Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Konsep Baru Restoran SHY

Oleh Petty Elliott
Foto oleh Haruns Maharbina

Jika diterjemahkan, “kaiseki” sebenarnya tidak berhubungan dengan seni memasak. Kai berarti dada, seki batu. Terminologi ini muncul dari kebiasaan biarawan menyelipkan batu panas di dalam jubah demi menghadirkan rasa nyaman selama menahan lapar.

Kini, kaiseki dikenal sebagai seni menikmati makanan dengan keseimbangan yang serasi antara rasa, warna, tekstur dan gaya penyajian. Konsep inilah yang diusung SHY. Sesi kaiseki saya dimulai. Ketimbang pairing dengan sake, koki Takahashi Hideaki memilih wiski. Menurutnya, tren memadukan makanan Jepang dengan wiski sudah berlangsung cukup lama, baik di negara asalnya maupun Eropa. “Cukup sulit mendapatkan sake di Jakarta, tapi Johnnie Walker selalu tersedia,” ujarnya.

Berani dan lihai, Takahashi tak cuma mengeksplorasi makanan tradisional Jepang, tapi juga makanan modern Jepang dengan sentuhan Eropa. Menu sakizuke misalnya, hadir dalam bentuk capellini dengan brokoli, tomat, dan paprika kuning yang dipotong berbentuk dadu dengan saus cabai dan wijen putih yang menggugah.

Berikutnya hadir kuchidori, ayam panggang dengan selada bayam Jepang, lettuce romaine, tomat, serta saus bawang bombai. Daging ayam yang dipotong dalam bentuk dadu sangat juicy. Yang menarik, Takahashi menambahkan campuran daun teh hijau dan yuzu guna memberi cita rasa yang berkelas, cocok disandingkan dengan Black Label.

Hidangan yang disajikan di SHY selain kaya rasa juga memiliki penampilan paripurna.

Sesi berikutnya hadir omuko, tiga jenis sashimi yang disajikan dalam kotak berjeruji kayu berisi irisan perut tuna, salmon, dan flounder, ditambah dua macam saus kecap Jepang dan yuzu dengan rasa asam segar. Sashimi dengan landak laut disajikan di wadah terpisah. Semua irisan tampil sempurna. Secangkir Gold Label memberikan sensasi manis dan buah yang ringan, cocok saat bertemu rasa berminyak dari ikan.

Bintang utama sajian adalah tome, striploin Miyagi dengan tekstur lembut. Menu ini hadir bersama dua jenis saus: saus cabai, serta wijen putih dan soya. Kombinasi Blue Label berhasil menetralkan rasa daging sapi yang gurih layaknya mentega. Untuk penutup, ada mizugashi, cokelat mousse dengan Baileys, serta campuran fla vanili dan stroberi. Khusus cokelat mousse, paduan dengan koktail Black Label terasa pas di lidah. Kaiseki tak selalu mudah dicerna, tapi konsep ini sepertinya akan disambut penggemar makanan yang haus inovasi.

Papilion Building, Jl. Kemang Raya 45AA, Jakarta; 021/719-9921; thepapilion.com.

Dipublikasikan perdana di majalah DestinAsian Indonesia edisi Sept/Okt 2014 (“Hikayat Batu Panas”)

Show CommentsClose Comments

Leave a comment

0.0/5