by Cristian Rahadiansyah 27 April, 2018
Ring of Fire Setelah 30 Tahun
Maksudnya keseragaman?
Mereka kian melebur di bawah satu bendera, satu bahasa, dan akibatnya kian menjadi satu kebudayaan. Bagi saya, yang menarik justru perbedaan di antara mereka, keragamannya.
Tapi itu dilema di sebuah negara yang ingin merekatkan persatuan?
Memang. Pertanyaan besarnya, bagaimana mempertahankan yang partikular di sebuah negara yang bertekad menjaga persatuan? Tapi Indonesia tetaplah negara yang memikat untuk dijelajahi. Bahkan, 25 tahun dari sekarang, saya masih bisa membayangkan diri saya menggelar sejumlah eksplorasi di sini, dan saya bisa melakukannya dengan telepon genggam, tak perlu lagi repot membawa kamera besar dan generator.
Walau kian modern, Indonesia masih menantang untuk seorang antropolog?
Tentu saja. Saya kasih contoh: ada 18 suku di Papua Barat yang belum pernah berhubungan dengan dunia luar. Anda mungkin bertanya, jika belum pernah berhubungan, tahu dari mana tentang mereka? Ada sistem untuk menjawabnya. Anda bisa melacak ucapan dari satu orang ke sumber awal, lalu mencari sumber awalnya lagi, kemudian membuat semacam bagan penelusuran. Setelahnya, Anda akan mendapatkan kesimpulan apakah suku-suku itu benar-benar ada.
Anda sudah 36 tahun menetap di Bali. Kenapa tidak mudik?
Mungkin memang saya seharusnya mudik. Agaknya saya terlalu malas dan nyaman di sini, walau saya tak yakin ‘nyaman’ kata yang tepat, sebab hidup di sini sebenarnya cukup berat. Saya sering memberi kuliah, masih juga memproduksi film. Belum lama saya membuat Bali: Island of the Dogs. Tapi, ya itu tadi, hidup di Bali kian berat. Di sini ada banyak problem, mulai dari kemacetan, sampah, ongkos hidup yang kian mahal. Saya bahkan harus terus khawatir akan dideportasi jika tidak punya cukup uang saat diperiksa petugas imigrasi. Kamu tahu, tidak ada yang mau mengasuransikan saya. Dulu saya pernah punya asuransi. Tapi saat film saya diputar di Australia, seorang bos dari perusahaan asuransi saya berkata, ‘itu Blair yang ada di daftar klien kita? Keluarkan dia! Kita tidak bisa menanggung orang yang hidup penuh risiko dan tidak bertanggung jawab.’
Andaikan menggelar lagi ekspedisi jangka panjang di Indonesia, apa temanya?
Sejak lama saya ingin membuat serial. Ini proyek besar. Tapi kemudian saya bertemu teman lama, Richard Branson, saat dia berlibur di Bali. Dia tertarik berkolaborasi. Kami akan membuat serial berjudul Beneath the Ring of Fire. Tujuannya mengeksplorasi alam bawah laut Indonesia. Belum ada yang benar-benar melakukannya. Ini negara yang paling tektonis dan paling vulkanis di dunia. Di perut lautnya ada banyak gunung, dan di sana ada banyak kehidupan yang belum dikaji. Indonesia memiliki beberapa laut terdalam di dunia, misalnya Laut Banda, dan kita hanya tahu secuil tentangnya.
Richard Branson mengabaikan fakta Anda penuh risiko dan tidak bertanggung jawab?
Sepertinya dia juga tidak bertanggung jawab untuk dirinya sendiri.
Kapan kolaborasi dimulai?
Saya masih harus menanti dua tahun lagi. Anda mungkin tahu, Richard sedang menggarap Virgin Galactic. Dia yakin, dua tahun lagi, proyeknya sukses dan Virgin Galactic mengangkasa. Setelah itu, dia akan ke Indonesia. Laut Indonesia memegang peran vital. Temperatur laut di sini menentukan jadwal El Nino dan La Nina. Kita harus masuk ke laut untuk mengetahui apa yang terjadi di sana.
Anda melihat, secara umum, Indonesia sebagai sebuah komunitas besar bergerak ke arah yang benar?
Saya harus hati-hati menjawabnya agar tidak terkesan terlalu negatif. Belum lama ini saya berkunjung ke pusat rehabilitasi orangutan di Kalimantan. Melihat tren penebangan hutan, mungkin 10 tahun lagi orangutan akan punah dari alam liar. Alasannya simpel: lebih banyak uang yang didapat dari menebang hutan ketimbang melestarikan orangutan. Di Indonesia, sulit berharap perubahan akan datang dari atas. Perubahan harus datang dari bawah jika ingin menyelamatkan alam.
Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi April/Juni 2018 (“Interview”).