by Christina Setyanti 10 June, 2024
Menikmati Primitive Cooking ala Charkoal
Iklim’ kuliner Jakarta tengah berkembang. Saat ini, restoran siap saji yang comfort harus ‘mengalah’ terlebih dulu dengan berbagai restoran ‘idealis’ dari para chef profesional.
Chef Adhitia Julisiandi juga mengakui hal ini. Momen inilah yang akhirnya membuat dia berani mewujudkan mimpi yang selama ini hanya bisa dipendamnya.
“Sekarang lagi bagus-bagusnya, sesama chef dan restoran itu saling mendukung dan masyarakat juga open serta percaya ke chef sepenuhnya untuk memberikan jenis makanan yang berbeda dari biasanya,” kata Adhit sapaan akrabnya.
Berbekal pengalaman lebih dari 10 tahun di berbagai belahan dunia, dariu Spanyol sampai Amerika Serikat, dia pun memberanikan diri untuk membuat restoran fine dining-nya sendiri, Charkoal. Dia juga berguru kepada chef-chef dunia seperti Thomas Keller, George Calombaris, Ferran Adria sampai Sarah Todd.
Baca Juga: Daftar Restoran Terbaik Dunia Urutan 51-100 World’s Best 50 Restaurants
Charkoal, ucapnya, lahir dari mimpinya untuk bisa menghadirkan makanan berkualitas, konsisten, unik, dan sesuai dengan ide-ide idealisnya.
Tak salah, idealisme memang bisa memberikan sebuah konsep kuliner dan citarasa makanan yang lebih unik dan kreatif. Begitupun dengan Charkoal yang mengusung teknik primitive cooking dalam fine dining.
“Kita itu sering lupa, bahwa teknik memasak tertua di dunia adalah dengan api, kayu, dan arang, dan rasanya itu enak sekali, unik,” katanya.
Sensasi primitif cooking ini dihadirkan Adhit dengan metode bebakaran memakai 4 macam kayu bakar, yaitu kayu rambutan, binchotan atau arang yang dipakai untuk teknik memasak di Jepang, batok kelapa, dan serpihan kayu.
Baca Juga: Mandarin Oriental Debut di Kawasan Mewah Mayfair, London
Malam itu sebagai perkenalan awal, Adhit menghadirkan 14 course Degustation Menu. Nantinya dia akan menghadirkan set course pilihan 14 course degustation menu dan 17 course ‘Chef’s Journey.’
Menu per setnya akan berganti tiap enam bulan sekali dan disesuaikan dengan musim serta produk homemade hasil riset yang mereka lakukan.
Shady wood fired bread, sebagai hidangan pertama dari 14 course yang dihadirkan menjadi sebuah sajian yang merangsang indera. Roti ‘bakar’ dengan shape roti slider berkulit cokelat gelap namun mengilat yang sedikit masih hangat, membuat nori butter dan bottarga (telur ikan bluefin tuna yang diasinkan) ini sedikit lumer dan meresap sampai ke dalam rotinya.
Dedicated waiter akan ditempatkan di setiap meja. Pria muda berpakaian hitam mengantarkan hidangan selanjutnya ke meja saya. Sebuah piring besar dari kayu dengan besi bertingkat menghadirkan tiga hidangan pembuka sekaligus, kagoshima A5 tartare, spanish jamon iberico, dan pickeld beetroot tart.
Usai deretan hidangan pembuka ini, hidangan mulai dilanjutkan dengan menu main course. Sebelumnya di antara sesi pembuka dan main course dan dessert, sebuah hidangan sela pun disajikan.
Baca Juga: Marriott Buka Resor Baru di Lampung
Hidangan lain seperti oyster kataifi, murray cod jadi bintangnya. Murray cod juga menjadi salah satu andalan Adhit karena komplesitasnya. Ikan cod ini dibuat selama 7 hari dengan teknik dry aging agar kulit ikan punya tekstur yang sempurna dan rasanya lebih kompleks.
Sebagai hidangan utama, duck & foie gras, smoked picanha yang menggoda. Smoked picanha ini memiliki aroma bakaran yang sempurna. Dengan irisan daging Australian mb9+ disajikan dengan saus yang terbuat dari vegemite, broccolini dan pineapple.
Hidangan penutup yang disajikan juga tak kalah unik. Berbekal berbagai fermentasi buatan sendiri ini diolah menjadi berbagai hidangan di restoran ini. Harga satu set menu dengan 14 course Rp1.250.000++.