by Cristian Rahadiansyah 26 October, 2020
Siapakah Raja Hotel Dunia?
Hingga 2020, Wyndham Hotels & Resorts masih memegang gelar raja hotel dunia. Jaringan waralaba yang bermarkas di Amerika Serikat ini mengoleksi sekitar 9.000 properti di 90 negara, termasuk Indonesia.
Itu dalam hal jumlah properti. Jika dihitung jumlah kamar dan cakupan wilayahnya, gelar raja hotel sebenarnya dipegang oleh Marriott International. Grup raksasa berisi 30 merek ini menaungi lebih dari 1,4 juta unit kamar yang tersebar di 131 negara dan teritori.
Terlepas dari parameter yang dipakai, perusahaan-perusahaan asal AS dan Eropa masih menguasai klasemen grup hotel terbesar. Selain Wyndham dan Marriott, Negeri Paman Sam memiliki Radisson, Hyatt, Best Western, Choice Hotels, dan Hilton. Sementara dari Eropa, duta utamanya ialah Accor dan InterContinental Hotels Group (IHG).
Konstelasi itu tak lepas dari konsolidasi yang agresif dalam satu dekade terakhir. Banyak grup kakap membeli saham perusahaan-perusahaan yang lebih kecil demi menambah portofolio dan mengukuhkan pasarnya. Pada 2018 misalnya, Hyatt membeli saham Alila, sementara Accor mencaplok Mövenpick. Setahun berselang, IHG mengakuisisi Six Senses.
Baca Juga: 8 Hotel Atraktif Karya Arsitek Indonesia
Rencana konsolidasi terbesar yang paling dinanti tentu saja merger antara Accor dan IHG. Jika rumor yang beredar Agustus silam ini jadi kenyataan, keduanya akan membentuk grup hotel terbesar sejagat, baik dalam hal jumlah properti maupun kamar.
Perkembangan yang menarik ialah munculnya dua pemain baru asal Tiongkok. Huazhu Hotels Group dan Jin Jiang International sukses menembus klasemen 10 besar grup hotel terbesar, walau usia keduanya masih cukup muda. Jin Jiang dirintis pada 1995, sementara Huazhu pada 2007.
Penantang lain yang menggoyang dominasi grup AS dan Eropa datang dari India. Oyo Rooms, perusahaan rintisan yang dibentuk pada 2003, meroket jadi raksasa baru di sektor penginapan. Dengan model bisnis perpaduan antara Airbnb dan hotel konvensional, Oyo per 2019 mengklaim telah menaungi 43.000 properti di 80 negara, termasuk Indonesia. –Cristian Rahadiansyah