by Yohanes Sandy 20 September, 2013
Maraknya Bisnis Online Booking
Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, pengguna internet di negeri ini pada 2012 mencapai 63 juta orang. Sekitar 14 juta di antaranya mencatatkan transaksi pembelian jasa dan barang via internet, termasuk memesan kamar hotel. Di mata biro-biro perjalanan, statistik tersebut bisa diartikan sebagai lampu kuning. Ketimbang menelepon mereka, publik kini bisa secara mandiri mengakses situs-situs reservasi, membandingkan harga, mencari referensi dari pengguna, lalu memesan kamar.
Akankah internet membunuh bisnis biro perjalanan? Mungkin tidak dalam waktu singkat. Sejumlah studi, salah satunya dari Forrester Research, menunjukkan bahwa banyak orang kini justru meninggalkan online booking dan beralih kembali ke biro perjalanan. Alasan mereka beragam, tapi ada dua yang penting disimak. Pertama, online booking umumnya tak menyediakan layanan komunikasi verbal saat terjadi masalah, sehingga konsumen tak bisa langsung mengadu dan meminta solusi. Alasan kedua, banyak online booking didesain untuk pasar internasional dan kerap gagal memahami kebutuhan lokal.
Beberapa pakar internet kemudian memprediksi, kontraksi tersebut bakal melahirkan konvergensi antara bisnis online dan offline antara layanan yang bersifat global dan lokal. Di Indonesia, gejalanya mulai tampak. Situs reservasi internasional semacam Wego dan Agoda misalnya, telah menyediakan informasi dalam bahasa Indonesia. Di sisi yang lain, biro perjalanan nasional mulai terjun ke bisnis online booking guna memudahkan konsumen dalam membandingkan tarif dan memesan kamar. GoIndonesia dan Bookpanorama bagian dari proses ini. GoIndonesia diluncurkan oleh KAHA Group. Tahun lalu, online booking ini telah menjalin kerja sama dengan sekitar 1.000 hotel. Meski modus operasinya serupa dengan mayoritas online booking, tapi GoIndonesia punya dua fitur unik yang membuatnya percaya diri untuk bersaing.
Pertama, layanan customer service di mana konsumen bisa menelepon untuk berkonsultasi (dengan manusia, bukan komputer). Kedua, sistem pembayaran kamar yang fleksibel: tidak dibatasi hanya dengan kartu kredit, tapi juga kartu debit BCA dan Mandiri. “Di Indonesia, pengguna kartu kredit cuma enam juta orang dari sekitar 240 juta penduduk. Kalau hanya mengandalkan sistem tersebut, sangat sulit untuk berkembang,” kata Yusuf IJsseldijk, Managing Director & CEO GoIndonesia.
Layanan customer service juga disediakan oleh Bookpanorama, online booking yang diluncurkan pada Februari 2013. Untuk sistem pembayaran, situs yang digarap oleh Panorama Tours dan Booking.com ini mengizinkan konsumennya membayar kamar saat check-out. Cara ini terbilang konvensional, tapi justru berhasil memberikan rasa aman bagi konsumen yang masih ragu dengan transaksi online. “Jangan cuma lihat harga murah, pengguna harus tahu elemen lainnya,” ujar Hans Tjandra, General Manager Bookpanorama.
Kemampuan memahami perilaku konsumen akan menentukan keberlangsungan bisnis mereka. Tren global menunjukkan, online booking mulai berlomba melayani ceruk pasar yang spesifik. HotelTonight misalnya, fokus pada traveller impulsif yang melakoni liburan tanpa persiapan matang. Situs ini melansir daftar kamar kosong dalam jaringannya di suatu siang, lalu konsumen bisa langsung memesan untuk menginap di hari yang sama. Situs lain, misalnya Airbnb, bertindak layaknya agen properti dengan menawarkan akomodasi-akomodasi non-konvensional, seperti apartemen dan rumah. Situs ini lahir di Amerika pada 2008, lalu empat tahun kemudian memperkenalkan layanannya di Indonesia. Menurut Nathan Blecharczyk, salah seorang pendirinya, Airbnb kini menaungi sekitar 1.900 akomodasi di Indonesia, mulai dari kamar indekos di Jakarta hingga vila di Jawa Barat.
Pertama kali dipublikasikan pada majalah DestinAsian Indonesia edisi September/Oktober 2013 (Special Report – Online Booking: “Konvergensi Reservasi”)