by Yohanes Sandy 14 June, 2013
Jasa Rental Pesawat Privat
Oleh Reza Idris
Tak perlu mengantre lama. Destinasinya bebas. Jadwal dan jenis layanan bisa diatur lebih leluasa. Bisnis penyewaan pesawat privat hadir untuk melayani pelancong yang mendambakan privilese lebih dalam perjalanan bisnis atau wisata. Tapi di Indonesia, usaha ini juga berkembang akibat “keterpaksaan”. Dari 14 maskapai nasional yang memiliki rute berjadwal, hanya satu yang bermain di segmen full-service (Garuda Indonesia) dan hanya tiga yang menawarkan kelas bisnis (Garuda, Lion Air, dan Sriwijaya Air). Konstelasi tersebut membuat pelancong premium harus bersaing ketat demi mendapatkan kursi dengan layanan prima.
Faktor lain yang memicu bisnis pesawat carter adalah pertumbuhan signifikan kelas atas di Indonesia sejak 2003. Tak heran, dalam lima tahun terakhir, banyak investor melirik lahan bonafide ini. Sky Aviation terjun ke segmen pesawat carter sekitar tiga tahun silam. Lion Air masuk melalui BizJet, anak perusahaannya yang diluncurkan pada Juni 2012. Empat bulan sebelumnya, Grup Mayapada menggandeng operator pesawat premium Crystal Air Aviation untuk membentuk Mayapada Crystal. Contoh lainnya adalah Susi Air yang mengandalkan Piaggio Avanti dan puluhan Cessna Grand Caravan.
Tapi bisnis pesawat carter bukanlah fenomena baru, melainkan sudah eksis sejak 1990-an. Trigana Air, yang kini beroperasi di seputar Kalimantan, Jawa, Maluku, dan Papua, mulai mengangkasa pada 1991 sebagai perusahaan rental pesawat. Dua pemain senior lainnya adalah Pelita Air Service dan Indonesia Air Transport.
Konsumen perusahaan-perusahaan tersebut bukan cuma pasien rumah sakit dan karyawan tambang, tapi juga jutawan dengan mobilitas tinggi. Beberapa operator menyediakan jet bertubuh langsing dan helikopter untuk menjangkau klien di medan terpencil. “Yang terbang umumnya pebisnis dari industri perminyakan, gas bumi, atau batu bara, juga orang-orang yang ingin berobat ke luar negeri,” ujar Sutito Zainudin, General Manager Marketing Sky Aviation.
Jika Anda jarang mendengar nama-nama semacam BizJet atau Mayapada Crystal, itu disebabkan mereka jarang melancarkan promosi atau publikasi. Perusahaan jenis ini menggarap ceruk sempit di mana informasi diperlakukan layaknya barang eksklusif. Tarif sewa armada tidak diumumkan secara terbuka dan jenis layanan bisa dinegosiasikan. Mereka juga sangat merahasiakan identitas klien. Maklum, penumpangnya kadang merupakan figur penting yang menuntut privasi. Javajet Asia misalnya, pernah mendapatkan klien kakap sekaliber Valentino Rossi, Pangeran Andrew, serta pasangan selebriti glamor David dan Victoria Beckham yang lima tahun silam menyewa Embraer Legacy 600 saat berpelesir ke Singapura, Bali, dan Yogyakarta.
Ada dua prosedur umum dalam penyewaan pesawat. Opsi pertama adalah menyewa melalui agen yang mewakili operator. Sedangkan untuk maskapai komersial yang memiliki lini usaha pesawat carter, calon pengguna bisa menghubungi langsung pihak maskapai. Perusahaan semacam Lion Air dan Sky Aviation mengantongi dua lisensi: penerbangan tidak terjadwal dan reguler. Pesawat yang berstatus “standby” (sedang tidak beroperasi), biasanya disewakan. Tarif sewa lazimnya ditentukan oleh durasi pemakaian dan jenis pesawat, bukan jumlah penumpang. Cristina SW, Marketing Communications Manager Trigana Air, memberikan ilustrasinya: penerbangan memakai ATR 72 dengan jarak tempuh 240 kilometer, contohnya Jayapura-Wamena, dipatok $7.000.