Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Soekarno Milik Semua

Kendati sudah wafat 49 tahun silam, Soekarno sejatinya tak pernah benar-benar pergi. Fotonya masih bertebaran. Warisannya terus diperbincangkan. Bahkan ketika rezim Orde Baru berusaha mengikis kenangan publik akan Soekarno, ingatan orang akan presiden pertama Indonesia itu tak juga sirna. 

“Soekarno adalah tokoh Indonesia terpopuler sepanjang masa,” jelas Toto Santiko Budi, fotografer asal Surabaya, yang mulai menggarap proyek foto Soekarno pada 2012 usai memotret Haul Bung Karno di Blitar. “Sosok proklamator ini begitu akrab dengan kehidupan kita. Siapa pun akan mengenalinya bahkan saat dia hanya hadir sebagai siluet,” tambahnya.

Hingga kini, Toto sudah melawat tujuh tempat yang menyimpan kisah Soekarno, termasuk Ende, Bandung, juga Bengkulu. Tapi ini bukanlah proyek napak tilas. Fokusnya bukan membuntuti jejak almarhum, melainkan menangkap bagaimana Seokarno terus “dihidupkan” di masa kini. “Kadang di lokasi yang monumental, saya malah tidak bertemu gambar yang saya cari,” kenang Toto.

Toto memotret Soekarno dalam beragam rupa, mulai dari patung, diorama, kalender, hingga mural dan kaus. Beberapa fotonya juga memperlihatkan parodi: orang-orang yang berdandan dan berpose seperti Soekarno. Bisa dibilang, proyek foto ini mereproduksi hasil reproduksi: Soekarno yang bermanifestasi dalam beragam tafsir dan ekspresi.

Sebagaimana figur besar yang mengubah alur dunia, sebut saja Che Guevara atau Mahatma Gandhi, Soekarno memang akan senantiasa dikenang, baik atas motif glorifikasi personal, nostalgia sejarah, interpretasi klenik, maupun bisnis suvenir. Dalam kerangka itu, proyek foto Toto tidaklah berikhtiar merekonstruksi sang tokoh. Alih-alih, dia ingin memperlihatkan bagaimana Soekarno melintasi ruang dan waktu: Soekarno milik publik.

Proyek foto ini rencananya dijadikan buku foto. “Semoga bisa tahun depan, sekaligus sebagai penanda 20 tahun karier saya sebagai fotografer,” ujar Toto. Momen yang pas bukan hanya untuk sang fotografer sebenarnya. Pada 2020, Indonesia akan mengenang separuh abad kepergian Sang Bapak Bangsa.—CR

Proyek foto ini dipilih lewat proses seleksi oleh editor tamu Beawiharta dan telah diterbitkan dalam DestinAsian Indonesia edisi Juli-September 2019.

Toto Santiko Budi
Memulai kariernya pada 2000 sebagai pewarta foto di Surabaya, Toto bermigrasi ke Jakarta pada 2005 untuk bergabung dengan agensi JiwaFoto, kemudian bekerja sebagai fotografer independen dengan spesialisasi foto dokumenter, travel, dan potret. Dia pernah mengikuti sejumlah lokakarya dan berkontribusi untuk beragam media, termasuk Time dan The Australian. totosantiko.com.

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5