by Cristian Rahadiansyah 02 September, 2019
Sensasi Baru Pesta Seni Jakarta
Menempati Exhibition Hall A dan B, Art Jakarta memiliki ruang yang lebih lapang untuk karya berdimensi besar dan presentasi yang lebih eksperimental. Di balik pintu masuknya misalnya, tergantung karya sulam setinggi hampir lima meter buatan Eko Nugroho. Tak jauh dari sini, Isha Hening mengajak tamu menapaki rute setapak zigzag yang memutar video interaktif. Memasuki stan Yavuz Gallery, kita akan merasakan sensasi ditelan karya: menembus mulut patung anjing gigantik kreasi Ronald Ventura. “Ruangannya tidak terasa sesak. Orang lebih enak bergerak dan melihat karya,” jelas perupa asal Bandung, Zico Albaiquni, yang menghadirkan dua karya anyar untuk Art Jakarta.
Bagi pengunjung, JCC juga memberi kenikmatan visual yang berbeda dalam menikmati bursa seni. Berbeda dari lokasi sebelumnya, ballroom hotel, JCC menawarkan langit-langit yang lebih tinggi dan area yang lebih mudah dimodifikasi. “Bursa seni memang harusnya seperti ini,” jelas seniman senior FX Harsono, yang hadir di hari pembukaan. “Area pamernya lebih lapang. Jarak antar-stan lebih lebar. Orang lebih nyaman menikmati karya.” Nina Hidayat, staf komunikasi Museum Macan, menilai desain polos aula juga berkontribusi menghadirkan kenyamanan. “Lantainya polos, bukan lantai karpet bermotif yang mengganggu mata seperti di hotel.”
Art Jakarta episode ke-11 berlangsung dari 30 Agustus-1 September 2019. Di bawah direktur artistik baru Enin Supriyanto, ajang anual ini menyuguhkan kreativitas segar dalam hal variasi dan desain acara. Selain bursa yang melibatkan lebih dari 70 galeri, Art Jakarta menanggap program amal, diskusi, serta kelas seni yang diasuh oleh Eko Nugroho, Agan Harahap, serta HEI Schools. Juga menarik, kemeriahan kini tumpah hingga ke luar ruang pamer. Jakarta Art Week, ajang pendamping Art Jakarta, memajang karya buatan 10 artis perempuan di halte bus dan stasiun MRT di Jalan Jenderal Sudirman.
Baca juga: Artjog Rasa Baru; Pameran Tunggal Pertama Xu Bing di Asia Tenggara
Selain gedung dan rasa baru itu, satu yang tak berubah dari Art Jakarta ialah kemampuannya menghadirkan keragaman karya seniman Indonesia dari beragam masa, mulai dari maestro almarhum Raden Saleh hingga generasi kontemporer semacam Heri Dono. Mereka yang rajin melawat Art Jakarta mungkin sudah berulang kali melihat karya blockbuster serupa. Tapi, dengan penelusuran yang cermat, kita sebenarnya bisa berkenalan dengan nama-nama segar, seperti Jumaadi yang berbasis di Sydney, atau Albert Yonathan yang bermukim di Kyoto.
DestinAsian Indonesia merupakan mitra media resmi Art Jakarta.—CR