Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Membedah Tuntas ST. ALi Jakarta

Interior ST. ALi Jakarta yang didominasi material kayu.

Oleh Richard Darsono

Apa yang sukses di Australia bisa sukses di Indonesia. Hipotesis inilah yang akan diuji oleh ST. ALi. Februari silam, kedai asal Melbourne ini melansir cabangnya di Jakarta. Salvatore Malatesta, sang pemilik merek, berniat memperkenalkan tradisi brunch dan gerakan kopi third wave asal Negeri Kanguru ke publik Indonesia.

Datang di jam makan siang, saya duduk di belakang bar espresso, lalu meme san long black, flat white, dan My Mexican Cousin. Daftar menu cabang Jakarta serupa dengan di Melbourne, dengan harga yang lebih mendekati standar Melbourne ketimbang Jakarta.

Proses peracikan kopi dibiarkan transparan. Pengunjung bisa menyimak langsung pemrosesan kopi espresso dan manual brew, termasuk melihat segala perangkatnya: mesin espresso La Marzocco jenis Linea PB, penggiling kopi Mahlkönig, serta beberapa alat kopi manual Kalita. Beberapa peracik kopi di sini punya portofolio yang cukup menjanjikan, salah satunya Ovie Kurniawan, juara Indonesia Latte Art Championship 2015.

Kiri-kanan: Aston Utan, salah seorang pemilik kedai ST. ALi Jakarta; kopi yang digunakan di ST. ALi semuanya adalah kopi impor.

ST. ALi tidak menawarkan biji kopi lokal. Semua bahan blend dan single origin dipasok dari Afrika atau Amerika Latin. Dalam sebuah wawancara, Matt Perger, Head Barista ST. ALi Melbourne, mengatakan bahwa “kualitas produksi dan rasa kopi Indonesia belum konsisten.”

Selang 10 menit, pesanan saya datang. Long black, yang terdiri dari double shot espresso Sterling blend, memancarkan rasa manis apel dan buah plum dengan sensasi rempah. Sementara flat white, yang dibuat dari single shot espresso Orthodox blend dan susu dengan foam tipis, hadir dengan latte art rosetta. Menu brunch saya, My Mexican Cousin, kendati namanya terdengar asing, sebenarnya berbagi banyak kemiripan dengan bakwan jagung. Perbedaan terbesarnya terletak pada padanannya: saus puree tomat, salsa jagung dan mentimun, halloumi panggang, serta sayuran hijau—kombinasi yang membuat adonan jagung dan kentang terasa gurih dan kompleks. “Tak banyak yang tahu bahwa kami memakai telur sebagai bahan saus dan makanan utama,” ujar koki ST. ALi Jakarta, Gloria Susindra.

Keputusan untuk mengadopsi sepenuhnya standar Melbourne, membuat kedai ini memiliki tempat khusus di Jakarta. Suguhannya tidak diadaptasi dengan “lidah lokal.” Dengan begitu, konsumen bisa benar-benar mengenal budaya brunch dan ngopi khas Australia. Gedung Setiabudi II, Lantai Dasar, Jl. H.R. Rasuna Said Kav.62, Kuningan, Jakarta; 021/5290-6814; stali.com.au.

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Mei/Juni 2016 (“Duta Brunch Australia”)

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5