya tariknya, sebuah festival musik bernama Prambanan Jazz akan digelar di sini pada pertengahan Agustus 2016 dengan menampilkan Boyz II Men dan Rick Price.
Di kawasan Prambanan terdapat candi lain yang kadang luput dari radar pengunjung, yakni Candi Sewu. Walau berdampingan dengan Prambanan yang berstatus candi Hindu, Candi Sewu sejatinya merupakancandi Buddha. “Sewu” berarti “seribu” dalam bahasa Jawa, tapi kompleks Candi Sewu sebenarnya hanya menampung 249 candi yang terdiri dari satu candi utama, delapan candi pengapit, dan 240 candi perwara. Candi ini diperkirakan dibangun pada masa awal kekuasaan Mataram Kuno. Candi lain di dekat Prambanan yang menarik adalah Candi Plaosan yang dibangun pada awal abad ke-9. Kompleksnya terbagi dua: Candi Plaosan Lor di sisi utara dan Candi Plaosan Kidul di selatan.
Berpaling ke Yogyakarta, saya memulai dokumentasi di Candi Banyunibo. Untuk menjangkaunya, saya mesti meniti jalan sempit yang diapit sawah. Candi Banyunibo bermukim di Dusun Cepit. Kompleksnya tidak terlalu besar, kontras dari tetangganya yang cukup tersohor dan megah, yakni Candi Ratu Boko. Bersama Borobudur dan Prambanan, Ratu Boko merupakan aset wisata andalan Indonesia dengan torehan jumlah pengunjung menembus lima juta orang pada tahun lalu. Karena nilai strategisnya pula, ketiganya dikelola oleh sebuah perusahaan dengan nama PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko.
Tak semua candi mudah didatangi. Saat mencari Candi Sojiwan misalnya, saya sempat tersesat karena lokasinya menyempil di perkampungan Dukuh Kalongan. Situs lainnya, misalnya Candi Barong, menuntut stamina prima berhubung posisinya di perbukitan. Candi Barong berbentuk punden berundak dan menampilkan satu candi utama dan tiga candi pengapit.
Pemberhentian terakhir saya adalah Candi Ijo. Kompleks ini terdiri dari 17 candi yang terbagi dalam 11 teras berundak. Beberapa hanya berbentuk reruntuhan atau setengah tersusun. Candi Ijo diperkirakan mulai dirangkai pada abad ke-10. Dibandingkan candi-candi lain di Yogyakarta dan Klaten, Candi Ijo lokasinya paling tinggi. Tak heran saban sore tempat ini menjadi persinggahan favorit warga untuk menonton prosesi terbenamnya matahari.
Putu Sayoga (putusayoga.net) adalah fotografer travel dan dokumenter yang berbasis di Bali. Putu pernah berpartisipasi dalam pameran foto City of Waves (2014) di Galeri Nasional, Jakarta, dan Life in Contrast (2010) di Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta.