by Cristian Rahadiansyah 02 November, 2020
Mengenal Profesi Baru di Tengah Pandemi: Wellbeing Butler
Dengan jam terbang delapan tahun sebagai butler, Gusti Putu Prasetya sudah terbiasa meladeni beragam keperluan tamu, dari jadwal makan, agenda trip, hingga mengepak baju mereka. Tapi, mulai tahun ini, fokus tugasnya bertambah: mengurus kesehatan jiwa dan raga kliennya.
Pras, begitu dia biasa disapa, bekerja untuk resor Raffles Bali. Oktober silam, dia dilantik sebagai wellbeing butler oleh properti mewah di Jimbaran ini. Pras memegang titel barunya usai lolos seleksi yang diikuti oleh total 10 kandidat.
Baca Juga: 8 Resor untuk Terapi Stres di Bali
Wellbeing butler adalah profesi baru dalam keluarga Raffles. Tanggung jawab utamanya ialah merumuskan program yang membuat tamu lebih bugar secara fisik dan emosional, misalnya lewat perawatan spa, wisata budaya, atau sesi pengobatan oleh tabib tradisional.
Program itu bersifat individual. Sebelum menyusunnya, Pras mesti menggali profil dan preferensi tamu, setidaknya tiga hari sebelum kedatangan mereka ke resor. “Berdasarkan informasi yang saya terima, saya akan membuat jadwal per hari yang disesuaikan dengan kesenangan masing-masih tamu,” jelasnya.
Pras punya portfolio cukup tebal sebagai butler. Pemuda asal Bali ini pernah bekerja untuk beberapa resor prestisius, contohnya The Samaya Seminyak dan Fairmont Sanur. Sepanjang kariernya pula, dia sempat melayani presiden dan beberapa selebriti dunia yang berlibur di Bali.
Sebelum diangkat jadi wellbeing butler, Pras menambah pengetahuannya di bidang terapi dan nutrisi. Karena itulah, selain mengikuti pelatihan di akademi Aspire Globally, dia berguru pada master penyembuhan di Raffles Bali. “Kami mempunyai pendekatan holistis terhadap kesejahteraan jiwa dan raga,” tambahnya.
Baca Juga: 13 Tempat Cantik untuk Isolasi Diri
Keputusan Raffles meluncurkan wellbeing butler tak lepas dari pergeseran kebutuhan pasar. Akibat pandemi, tingkat stres secara umum meningkat, membuat turis punya ekspektasi berbeda saat berlibur: menambal defisit kebahagiaan. Terkoneksi dengan alam, makanan sehat, dan tidur yang pulas menjadi agenda prioritas.
Survei terbaru dari Wellness Tourism Association (WTA) mengonfirmasi kecenderungan itu. Sekitar 44% responden mencari pengalaman wellness dalam trip mereka berikutnya, sementara 38% di antaranya berharap liburan menghasilkan sensasi rejuvenasi. Dengan kata lain, wisata mulai dipandang sebagai pengalaman terapi, bukan senang-senang semata.
Menjawab kebutuhan itu pula, Raffles menerbitkan Emotional Wellbeing by Raffles, semacam cetak biru strategi barunya dalam menjala pasar wellness. Strategi ini akan diterapkan perdana di Bali pada 2021, lalu diaplikasikan di 14 properti Raffles lain di dunia. “Lebih dari sekadar kemewahan material, kami mesti melihat pengalaman seimbang antara pikiran, tubuh, dan jiwa,” ujar Emlyn Brown, Global Vice President Accor, grup yang menaungi Raffles. –Cristian Rahadiansyah