by Karina Anandya 18 October, 2018
Satu Dekade Konservasi Moyo
Oleh Karina Anandya
Amanwana, resor glamping pertama di Indonesia, terkenal akan tenda-tendanya yang didesain anggun melebur dengan alam. Saban pagi, resor yang berlokasi di Pulau Moyo ini disatroni kawanan monyet. Sore harinya, belasan rusa berdatangan. Di antara monyet dan rusa, dulu, pernah hadir tamu-tamu agung seperti Putri Diana dan Pangeran Belanda.
Demi merawat konsep safari itulah Moyo Conservation Fund diluncurkan pada 2008. Melibatkan tamu dan warga, Amanwana menggelar serangkaian program konservasi yang bertujuan melestarikan alam Moyo. Beberapa contohnya: menanam karang, kampanye anti-konsumsi telur penyu, serta pelepasan tukik.
Ada banyak catatan positif dalam 10 tahun perjalanan Moyo Conservation Fund. Laut dan pantai Moyo relative terpelihara. Hingga kini, menurut kalkulasi pihak resor, sekitar 15.000 tukik telah dilepas ke laut. Kendati begitu, ada satu tantangan pelik yang terus menyisakan pekerjaan rumah, yakni konservasi rusa. Awal 2017, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat menyampaikan populasi rusa liar di Moyo terus menyusut hingga tersisa kurang dari 150 ekor.
Baca juga: Teluk Megah di Jantung Sumbawa; 9 Resor Terpencil di Indonesia
Problem rusa itu tak lepas dari status daratan Moyo sebagai Taman Buru. Ibarat lokalisasi, Taman Buru melegalkan perburuan. Walau rusa sejatinya masuk kategori dilindungi, satwa ini ternyata turut menjadi korban. Mengizinkan orang datang membawa senapan memang bukan kebijakan yang bijak di tengah pengawasan yang lemah
Satu harapan bagi kelestarian rusa adalah perubahan status pulau. Pada 2016 sempat beredar kabar Moyo akan naik kelas menjadi taman nasional, tapi sayangnya hingga kini belum ada kejelasan kapan palu akan diketuk. Untuk sekarang, kawanan rusa hanya bisa berlindung di antara tenda-tenda putih berisi turis.
Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Oktober/Desember 2018 (“Suaka Satu Dasawarsa”).